BAB 03

Pagi-pagi up nih, yok kasih vote dulu sebelum baca yaaa.

................

Part 3

“Tante Sassaaa!”

“Tante Sassaaa!”

Seruan-seruan kencang tersebut diloloskan dari keponakan tampan kesayangannya.

Sosok Assena Kesnapati yang berusia lima tahun pun berlari menghampirinya.

Manis sekali senyuman dipamerkan anak laki-laki sang kakak sulung padanya.

“Hallo, Tante Sassaa!”

Assena menyapanya lagi dengan riang.

“Hai, Sena Ganteng,” balas Sarasa lembut seraya bersimpuh di depan keponakannya.

Assena lalu memeluknya dengan sayang. Dan tak lupa cekikikan senang juga.

Sarasa ingin menggendong balita laki-laki itu, namun karena kondisi masih belum stabil. Apalagi sedang hamil muda. 

Cukup rawan untuknya mengajak Assena yang pun bobot lumayan berat.

“Tante Sasa, Sena kangen.”

“Sena kangen dengan Tante? Senang Tante dengar Sena kangen Tante,” balas Sarasa.

Sang keponakan pun mengeraskan tawa. Dan suara Assena menggemaskan untuk dirinya dengar, sehingga dicium kembali pipi-pipi tembam bocah laki-laki itu.

“Ah, Tante bawa mainan untuk Sena.”

“Yeeeyyy!”

Assena Kesnapati berseru riang. Tentunya juga dilengkapi ekspresi kegembiraan.

Sang keponakan pasti sangat senang akan diberikan hadiah. Begitulah anak-anak.

Sarasa segera saja berbalik ke mobil guna mengambil dua tas belanjaan berukuran cukup besar yang berisi banyak mainan baru untuk Assena dan Atsaya.

Sebelum berangkat ke rumah sang kakak, ia mampir dulu ke toko mainan. Tak ingin menemui keponakan-keponakannya tanpa membelikan apa pun untuk mereka.

“Yeeeyyy!”

Sang keponakan berseru lagi. Suara bocah laki-laki itu semakin terdengar riang. Dan disertai pula aksi menari-nari kecil.

Sungguh jadi ajang hiburan baginya.

Apakah nanti anaknya juga akan seperti sang keponakannya yang menggemaskan?

Masih terlalu jauh rasanya sampai ke momen tersebut. Perjalanan masih panjang pula membawa calon bayinya ke dunia.

Adhyaksa Syalendra setuju untuk punya anak dengannya, tapi ia sendiri ragu apa memang berkeinginan membesarkan darah daging pria itu, bersama-sama nanti.

Setelah tujuannya terealisasi, ia memiliki misi meninggalkan Adhyaksa Syalendra.

“Sena mau mainan, Tante Sasa! Hadiahh!”

Sarasa segera menyingkirkan urusan apa pun berkaitan akan kehamilannya dan juga sang suami rahasia yang membebani otak.

Ingin fokus saja menikmati waktu hari ini untuk bermain dengan Assena dan Atsaya.

“Ini punya Sena,” ujar Sarasa seraya beri salah satu tas belanjaan ke keponakannya.

“Banyak sekali, Tante Sasa.”

Assena melihat satu demi satu mainan di dalam tas, namun tak mengeluarkannya.

“Terima kasih, Tante Sasa Cantikk!”

Cup!

Sarasa mendapat ciuman kilat dari sang keponakan di pipi kanannya. Suasana hati kian membaik berkat aksi lucu Assena.

“Ini kasih Adek Atsaya, Tante Sasa?”

“Iya, Sayang. Mau Tante kasih ke Adik Atsaya.” Sarasa menjawab cepat.

“Adik Atsaya mana, Sena?” tanyanya lalu.

“Di dapur, Tante Sasa. Sama Mama.”

“Ayo, kasih Adek Atsaya mainan!”

Assena menggandeng tangannya. Ditarik juga dengan semangat oleh bocah itu.

Sarasa pun segera saja mengikuti sang keponakan yang mengajak berjalan masuk ke rumah kakaknya, Sayana Dermawan. 

Setibanya di ruang tamu, Sarasa melihat sosok kecil Atsaya berada di baby walker.

Lekas dihampiri keponakannya yang telah berusia delapan bulan itu. Apalagi, Atsaya tengah  tersenyum manis ke arahnya.

Dan ketika baru seperkian detik diambil posisi berjongkok di depan baby walker, kepala Sarasa dihantam pening luar biasa.

Kesadarannya hilang secara tiba-tiba.

“Saraaa!”

Ya, Sayana yang berseru dengan keras karena kaget bukan main lain melihat sang adik bungsu pingsah mendadak.

Sayana segera menghampiri Sarasa.

Dan keterkejutan bertambah, tatkala sadar ada bercak-bercak darah di lantai.

Kenapa dengan adik perempuannya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top