BAB 05

Hallo, baca dulu part 4 agar lebih memahami alur part ini, ya.

Yok vote sebelum baca.

.......................

PART 5

"Sudah jam dua belas." Sarasa bergumam saat melihat deretan angka di layar ponsel yang menunjukkan waktu sekarang.

Saatnya istirahat. Ia punya waktu sampai pukul satu siang untuk makan dan sedikit tidur. Tentu, durasi tersebut cukup.

Sarasa segera bangkit dari kursinya, pasca selesai membereskan barang-barangnya di atas meja agar tak tertinggal satu pun.

Lalu, dijalankan kaki dengan langkah yang pelan-pelan saja. Bunyi hak sepatu tinggi miliknya bersinggungan dengan lantai.

Suara cukup terdengar jelas karena situasi ruangan yang memang tengah sepi.

Staf administrasi lainnya yang berjumlah empat orang, sudah pergi lebih dulu.

Tak satu pun dari mereka semua mengajak dirinya ikut makan siang. Tidak ada pula yang ingin berteman dengannya.

Seorang anak koruptor harus dijauhi.

Ya, begitu prinsip mereka dalam menjaga jarak dengannya, omong kosong saja soal motto rekan kerja saling menghormati.

Aturan itu hanya tertulis, tak benar-benar diterapkan. Apalagi pada orang sepertinya.

Sarasa pun sudah semakin terbiasa untuk sendirian, tanpa memiliki satu pun teman.

Asalkan masih bisa hidup, tak masalah.

Lagi pula, bebannya sudah banyak, tidak perlu diperkeruh akan penilaian negatif mereka soal dirinya sebagai anak koruptor.

"Sarasa ...,"

Panggilan amat familier untuknya, dengan suara berat juga terdengar tak asing.

Sarasa langsung berhenti melangkahkan kaki di koridor, padahal baru saja keluar dari pintu ruangan kerjanya.

Sarasa lalu membalikkan badan cepat ke belakang. Ingin melihat langsung sosok pria yang telah memanggilnya.

Ternyata, Kenneth Smith.

"Sarasa ...,"

Namanya dipanggil lagi oleh sahabat baik kakak iparnya yang juga menjadi salah satu anggota partai dan berstatuskan juga sebagai bendahara umum satu.

"Selamat siang, Pak Ken." Sarasa segera menyapa sopan saat pria berusia tiga puluh tujuh tahun itu berdiri di hadapannya.

"Mau ke mana?"

"Saya mau makan siang di kantin, Pak."

"Di kantin?"

"Benar, Pak Ken."

"Sendirian saja, Sarasa?"

Sarasa pun menganggukkan kepala untuk menanggapi apa yang hendak dikonfirmasi lagi oleh Kenneth Smith padanya.

"Aku juga mau makan siang."

"Di resto dekat sini. Apa mau kamu ikut?"

"Pak Ken sendirian?" Sarasa tentu merasa wajib bertanya tentang siapa saja yang pria itu ajak pergi. Ia tak mau dengan staf lain.

Sebisa mungkin menghindari mereka.

"Aku sendirian saja, tanpa pacar."

Karena Kenneth Smith tertawa, maka ia pun ikut karena ingin menghormati.

"Bagaimana, Sarasa? Mau ikut makan?"

Tak butuh waktu lama bagi Sarasa untuk mempertimbangkan ajakan Kenneth Smith lagi. Menolak rasanya tidak akan enak.

Lagi pula, mereka sudah pernah beberapa kali makan bersama di kediaman kakak perempuannya, mengingat Kenneth Smith berteman baik dengan suami saudarinya.

Hanya saja, kali ini, dirinya dan politikus muda itu makan berdua. Pasti akan cukup canggung, tapi sudah telanjur mengiyakan.

"Mari, kita pergi, Sarasa."

Kenneth Smith pun mempersilakan dirinya untuk berjalan lebih dulu ke arah lift. Lalu, menyusul melangkah tepat di sebelahnya.

Mereka memilih yang paling ujung kiri dari jejeran tiga lift tersedia untuk dinaiki.

Dan tak ada seorang pun di dalam.

Lagi-lagi, ia hanya akan berdua dengan Kenneth Smith turun lantai paling bawah.

"Sarasa ...,"

"Iya, Pak Ken?" Ditanggapi dengan cepat.

"Apa kamu sudah sembuh?"

"Pak Ken tahu saya sakit?"

Kenneth Smith tertawa pelan.

"Pak Ken tahu dari mana saya sakit?"

Pria itu mengangguk-angguk.

"Aku bertanya ke Atmaja."

"Dari tiga hari lalu, aku tidak lihat kamu di kantor, aku kira kamu kemana."

"Jadi, aku bertanya pada Atmaja."

"Iya, saya sakit, Pak Ken. Saya izin tidak ke kantor selama dua hari untuk istirahat."

"Oh, begitu rupanya."

Sarasa menunggu penuturan lebih lanjut dari Kenneth Smith. Namun tak ada. Pria itu hanya tersenyum simpul ke arahnya.

Sarasa semacam waspada andai Kenneth Smith tahu tentang kehamilannya.

Namun tak mungkin juga sang kakak ipar menceritakan hal-hal yang bersifat pribadi. Atmaja Wedana bisa menjaga rahasia.

"Sekarang kondisimu sudah pulih?"

"Sudah, Pak Ken."

Tepat setelah Sarasa menjawab, lift pun membuka. Mereka sampai di lantai tujuan.

Kenneth Smith masih memberikan dirinya ruang untuk keluar lebih dulu. Baru pria itu menyusul dan berjalan di sampingnya.

Saat mereka berada semakin dekat dengan pintu utama gedung, rombongan ketua umum partai beserta para staf datang.

Spontan Sarasa tunjukkan sikap hormat pada Adhyaksa Syalendra yang melintas, layaknya pegawai pada atasammya.

Sedangkan, Kenneth Smith hanya diam. Tak memerlihatkan reaksi seperti Sarasa.

Dan di balik kacamata hitam digunakan, mata elang Adhyaksa Syalendra dengan cermat memerhatikan sosok istrinya.

Tentu, Kenneth Smith juga diperhatikan.

Keberadaan politisi itu di samping Sarasa sangat mengusiknya. Ia tak suka melihat istri rahasianys dekat dengan pria lain.

Sarasa sudah melanggar aturan mereka.

...............

Gimana? Pada suka nggak? Komen dong.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top