BAB 02


Yok vote sebelum baca

...................

PART 02

“Hooekkk.”

“Hooeekkk.”

“Hooeekkk.”

“Hooekkk.”

Rasa mual bergejolak hebat di dalam diri Sarasa. Ia muntah dramatis dengan semua isi perutnya yang seperti terkuras habis. 

Kepala juga ikut berputar-putar hebat.

Padahal, belum lama dimakan sebungkus roti dan juga meminum segelas air hangat, namun harus dimuntahkan kembali.

Kondisinya benar-benar buruk.

Apakah semua wanita memang mengalami hal seperti ini diawal kehamilan?

Ataukah hanya terjadi pada dirinya?

Sungguh menyiksa mual sepanjang hari, lalu muntah dengan intensitas lebih sering juga. Ia tak akan siap untuk menghadapi kondisi lebih buruk yang bisa saja terjadi.

Terlebih lagi, tidak punya cara mengatasi karena baru pertama kalinya mengandung.

Dokter pun memberikan resep khusus. Ia hanya disarankan tetap banyak minum air dan makan, walau keadaan kurang sehat.

Sangatlah gampang untuk menyarankan, apalagi hanya dalam kata-kata. Tapi saat diterapkan, amat sulit baginya lakukan.

Sebungkus roti saja dimuntahkan. 

“Apa aku bilang, dia benaran hamil.”

“Maaf, ya Meggy, tadi aku kira bohong.”

“Aku mana bisa bohong, Laras. Aku lihat sendiri dia datang ke dokter kandungan.”

“Siapa yang kira-kira ayahnya? Apa salah satu bapak-bapak kader tua di sini.”

“Aku kurang tahu, Laras. Aku nggak lihat dia datang ke dokter sama seorang pria.”

“Dia hamil anak haram dong?”

“Sudah jelas anak haram. Dia kan belum menikah. Pasti hasil hubungan gelap.”

“Bisa jadi bikin anak haram dengan bapak kader yang sudah tua dan punya istri.”

Brak!

Sarasa memukul keras pinggiran wastafel.

Telinganya pun amat panas mendengarkan sindiran-sindiran maut dari Meggy Setia dan Laras Cahaya, tepat di depannya. Ia pun tertarik menampar mereka berdua.

Namun akal sehatnya masih bagus. Niatan buruk tersebut dibatalkan karena tak ingin terlibat masalah lagi dengan dua jalang itu.

Meggy Setia dan Laras Cahaya merupakan rivalnya, sejak awal bekerja menjadi staf administrasi di kantor sekretariat pusat.

Sialnya, mereka tahu ia tengah berbadan dua. Padahal, dirinya sudah berhati-hati.

“Ada yang marah. Hahaha.”

“Atau malu karena hamil di luar nikah.”

Meggy Setia dan Laras Cahaya tak kapok juga, masih mencibirnya terang-terangan.

Baiklah, ia harus bertindak.

Dihampiri cepat dua jalang itu dalam mata yang menatap tajam ke arah mereka.

Lantas, berhenti di hadapan wanita-wanita murahan itu untuk memberi peringatan.

“Kalian jangan cemas aku tidur dengan salah satu sugardaddy milik kalian.”

“Aku tidur dengan pria yang jauh lebih kaya raya dari om-om paruh baya kalian.”

“Ah, jangan terlalu penasaran dengan ayah dari anakku. Kalian akan tercengang.”

“Tutupi saja dulu kasus aborsi kalian.”

Kalimat-kalimat sudah dilontarkan, tentu  adalah kenyataan, apalagi bagian paling akhir, hingga membuat mereka bungkam.

Sarasa lantas memilih segera keluar dari kamar mandi demi menenangkan diri. Ia akan kembali ke ruangan kerjanya.

Disusuri koridor demi koridor yang cukup sepi, bahkan tak ada satu pun pegawai lain tampak melintas di sekitarnya. 

Sebab masih jam kerja. Mereka pastinya sibuk dengan tugas masing-masing. 

Kemudian, Sarasa dikagetkan kemunculan sosok sang ketua umum partai, Adhyaksa Syalendra. Berdiri beberapa meter saja di depannya, dengan peringai begitu serius.

Sarasa pun mendekat. Tak lupa bersikap santun sebagaimana layaknya seorang staf bertemu dengan pimpinan tertinggi partai.

“Ikut saya ke dalam.”

“Bapak ingin bicara dengan saya?”

Adhyaksa Syalendra mengangguk pelan.

Lalu, mendahuluinya masuk ke ruangan.

Sarasa tak ragu menyusul, walau mungkin akan ada staf yang melihat mereka. Sudah tentu pula menimbulkan tanda tanya.

Ya, selama dua tahun seorang Adhyaksa Syalendra menjabat sebagai ketua umum partai, ia belum pernah dipanggil.

Sudah pasti kenapa Adhyaksa memintanya datang ke ruangan pria itu, berkaitan erat dengan benda-benda yang ditinggalkan di kediaman sang suami, pagi-pagi buta tadi.

Dan benar saja dugaannya.

Adhyaksa Syalendra lekas menaruh di atas meja selembaran kertas hasil pemeriksaan dokter kandungan, termasuk juga alat-alat testpack yang diberikannya pada pria itu.

Sudah pasti ingin dikonfirmasi kembali.

“Kamu hamil anak saya?”

“Benar, Pak Adhyaksa.”

“Dia akan kamu lahirkan, Sarasa?”

“Bapak ingin anak dari saya atau tidak?”

Sarasa menantang balik suaminya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top