BAB 04
vote dulu yok sebelum baca.
...........................
Part 04
Saat berhasil membuka netranya ditengah kedua kelopak mata terasa amat berat, hal pertama yang dilihat adalah langit kamar berwarna putih dan bau obat-obatan.
Sarasa langsung tahu dimana dirinya.
Otak lalu memutar serangkaian peristiwa yang dialami sebelum hilang kesadaran.
Dirinya sedang berkunjung ke rumah sang kakak sulung. Ingin bertemu dan bermain dengan kedua keponakan manisnya.
Namun, belum sempat dilakukan, ia justru jatuh pingsan karena kepala amat pening.
Tentu, hingga berakhir di UGD.
Sempat dikiranya kondisi sudah membaik karena mual hebat dan tidak muntah lagi, ternyata malah harus ke rumah sakit.
Sarasa seketika teringat kehamilannya.
Apakah kondisi janinnya baik-baik saja?
Tangan Sarasa spontan bergerak menuju ke perutnya yang masih belum besar. Ia ingin memastikan calon bayinya tak apa.
"Anak kamu baik-baik saja, Dik."
Pernyataan tersebut berasal dari kakaknya.
Cara bicara saudari sulungnya yang cukup dingin, mengusik ketenangan Sarasa.
Apalagi, Sayana Dermawan sudah tahu jika dirinya sedang mengandung saat ini.
Tentu akan menjadi masalah besar.
"Jangan banyak bergerak, Sara."
Titah tersebut dilontarkan sang kakak saat melihatnya berusaha bangun dari posisi berbaring. Dan ia tetap memilih bangun.
Walau Sayana Dermawan tampak marah, namun kakaknya itu berusaha membantu.
Mencarikan dirinya tempat nyaman untuk duduk, dengan punggung menyandar di bantal yang terasa lumayan empuk.
Kepalanya terasa berdenyut kembali.
"Mau minum air?"
Tawaran sang kakak akan ditolak.
Sarasa menggeleng beberapa kali, tanpa mengeluarkan satu pun patah kata.
Saudarinya juga tak memaksa agar dirinya meminum air, seperti ditawarkan tadi.
Lalu, keheningan tercipta di antara mereka berdua karena tidak ada lagi yang bicara.
Sarasa memang tak berminat mengajukan pertanyaan terkait kondisinya. Lagi pula, kandungannya baik-baik saja sejauh ini.
Dan sudah menjadi kabar yang bagus.
"Kita harus selesaikan masalahmu, Dik."
"Masalah apa?" Sarasa membalas cepat.
Pura-pura tak paham, mencari aman.
"Tentang kehamilanmu, Sara."
Sudah pasti ini akan jadi topik utama.
"Siapa ayahnya?"
Pertanyaan pertama diajukan oleh saudari perempuannya, menyebabkan dirinya jadi tertampar. Apalagi kakaknya begitu serius.
Mimik tanpa senyum, tatapan menyelisik pun dengan tajam diarahkan padanya.
Seakan-akan tak punya kompromi untuk kasusnya ini. Harus diselesaikan hingga ke akar-akarnya. Begitulah keinginan kakak perempuannya. Ia tahu kemana arahnya.
"Sara?"
Sang kakak rupanya tak sabar juga.
"Maaf, aku nggak bisa kasih tahu, Kak."
"Siapa ayah anakku, adalah privasiku."
Sarasa pun memilih meluncurkan jawaban demikian, dalam upaya memancing sang kakak. Tak benar-benar akan dirahasiakan.
Sudah cukup satu setengah tahun ini, ia menyembunyikan pernikahan rahasia yang dilakukan bersama Adhyaksa Syalendra.
"Kakak akan cari tahu sendiri."
"Sekuat apa pun kamu merahasiakan siapa ayah anak kamu itu, Kakak akan tahu."
Sifat keras saudari sulungnya pun muncul ke permukaan. Inilah respon yang sejak tadi sudah Sarasa tunggu-tunggu.
"Nggak perlu, Kak." Sarasa memotong cepat, saat kakaknya ingin lanjut bicara.
"Kak Sayana nggak perlu sewa detektif untuk mencari tahu siapa ayah anakku."
Saudarinya tampak mulai marah. Tentunya akan berang dengan jawaban yang dirinya lontarkan sarat akan perlawanan.
"Aku akan cerita sekarang, Kak."
Ya, Sarasa memutuskan membongkar.
Sudah saatnya diberi tahu sang kakak atas semua yang telah terjadi sampai hari ini.
"Ayah anakku itu Adhyaksa Syalendra."
"Kami sudah menikah secara agama, lima belas bulan yang lalu," lanjut Sarasa.
"Kami menikah di Bali, dengan upacara pernikahan lengkap yang dipimpin oleh pendeta." Sarasa lebih rinci menerangkan.
"Kenapa dia menikahiku? Itu karena papa kita yang minta. Aku nggak tahu mereka punya kesepakatan seperti apa."
"Dan kami belum daftarkan pernikahan kami secara hukum hingga detik ini."
"Keluarga besar Syalendra belum tahu, terutama orangtua Pak Adhyaksa."
"Jika mereka tahu mungkin tidak akan setuju punya menantu dari anak koruptor."
Sayana Dermawan pening mendadak.
Siapa yang tidak akan langsung merasa pusing menerima semua informasi diluar dugaan seperti ini dari sang adik bungsu.
Dan hanya bisa muncul satu pertanyaan di dalam benaknya, yakni bagaimana bisa?
Ya, bagaimana bisa semua terjadi? Ia pun sama sekali tak menaruh curiga pada sikap Sarasa yang memang tampak berbeda.
Bagaimana bisa juga ayahnya tengah di balik jeruji besi merencanakan pernikahan rahasia semacam itu ke adik bungsunya?
Dengan putra sulung Bragas Syalendra dan Madiya Virani yang berstatus ketua umum partai Bersatu Nasional saat ini.
Mengingat, hubungan kekerabatan dengan keluarga Syalendra tak cukup bagus, sejak sang ayah terlibat dalam kasus korupsi.
"Menurut Kak Sayana, apa aku hamil anak haram? Karena pernikahanku dan Bapak Adhayaksa belum resmi secara hukum?"
Sarasa merasa perlu melontarkan sebuah pertanyaan agar sang kakak bicara.
"Dia tetap jiwa yang suci dan murni, Dik."
"Tidak ada bayi yang haram. Mereka tetap titipan Tuhan yang paling terbaik."
Saudarinya lalu memeluk dengan erat.
"Pertahankan anak kamu, Dik. Dia bukan anak haram. Dia malaikat kecil kamu."
"Kakak akan bantu kamu menyelesaikan masalah kamu ini, Sarasa."
................................................
Mana komennya nih? Ramaikan yok.
Bab 05 sudah up juga ya, yok diceki-ceki.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top