BAB 07 (21+)
Baca bab 06 dulu untuk memahami bab 07 ini, ya.
Yok vote dan komen juga.
.........................
Part 07 (21+)
Sejak ciuman mereka dimulai, ia tahu jika mereka tak akan selesai sampai di sana.
Melainkan, menciptakan percintaan yang panas, seperti sebelum-sebelumnya.
Sarasa tentu amat yakin dengan alur ini. Ia sudah puluhan kali terlibat, tak akan salah.
Apalagi, hasrat sang suami sudah bangkit dengan cumbuan mulut di antara mereka yang semakin didominasi oleh Adhyaksa.
Sesapan pria itu pun terasa lebih cepat, intens, dan juga menuntut pada bibirnya.
Gairah Adhyaksa semakin menggelora.
Sarasa sudah belajar banyak selama satu setengah tahun mengenal sosok suaminya.
Baik dari sifat, kebiasaan, sikap, dan juga tindakan pria itu akan pilih, menghadapi berbagai situasi serta problematika.
Sarasa tentunya juga telah hafal akan cara Adhyaksa dalam merespons godaannya.
Sekali saja memulai cumbuan, sang suami akan langsung luluh dengan bara gairah seksual yang tak mampu dipadamkan.
Berakhir dengan percintaan panas.
Siklusnya selalu sama, tak mungkin tidak.
Hanya masalah waktu saja, hingga mereka masuk ke inti permainan sesungguhnya.
Dan akan dibiarkan Adhyaksa Syalendra memimpin. Cukup diikuti kemauan pria itu, asal sama-sama menguntungkan.
Ya, terutamanya untuk kebutuhan biologis mereka berdua yang perlu dipenuhi malam ini, dengan kegiatan ranjang panas.
Harus Sarasa akui, ia nyaman melakukan hubungan badan bersama pria yang punya jarak usia sepuluh tahun lebih tua.
Terhitung sejak mereka bercinta pertama kali, dan tentunya menyerahkan kegadisan seutuhnya juga pada Adhyaksa Syalendra.
Setelah setahun mencoba terus menggoda sang suami rahasia untuk mau menyentuh dirinya, karena pria itu terlalu jual mahal.
Atau mungkin bisa juga merasa tak sudi tidur dengan anak dari seorang koruptor.
Ajakannya berulang kali diabaikan. Sikap acuh tak acuh kerap Adhyaksa Syalendra tunjukkan secara terang-terangan.
Namun baginya bukan menjadi masalah yang besar. Tidak menghalangi pula untuk mencapai tujuan besar telah ditargetkan.
Sudah pasti pada akhirnya, seorang politisi dingin seperti Adhyaksa Syalendra luluh dalam godaan sensualnya, hingga mereka terlibat pergumulan hasrat di atas ranjang.
Selama enam bulan terakhir ini, dirinya dan Adhyaksa sudah sering bercinta.
Awalnya sebulan satu kali. Lantas, lebih intens menjadi seminggu sekali memadu kasih dan membakar gairah mereka.
Demi bisa segera mengandung keturunan dari sang suami rahasia, Sarasa selalu siap berhubungan badan dengan pria itu.
Terutama di masa-masa suburnya.
Namun setidaknya dibutuhkan waktu yang agak lama hingga benar-benar bisa hamil.
Kini setelah berhasil berbadan dua, tentu saja intensitas percintaan dengan politisi muda itu harusnya mulai dikurangi.
Namun nyatanya ia justru masih tertantang untuk menciptakan aktivitas ranjang yang panas bersama Adhyaksa Syalendra.
"Saya tidak suka kamu dekat dengan pria lain, Sarasa. Siapa pun orang itu."
"Kamu harus menjauhi dia."
Sang suami berkata dengan amat cepat. Ia butuh mengulang beberapa kali di dalam kepala agar dapat betul-betul memaknai.
Ah!
Jadi, Adhyaksa Syalendra cemburu?
Siapa yang dimaksud? Hari ini, hanyalah dengan Kenneth Smith makan siang. Itu pun berlangsung tiga puluh menit saja.
Tatkala Sarasa berniat menanggapi lewat sebuah ajuan pertanyaan pancingan, sang suami sudah memagut bibirnya lagi.
Lalu, pria itu mengangkat tubuhnya juga. Membopong dalam rengkuhan terasa erat.
Kemana dirinya akan dibawa?
Ketika baru memikirkan kemungkinannya, ia sudah merasakan tubuh mendarat pada tempat yang empuk. Benar, di atas kasur.
Adhyaksa Syalendra menindihnya.
Dengan mulut masih melumat bibirnya, sang suami mulai melepaskan satu demi satu kancing kemeja yang ia pakai.
Dan saat ingin dilepaskan atasannya oleh pria itu, lekas saja dicegahnya dengan cara memegang kedua tangan Adhyaksa.
Wajah pun dijauhkan guna menghentikan cumbuan yang terus dihujani sang suami.
Dirinya ditatap dalam gairah menggelora.
"Maaf, saya tidak bisa, Pak."
Penolakannya langsung mampu membuat rahang wajah sang politisi mengeras.
"Kata dokter kandungan, saya disarankan untuk tidak melakukan aktivitas seksual sampai dua minggu kedepan."
"Saya mengalami pendarahan empat hari yang lalu." Sarasa menjelaskan alasannya.
Ekspresi sang suami segera berganti.
"Pendarahan?"
"Saya kecapekan sampai pendarahan."
"Bayinya?"
"Anak Bapak aman," jawab Sarasa cepat.
Lalu, diraih tangan Adhyaksa Syalendra.
Dibawa ke perutnya yang datar. Tentu saja ditempatkan di permukaan dengan tangan mereka saling menggenggam erat.
"Anak Bapak masih bertahan."
Sarasa kira Adhyaksa akan diam saja, tapi sang suami rahasia malahan mendaratkan ciuman ke perutnya. Walau kilat saja.
Lalu, pria itu berpindah ke sampingnya.
Tidur sambil memeluknya. Dan tak satu patah kata terluncur dari mulut Adhyaksa.
Kapankah pria itu akan mengaku memiliki rasa cinta? Sungguh ia tak sabar melihat suami rahasianya bertekuk lutut.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top