BAB 06
Yok vote dulu sebelum baca.
Yok tinggalkan jejak komen.
BAB 07 sudah up juga yaa. Diceki-ceki.
..................
"Maaf saya tidak bisa datang, saya punya agenda penting malam ini, Pak Andy."
"Akan saya atur ulang pertemuan jika Pak Andy serius ingin bergabung ke partai."
Sang konglomerat tertawa renyah di ujung telepon, bentuk respons untuk undangan tersirat dalam perkataannya tadi.
Bapak Andy Siregar tentu amat paham.
Lalu, sebagai reaksi lanjutan, ia mendapat balasan yang terkesan ambigu. Pebisnis itu tak langsung menerima tawarannya.
Percakapan mereka tentu harus disudahi juga ketika tak sejalan dengan tujuan.
Berbasa-basi bukanlah tipenya.
"Terima kasih atas waktu Anda, Pak Andy. Saya akhiri panggilan ini." Adhyaksa pun menjaga kesopanan dalam berbicara.
Tentu tak bisa diputuskannya sambungan telepon begitu saja, jika belum ada respons yang dilontarkan oleh Andy Siregar.
Dan bukannya mengiyakan apa yang telah ia sampaikan, pebisnis itu bicara lagi.
Kali ini, meminta kesediaan waktu darinya untuk makan malam dengan sang putri.
Andy Siregar memiliki niatan lain.
Dan Adhyaksa tahu kemana akan arahnya. Ia sama sekali tak berminat menyanggupi.
"Maaf, Pak Andy, saya tidak bisa."
"Jika Anda bermaksud mendekatkan anak Anda dengan saya, dan tujuan Anda untuk dijodohkan. Saya tidak bisa menerima."
"Saya tidak suka kesepakatan seperti ini." Adhyaksa menjawab tegas, suara dingin.
"Jika Anda ingin bergabung ke partai dan ikut serta menyukseskan pemilu bersama partai kami, silakan mendaftarkan diri."
"Partai kami akan menempati posisi ketiga terbanyak di parlemen, jika Anda masih berminat maju sebagai anggota dewan."
"Sekian yang bisa saya janjikan."
"Saya akhiri pembicaraan ini, Pak Andy."
Tanpa menunggu balasan sang pengusaha, Adhyaksa pun lekas memutus sambungan telepon. Diskusi mereka telah selesai.
Kepala Adhyaksa tambah pening.
Masalah demi masalah tumbuh setiap hari. Baru satu tertuntaskan, yang lainnya pun langsung mengantre untuk dihadapi.
Dunia politik sangat dinamis baginya. Ia selalu dituntut siap siaga menantang setiap problematika yang mendatangi partai.
Entah itu berasal dari calon-calon kader baru, anggota lama, bahkan pihak-pihak tidak sejalan dengan kebijakannya.
Mereka senantiasa memprovokasi.
Dan ada pula yang berusaha menerapkan trik-trik licik untuk mendekatinya, seperti dilakukan oleh Andy Siregar tadi.
Tok!
Tok!
Tok!
Pintu ruangan kerjanya membuka, setelah tiga ketukan dilakukan oleh ajudannya.
Sosok Raga Surya masuk ke dalam. Tentu saja akan melaporkan tugas yang dirinya minta untuk sang pengawal kerjakan.
Setengah jam lalu, dititahkan Raga Surya berjaga di depan pintu utama mansion dan memastikan kehadiran Sarasa Dermawan.
"Dia datang?" Adhyaksa to the point saja.
"Ibu Sarasa menunggu di kamar, Pak."
"Jam berapa dia sampai?" Adhyaksa tentu harus mengonfirmasi hal ini lebih dulu.
Ingin tahu rentangan waktu sang istri tiba, sejak pesan dikirimkan ke wanita itu.
Ya, ia menitahkan Sarasa untuk datang.
"Sepuluh menit yang lalu, Pak."
Setelah mendapatkan jawaban dari ajudan pribadinya, Adhyaksa lalu bergegas keluar dari ruangan kerjanya, menuju kamar tidur utama yang terletak masih satu lantai.
Sesampainya di sana, ia menemukan sosok Sarasa berdiri membelakangi dirinya, tepat di dekat ranjang. Ia lekas menghampiri.
Dan ketika wanita itu membalikkan badan, langsung ditariknya lengan Sarasa hingga sang istri masuk ke dekapannya.
Dikungkung wanita itu dengan posesif.
"Kenapa baru datang?" Adhyaksa loloskan pertanyaan dalam nada menyelidik.
"Apa saya tidak boleh datang jam segini?"
Beginilah sikap Sarasa, selalu menantang setiap kali dirinya bertanya serius.
"Kamu sudah melanggar aturan, Sarasa."
"Aturan yang mana?"
"Dekat dengan pria lain tanpa adanya izin dari saya." Adhyaksa tekankan kata-kata.
"Pria lain? Siapa yang Bapak maks-"
Sarasa tak bisa melanjutkan kalimat tanya karena bibirnya sudah dibungkam dengan ciuman sang suami yang terasa kasar.
.................
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top