23
Yuji berangkat bersama Hera. Pria itu masih kesal sejak Intan memberitahu tentang orang-orang suruhan yang terus saja mengawasi apartemen miliknya. Yuji berpikir kalau ini jelas adalah ulah dari Hera. Dan siapa lagi yang akan mungkin melakukan hal seperti itu selain wanita yang kini duduk di sampingnya?
Mereka tiba di kantor, lalu melangkahkan kakinya seperti biasa bertingkah dengan mesra, lalu menjadi tatapan karyawan. Ketika sampai di lantai tiga, Yuji memilih mengikuti langkah Hera menuju ruangannya. Ada hal yang harus ditanyakan dan bicarakan.
"Ngapain kamu ngikutin aku?" Hera bertanya karena merasa bingung sedangkan Yuji memilih untuk tanggung jawab pertanyaan dari sang istri.
Hera yang saat itu merasa heran dengan tingkah Yuji, kembali melangkahkan kakinya menuju ruangan. Lalu saat masuk ke ruangan, Hera melangkahkan kakinya menuju tempat duduk dan duduk di sana. Lalu Yuji mengikuti dan duduk di kursi yang berseberangan dengan kursi yang diduduki oleh Hera.
Hera menatap ke arah pria berkulit pucat itu. Sangat tahu kalau saat ini Yuji tengah menahan amanahnya. "Kenapa?"
"Kamu bisa nggak nggak usah gangguin hal yang berkaitan sama saya di Indonesia?"
Kedua alis Hera bertaut, wanita itu menatap ke arah Yuji soalnya tak mengerti dengan arah pembicaraan. "Maksud kamu apa? "
"Berhenti ngikutin orang-orang yang berkaitan sama saya, kamu pasti ngerti maksudnya. Kamu boleh ngawasin pabrik saya atau menghalangi saya ngebangun pabrik gitu. Tapi jangan ganggu orang yang Saya sayang." Yuji kembali menekankan. Ia menatap ke arah Hera yang seolah tengah mengalihkan pembicaraan, setidaknya itu menurut Yuji.
Kini Hera mengerti maksudnya. Wanita itu kemudian tersenyum di sudut bibirnya. "Ngapain aku ngikutin orang itu? Menurut aku itu nggak penting. Lagian aku udah megang semua data tentang dia, Jadi ngapain ngawasin?"
Kini Hera menatap Yuji dengan tajam. Dirinya ingin beritahu pria itu bahwa bukan dia yang melakukan hal yang dikatakan oleh Yuji. Dia tak mau juga kehilangan harga dirinya dengan mengikuti wanita yang disukai oleh pria itu.
"Kamu nggak usah pura-pura. Siapa lagi yang ngelakuin hal itu kalau bukan kamu? Dari pabrik, lalu kamu ngawasin? Bukannya dalam kontrak perjanjian kita udah jelas, kalau kita nggak bisa mengganggu privasi satu sama lain?" Yuji bertanya dengan kembali menekankan kepada Hera.
Hera jelas ingat setiap poin yang ada dalam kontrak. sejujurnya ada sedikit luka di dalam hatinya saat diuji begitu membela dan melindungi Res. Hanya saja Hera tak mau menunjukkan perasaannya. Sepertinya ia telah melanggar janjinya sendiri untuk tak jatuh cinta kepada Yuji.
"Sebegitu pentingnya dia buat kamu, sampai kamu ngelakuin hal kayak gini? Marah-marah nggak jelas? "Hera bertanya kepada Yuji. Meskipun mungkin jawabannya akan menyakiti hatinya nanti.
Yuji melirik ke arah Hera. Seharusnya Hera bisa mengerti betapa pentingnya Res, karena ia bisa mengatakan hal seperti ini. Sebelumnya ia tak banyak menuntut ini dan banyak lagi.
"Kamu boleh buat pembangunan pabrik berhenti. Tapi kalau kamu gangguin dia, aku juga nggak segan buat ngehancurin kamu." Yuji berkata kemudian ia hendak berdiri dari kursinya.
"Jadi kamu pikir kamu bisa ngancurin aku?" Hera bertanya kemudian tertawa sinis. Wanita itu menatap karena Yuji yang kini melangkahkan kakinya ke luar ruangan kerjanya. "Gimana kalau yang ngawasin perempuan itu bukan aku? Gimana kalau yang ngawasin itu mungkin aja papi? Hmm? Yang akan hancur siapa? Bukan kamu kan?"
Yuji menghentikan langkahnya, kemudian menatap ke arah Hera. "Kalau itu terjadi. Aku akan kasih tahu ke dia tentang pernikahan kontrak kita. Aku nggak peduli kalau harus masuk penjara atau sebagainya. Aku juga akan bilang kalau Raja itu bukan anak aku. Kamu pikir seberapa kecewanya papi kamu nanti, ketika dia tahu semua rahasianya?" ia kembali melangkahkan kakinya keluar. Tentu saja jika hal itu dilakukan oleh Teo, yang hancur bukanlah dirinya tetapi Res.
Hera telan saliva, jelas saja ia tak ingin kedua orang tuanya tahu mengenai pernikahan kontraknya dengan Yuji. Hera ingin semua hal yang ia lakukan tertutup rapat dan Teo tak mengetahuinya.
Sementara Yuji jelas dibuat jadi ketar-ketir mengenai pernyataan Hera tadi. Karena pemikiran itu sama sekali tidak pernah terlintas di dalam otaknya. Ia jadi ingat tentang perkataan Teo waktu makan malam bersama tempo hari. Apakah itu sebuah ancaman yang menandakan kalau Teo sudah tahu kalau ia memiliki wanita yang ia cintai di Indonesia?
"Tolong jangan ada yang mengganggu saya," kata Yuji kepada Roland.
"Bagaimana dengan rapat Anda tuan?"
"Tiga puluh menit, Saya butuh waktu tiga puluh menit."
Rolan menganggukkan kepalanya mengerti. "Baik tuan."
Yuji masuk ke dalam ruangan kerjanya, lalu mengunci pintu rapat-rapat. Yang ia lakukan pertama kali adalah mengambil ponsel kemudian menghubungi sang istri. Tak lama sampai panggilan diterima.
"Assalamualaikum Mas?"
Hati merasa lega sekali setelah mendengar suara sang istri yang terdengar baik-baik saja. "Waalaikumsalam. Semua di sana oke kan sayang?"
"Oke Mas. Semua baik-baik aja kok. Kamu di sana oke kan?"
"No, aku lagi ada trouble di sini. Masih banyak banget rapat yang harus aku datangin. Aku pengen cepat selesai."
"Yang sabar ya Mas. Aku memang nggak bisa apa-apa, Nggak bisa banyak bantu kamu. Aku cuman bisa doain dari sini Semoga semua kerjaan kamu lancar. Hmm?"
Mendengar sang istri berbicara, membuat Yuji selalu merasa tenang. Res memang selalu bisa membuat perasaannya menjadi lebih baik.
"Res, kamu Nanti pindah ya?" Yuji berkata karena itu yang ada di dalam pikirannya.
"Kenapa?" Tentu saja permintaan Yuji yang tiba-tiba itu membuatnya Res merasa heran. "Istri kamu tahu tentang aku di sini?"
"Kamu istri aku." Yuji menekankan. Karena mendengar itu membuat perasaan diuji merasa sakit sekali.
"Aku nggak ngerti kenapa alasannya dia cari aku. Ada sesuatu antara kalian?" Res bertanya karena ia curiga mengapa sang suami dengan tiba-tiba memintanya untuk pindah dari tempat itu.
Mendengar pertanyaan dari Res membuat Yuji jadi kelabakan sendiri. Tentu saja banyak hal yang terjadi di antara dirinya juga Hera. Dan ia jelas tak bisa memberitahukan itu kepada sang istri. "Nggak ada. Nggak ada apa-apa antara aku sama dia dan nggak boleh ada apa-apa."
"Mas, aku akan stay di sini Mas. Aku nggak mau ke mana-mana lagi. Nggak akan ada yang bisa ganggu aku, selama Allah masih ngelindungin aku. Jangan cemas Ya? Jadi kamu nggak usah terlalu takut. Hmm?" Res mengatakan itu dengan yakin. Lagi pula dirinya sudah nyaman berada di apartemen. Dan mungkin akan sulit jika ia harus pindah ke tempat yang baru lalu menyesuaikan diri lagi.
"Aku cuma nggak mau sesuatu yang buruk terjadi sama kamu." Yuji menekankan.
"Nggak akan ada apa-apa. Aku percaya, enggak akan ada apapun." Res mencoba meyakinkan Yuji bahwa Tak akan ada sesuatu yang terjadi.
Yuji malah semakin cemas. "Res, Hera terus usaha buat bikin aku stay sama dia. Aku takut dia akan aneh-aneh ke kamu. Pindah ya?"
"Kenapa kamu takut mas? Kalau enggak ada apa-apa di antara kalian jangan terlalu cemas. Kamu tinggal tegaskan ke dia. Kalau enggak ada apa-apa diantara kalian, kamu enggak perlu khawatir."
"Masalahnya, orang tua dia engga tau kalau kami nikah kontrak Res." Yuji menekankan lagi.
"Mas, kamu malah buat kesan seolah aku ini simpanan kamu. Sebenarnya, siapa yang benar-benar istri kamu?" Dengar Yuji terus memaksanya membuat Res merasa terluka.
Sementara Yuji merasa apa yang ia lakukan untuk membuat Res menjadi aman. Yuji ingin tak ada yang menggangu istrinya itu. "Semua aku lakukan demi kamu Res."
"Percaya enggak akan ada apa-apa."
"Intan enggak mungkin ke sana dalam waktu yang lama. Siapa yang jagain kamu?"
"Aku enggak punya siapa-siapa selain Allah di sini. Saat suamiku sendiri, enggak bisa ada di sini. Jangan buat aku cemas gini Mas." Res mulai kesal nada bicaranya sedikit meninggi, tapi masih bisa ia tahan.
Yuji jadi makin bingung dan takut, apalagi jika Res marah dan kesal. "Aku akan cari cara buat jaga dan lindungi kamu."
"Mas, lanjut kerjaan kamu. Aku mau sarapan sama ibu. Jangan lupa sarapan dan minum vitamin ya? Hmm? Aku sayang kamu, jangan cemas, jangan bingung. Tenangin diri kamu ya? Assalamualaikum."
Yuji anggukan kepala meski Res tak berada di sana. "Waalaikumsalam," sahutnya tanpa bisa berkata-kata lagi.
Setelah panggilan dimatikan Yuji duduk dan memikirkan cara apa yang bisa ia lakukan. Yuji kemudian mengirimkan pesan pada Intan.
Yuji:
Cari orang untuk awasin Res. Mereka terhubung ke kamu, pastikan spesifikasinya lengkap. Pastikan ibu aman. Jangan ragu untuk lenyapkan, kalau orang suruhan Hera atau keluarganya nyakitin istri saya. Saya percayakan semua ke kamu.
Intan:
Baik Pak.
Sementara itu Res kini duduk di tempat tidur, bagian perutnya menjadi terasa keras karena berusaha menahan emosi sepertinya berimbas pada kehamilannya.
"Bu," panggilnya. "Ibu."
Tak lama Ratih berjalan memasuki kamar. Menatap sang putri yang terlihat pucat. Ia berjalan cepat menghampiri Res. "Kenapa nak?"
"Perut aku keras banget, ngilu rasanya Bu." Res katakan itu dan jelas buat Ratih merasa cemas.
"Tiduran dulu," kaya Ratih kemudian membantu Resha rebah di tempat tidur.
Res menurut ia merebahkan tubuhnya sambil mengusap-usap perutnya yang terasa keras jika dipegang.
"Tenang, ajak bayinya ngomong. Tunggu, ibu bikin teh mau?" Tawar Ratih yang segera dijawab anggukan kepala oleh Res.
Ratih segera berjalan ke luar kamar untuk membuatkan teh manis hangat untuk putrinya itu. Sementara Res melakukan apa yang dikatakan oleh sang ibu. Ia mengusap lembut perutnya.
"Jangan khawatir sayang, ibu enggak apa-apa. Jangan gini ya sayang, hmm? Sehat-sehat dan berjuang sama ibu ya Nak? Nunggu ayah pulang. Jangan cemas sayang, ibu akan lindungin kamu dari semua hal yang akan nyakitin kita ya? Jangan cemas sayangnya ibu." Res katakan itu agar sebagai cara untuk menguatkan hatinya juga.
Tak lama Ratih kembali membawa teh manis hangat yang sudah ia buat. Res dibantu duduk dan bersandar pada kepala tempat tidur. Kemudian meneguk teh manis buatan sang ibu.
"Minum dulu, yang banyak." Ratih berkata sambil mengusap-usap bahu putrinya. "Habis itu atur napas Nduk."
Res meneguk teh buatan sang ibu. Sudah lebh baik meskipun masih terasa kencang Skali perutnya. Ratih juga mengusap-usapnya bagian perut Res. Jelas saja ia cemas dengan keadaan keduanya. Ratih menatap ke arah Res yang tengah memejamkan mata sambil mengatur napasnya.
"Kamu bernatem sama Mas mu?" Tanya Ratih curiga karena tadi Res sebelumnya pamit untuk menerima panggilan dari Yuji.
Res gelengkan kepala. Ia tak merasa tadi adalah sebuah pertengkaran. Hanya Yuji saja yang bersikap berlebihan menurutnya. "Enggak bernatem Bu, cuma mas aja yang lebay. Cemasnya kebangetan."
"Iya dia kayak gitu kan, tandanya sayang sama kamu kan?" Ratih Coba menenangkan Res. Ia tak ingin perasaan Resha jadi terlalu cemas dan menggangu kesehatan janinnya.
Res anggukan kepala ia mengerti kalau Yuji menyayanginya dan. "Iya Bu."
"Yaudah, kamu istirahat dulu. Jangan mikir aneh-aneh ya." Ratih lalu menyelimuti Res seraya menepuk-nepuk tubuh putri kesayangannya itu. Sementara Res genggam tangan Ratih. Entah bagaimana jadinya jika tak ada Ratih di sini saat ini. Entah bagaimana kacaunya ia saat ini karena kegamangan yang tengah dilanda oleh Yuji.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top