19
Hera berdiri di dekat ruang informasi. Wanita itu sengaja menunggu Yuji, agar mereka bisa pulang bersama. Sejak mengetahui sang suami kontraknya itu memiliki kekasih lain, entah mengapa perasaan Hera jadi sedikit tak terima. Bukankah selama beberapa tahun ini dirinya yang selalu saja bersama dengan Yuji? Lalu mengapa Yuji malah memilih wanita lain dibandingkan dirinya?
Pertanyaan demi pertanyaan perlahan berkutat di dalam otaknya. Seharusnya ia tak terpengaruh karena itu kan? Toh selama ini hubungan mereka pun hanya sebatas kontrak perjanjian.
Keduanya memang pernah melakukan hubungan intim beberapa kali. Hanya untuk saling memenuhi hasrat dan saat itu pun Yuji menggunakan pengaman. Jadi pada dasarnya Yuji itu memang sudah berpengalaman.
"What are you doing here?" Yuji bertanya mengejutkan Hera yang sempat melamun.
Hera menoleh dengan sedikit terkejut. Wanita itu kemudian menatap ke arah Yuji Dan tersenyum, lalu bergerak merapikan kemeja yang digunakan oleh sang suami. "Tentu saja aku nungguin kamu," jawab wanita itu kemudian menggandeng tangan Yuji dan melangkahkan kakinya untuk menuju mobil miliknya yang sudah menunggu.
"Mobil aku ke mana?" Yuji bertanya heran. Ia tak melihat mobilnya di parkiran utama.
"Aku tadi minta sopir kamu untuk pulang. Karena hari ini kita akan pulang bareng."
Yuji sebenarnya ingin sekali marah. Malas sekali karena harus pulang bersama. Jika bersama dengan Hera, ruang geraknya sangat terbatas. Seharian tadi, pria itu sibuk dengan segala rapat dan pertemuan yang harus ia datangi. Kemudian mengecek beberapa dokumen untuk rapat besok.
Yuji berpikir, bisa menghubungi Res dalam perjalanan. Seharian tak bisa menghubungi, karena terlalu sibuk dan berpikir saat pulang nanti akan sedikit memutar arah untuk memperlambat waktu tempuh.
Dan tentu saja kini harapan Yuji sirna. Pria itu tak bisa menghubungi Res bahkan hingga sore ini. Hal ini jelas membuat Yuji merasa gelisah dan itu ditangkap oleh Hera.
"Apa kamu mau kita makan malam di luar dulu?" Hera bertanya kepada Yuji masih berusaha untuk mencari atensi dari pria itu.
Yuji menggelengkan kepalanya. Ia hanya melangkahkan kaki ke luar, rasanya ingin segera pulang dan membersihkan diri. Sungguh merasa malas bersama Hera seperti ini.
Mereka masuk ke dalam mobil. Yuji memilih duduk dengan sedikit menjauh. Hera sibuk dengan majalah baru yang ia beli tadi pagi dan belum sempat dibaca. Majalah model selalu jadi pilihannya sebagai penyalur hobi dan kesukaannya yang menyukai dunia model.
Hera menatap pada sang suami yang kini memejamkan mata. "Mau ke suatu tempat dulu? Kamu mungkin mau beli sesuatu?'" tanya Hera yang sepertinya ingin membuat waktunya bersama dengan Yuji berlangsung dengan lebih lama.
Yuji membuka matanya kemudian ia menatap dengan dingin ke arah sang istri. "Langsung pulang aja, kasian Raja kalau harus nunggu lagi,' jawab Yuji lalu ia memejamkan matanya lagi.
Hera hela napasnya agak kesal sebenarnya, karena diperlakukan dengan dingin seperti ini. Namun, ia memilih untuk membiarkan sang suami bersikap seperti itu. Setidaknya, sampai saat ini. Setelah itu keduanya melanjutkan perjalanan dalam diam. Tak ada yang dibicarakan karena Yuji berpura-pura tidur.
Sementara itu sore ini Res masih berada di restoran milik Jun. Sejak tadi ia membantu memotong-motong sayuran dan juga mengambil bahan masakan. Melakukan kegiatan seperti ini membuat dirinya merasa senang karena ada hal yang ia kerjakan selain berdiam, menonton TV dan juga makan.
Restoran itu sengaja ditutup sekitar pukul empat sore. Membiarkan para pekerja untuk beristirahat sejenak dan juga pergantian shift kerja. Sebelum memulai ronde kedua yaitu saat makan malam, mereka semua berkumpul di belakang untuk mengisi tenang menikmati santapan yang sudah dibuat oleh Sarpin.
"Mbak Res ini suaminya ada di mana?" tanya Yah sambil mengunyah makanan miliknya.
"Ada di Singapura Bu." Res menjawab, ia tak ikut makan hanya menemani dan saling berkenalan.
"Saya dulu waktu ada di Korea, juga suka sedih kalau mikirin istri saya di Indonesia sendirian. Jadi waktu itu istri saya bikin kegiatan sendiri Mbak. Jualan gado-gado, Terus baru-baru kemarin itu saya bilang suruh jualan toppoki. Alhamdulillah laku. Tapi, akhirnya diajak mas Jun ke sini." Sarpin menceritakan mengenai kisahnya dulu.
Yah menepuk-nepuk bahu Res. "Kalau jauh sama suami itu harus sabar mbak. Memang harus percaya sama setia kuncinya."
Resha menganggukkan kepalanya. Ia setuju dengan apa yang dikatakan oleh Yah. Bawa yang penting dalam sebuah hubungan itu adalah sebuah kesetiaan dan juga kepercayaan. Meskipun hal itu sepertinya sulit sekali dilakukan oleh Yuji.
"Kalau saya sih, percaya sama dia aja Bu. Cuma kadang memang suami saya itu cemburuan banget."
"Itu wajar Mbak. Namanya juga jauh- jauhan. Nanti kalau datang tinggal sayang- sayangan." Yah jelaskan lagi.
Sementara itu Jun menatap pembicaraan keduanya. Lebih tepatnya menatap kepada Res yang memerhatikan sekali obrolan antara dirinya dan juga Yah dan Sarpin.
"Iya Bu, Terima kasih karena udah mau berbagi sama saya." jawab Res. Ia merasa mendapatkan masukan lain tentang hidup berjauhan dengan suaminya. Dan percaya kalau hubungannya dengan Yuji bisa bertahan seperti hubungan Yah dengan Sarpin.
"Kalau ada apa-apa cerita aja. Kalau butuh teman boleh hubungin ibu." Yah mengatakan lagi. Dirinya sangat mengerti di kehamilan muda seperti ini akan sangat sulit. Semua karena perubahan hormon yang terjadi.
Res menganggukan kepalanya, sepertinya tawaran itu cukup menghibur dan memang ia butuhkan.
"Nanti kan aku bakal balik ke sini lagi buat bantuin ibu. Jadi kayaknya aku bakal banyak cerita deh," kata Res.
Jun sejak tadi menatap tanpa jeda. Dirinya senang sekali melihat interaksi di antara Res dengan yang lain. Sarpin bisa melihat itu. Pria itu lalu dengan sengaja terbatuk membuat Jun menoleh.
"Sakit pak?" tanya Jun.
"Enggak Mas. Keselek aja."
Jun memberikan segelas air minum kepada Sarpin.
"Diminum dulu pak biar nggak batuk," kata Jun.
Setelah itu mereka yang ada di sana menghabiskan santapan. Pukul 05.00 nanti restoran akan dibuka lagi dan akan sangat ramai sampai jam makan malam.
"Res kamu mau pulang?" tawar Jun. Pria itu merasa kalau sudah cukup larut malam dan sebaiknya kalau Res kembali pulang.
"Iya Mas."
Setelahnya keduanya berpamitan. Res berpamitan pada Yah dan juga Sarpin. Hari ini mendapatkan pengalaman baru dan juga masukan yang sangat bermanfaat untuk dirinya.
Jun tak lupa membawakan Res beberapa menu agar ia bisa jadikan santapan malam. Juga beberapa buah- buahan yang pasti akan sangat baik untuk wanita yang tengah mengandung.
Keduanya kini dalam perjalan menuju apartemen Res. Malam hari jalanan cukup padat karena waktunya para pekerja untuk pulang.
"Mas ku boleh kan bantuin kerja?"
"Kamu hamil lho. Aku justru cemas karena kehamilan kamu." Jun berkata sambil sibuk dengan kemudinya.
"Aku seneng ngobrol sama Bu Yah sama Pak Sarpin. Jadi enggak kesepian Mas," kata Res lagi.
Jun terdiam kemudian berpikir. "Kamu bilang dulu suami kamu Res. Kalau dia boleh dan ijinkan, mas akan kasih satu tempat buat kamu, enggak di dapur. Di kantor aja jangan sampai kamu kecapekan." Jun katakan itu.
Res jelas tau betul kalau ia bicara pada sang suami pasti akan ada penolakan. Dan kali ini rasanya ia tak mungkin mengatakan keinginannya pada Yuji.
"kerjanya berapa lama Mas?" tanya Res.
"Bantuin aku input data- data barang aja. Aku masih lakuin itu sendiri. Kamu bisa kerja tiga sampai empat jam. Kecuali awal setiap awal bulan dan akhir tahun."
Res memikirkan apa yang dikatakan oleh Jun. Rasanya tak akan ada masalah. Lagipula tak akan lama, karena rasanya menyenangkan ketika bisa berkumpul dengan banyak orang seperti tadi. Yah dan Sarpin menasihatinya layaknya orang tua, membuatnya jadi lupa akan rasa cemas yang ia rasakan.
"Aku kabarin nanti ya Mas, tapi jujur aku seneng ada di sana bisa kumpul sama yang lain.
"Kalau kamu mau main, ya tinggal bilang ke aku. Nanti aku bisa jemput kamu ya?' Jun menawarkan. Karena ia ingin membuat Res merasa senang.
Setelah tiba di depan apartemen, Res segera melangkahkan kakinya berjalan turun. Ia berdiri di depan pintu masuk sampai mobil Jun menghilang dari pandangannya. Setelahnya, ia berjalan masuk sambil membawa kotak berisi menu dari resto milik Jun.
Res menghentikan langkahnya ketika ia melihat seseorang yang berdiri di depan pintu masuk.
"Maaf, Bapak siapa ya?" tanya Res ketika berjalan mendekat pada pria paruh baya tersebut.
Pria itu menatap dengan bingung. "Maaf ini benar apartemen Yuji?'' tanyanya.
Sekilas saja kini Res tau siapa pria tersebut. "Pak Andre ya?' tanya Res.
"Betul, ini benar apartemen Yuji?" tanya pria itu,
Itu adalah ayah kandung Yuji dan Yudha. Tanpa dikatakan pun, sudah jelas terlihat kemiripan di antara keduanya.
Res tersenyum kemudian mencium tangan pria itu yang kini menatap dengan tatapan bingung.
"Betul Pak."
"Maaf kamu ini siapa?" tanya Andre.
Res terdiam, sang ayah mertua pasti tau kalau istri Yuji adalah Hera. "Saya pembantunya Pak, kebetulan Pak Yuji bayar saya untuk bersih- bersih dan jaga rumah." Res menjawab.
Res lalu membuka pintu masuk, mempersilahkan pria itu masuk ke dalam. Andre mengikuti langkah Res, berjalan dengan tongkat dengan gemetar. Res membantu langkah Andre. Kemudian ia membawa duduk di ruang tamu.
"Mau teh manis ya Pak? Sudah makan?" tanya Res.
Andre gelengkan kepala. "Bapak ke sini dari sore tadi, hubungi Intan tapi enggak dibalas," jawabnya.
"Maaf ya pak, saya ada urusan tadi. Tunggu sebentar ya Pak," kata Res lalu berjalan ke dapur.
Res membuatkan teh manis, lalu menyajikan makan malam untuk sang ayah mertua. Hatinya senang karena bisa bertemu dan melayani seperti ini. Meski Andre mengenalnya sebagai pelayan, bukan menantu. Kemudian ia membawa santapan ke ruang tamu.
"Kebetulan saya tadi di bawain teman lauk Pak. Ayo dimakan," kat Res mempersilahkan.
Andre anggukan kepala setelahnya meneguk teh miliknya. "Tehnya enak, mantep, seger. Biasanya bapak ke sini suka beresin rumah ini. Sama isi- isi kulkas sama Intan. Bapak boleh minta nomer kamu?"
Res anggukan kepalanya, lalu Andre mengambil ponsel miliknya dan keduanya bertukar nomer ponsel. Res senang sekali meski ada sedikit rasa sakit kini. Awalnya ia merasa baik- baik saja. Namun, jika diingat, rasanya miris juga karena Andre tak mengetahui kalau ia adalah menantunya juga.
"Bapak kesini naik apa?" tanya Res.
"Online. Tadi minta tolong adik tirinya Yuji pesankan online dari rumah. Nanti mau pulang, bapak telepon lagi buat dipesankan." Andre memberitahu sambil menyantap nasi dengan daging bulgogi pemberian Jun.
"Nanti pulang biar diantar Pak Boris ya Pak. Kalau mau ke sini, telepon saya ya? Nama saya Resha, Mas- eh, Pak Yuji kalau manggil saya Res."
Andre anggukan kepalanya. Keduanya larut dalam obrolan ringan. Res banyak bertanya mengenai Yuji. Menurut sang ayah, Yuji sejak dulu memang terkenal berprestasi terutama di bidang seni terutama musik.
"Makannya dia sempat buat band. Cuma berhenti sejak dia nikah sama Hera. Sekarang mereka punya anak satu, namanya Raja," kata Andre. Ia kemudian mengambil ponsel, memperlihatkan foto Yuji bersama Hera dan Raja.
Yuji mengenakan pakaian formal, Hera cantik sekali dengan gaun berwarna putih, juga Raja yang mengenakan pakaian formal. Ketiganya terlihat begitu bahagia duduk di kursi sambil tertawa.
Jujur saja, perasaan Res benar-benar terluka. Hatinya terasa seperti teriris sembilu.Hanya ia coba tersenyum tenangkan hatinya sendiri. Sadar diri akan posisi. Ia yang hanya istri kedua.
Setelah mengobrol, Res segera menghubungi Boris. Seperti apa yang dikatakan oleh Intan bahwa Yuji telah menyiapkan sopir. Dan tak ada salahnya kan kalau ia meminta untuk mengantarkan Andre.
"Terima kasih ya Neng, semoga sehat. Kamu sudah menikah?" tanya Andre.
"Sudah Pak, alhamdulilah saya lagi hamil. Doain ya pak, supaya sehat dan selamat sampai kelahiran," kata Res lagi pada Andre.
"Bapak akan doakan kamu dan anak kamu sehat dan keluarga kamu selalu diberikan kebahagian oleh Allah," ucap Andre mendoakan sang cucu dan menantunya tanpa ia sadari.
Res senang hanya dengan doa ringan yang terucap dari bibir ayah mertuanya. Meskipun Andre tak tau bahwa ia adalah anak mantunya. Hanya saja doa akan selalu sampai pada tujuannya kan?
"Hati- hati ya Pak."
"Makasih ya nak, buat teh dan makanannya enak sekali." Andre ucapkan itu.
"Sama- sama Pak." Res kembali mencium tangan Andre.
Andre menganggap Res melakukan itu sebagai bentuk sopan santun. Ia merasa senang sekali karena Res begitu sopan padanya. Andre lalu masuk ke dalam mobil sebelum akhirnya melaju meninggalkan apartemen.
Res kembali berjalan masuk. Senyumnya hilang, bahunya melemas, berjalan dengan malas kembali ke apartemennya. Rasanya sakit sekali jika ia ingat bagaimana bahagianya Yuji bersama Hera. Tapi, bukankah ini sudah jadi pilihannya?
Ia masuk ke dalam, mendengar suara ponsel lalu dengan malas menerima.
"Assalamualaikum," sapanya.
"Waalaikumsalam, kamu tidur? Mas ganggu ya?" tanya Yuji tak enak.
"Enggak kok," jawab Resha malas. Ia kemudian duduk di sofa seraya merebahkan tubuhnya.
"Kamu sehat kan sayang?"
"Sebat Mas," jawab Res malas.
Rasanya jadi buruk setelah ia mengingat kembali bagaimana foto yang ia lihat tadi. Betapa bahagia senyum yang ditunjukkan oleh Yuji dan juga Hera bersama anak mereka. Bukankah hal wajar kalau ia cemburu?
"Mas."
"Ya? Kenapa? Hmm?"
"Tadi ayah kamu ke sini." Res memberitahu.
"Bapak? Kamu tadi ketemu sama dia? Kamu bilang apa? Kamu bilang kalau kamu istri aku kan?"
"Aku nggak mungkin bilanglah kalau aku istri kamu. Lagian kan Bapak tahunya istri kamu itu Mbak Hera Bukan Aku." Resha katakan itu.
"Kamu seharusnya bilang aja dan jelasin semuanya."
"Kamu nyuruh aku yang jelasin? Kok kamu aneh sih Mas? Harusnya nanti kamu yang jelasin langsung ke bapak." Res merasa kalau Yuji benar-benar keterlaluan dengan memintanya menjelaskan perihal status hubungan mereka.
"Bapak sudah tahu kalau aku mungkin bakal cerai sama Hera. Aku bilang rumah tangga kami nggak baik." Yuji menjelaskan kepada Resha alasan mengapa ia meminta untuk memberitahu kalau dia adalah istrinya.
"Setelah aku bilang ke bapak kamu, menurut kamu yang ada di dalam pikirannya dia apa? Yang pasti dia bakal nuduh aku jadi perusak rumah tangga kalian. Tadi dia juga tunjukkan betapa bahagianya foto kamu sama istri dan anak kamu." Resha katakan itu dan nada suaranya berubah menjadi semakin sedih.
"Itu cuman foto. Kamu jadi bad mood gara-gara foto itu? Aku memang harus terus akting untuk terlihat bahagia karena itu ada dalam kontrak perjanjian kami berdua."
Resha tak menjawab apa yang dikatakan oleh suaminya itu ia memilih untuk diam karena tak mengerti dengan perasaannya saat ini.
"Terus kamu bilang apa ke bapak? Kamu ngakunya siapa?"
"Aku bilang kalau aku pembantu kamu Mas," jawab Resha.
"Astaghfirullah! Kamu istri aku lho Res! Masa kamu jawab kayak gitu sih? Res, kamu bisa jawab hal lain bisa jawab Kamu saudaranya Intan atau apa. Kenapa harus jawab kamu pembantu aku?" Yuji kesal karena sang istri malah mengatakan kalau dia adalah seorang pembantu.
Res hela napas, berusaha menahan emosinya sendiri sejak tadi ia tahan. "Terus menurut kamu aku harus jawab apa lagi? Kalau aku jawab saudaranya Mbak Intan juga aku tetap seorang pembantu kok. Hmm? Aku nggak apa-apa Mas. Aku senang bisa ketemu sama bapak meskipun dia belum tahu kalau aku adalah menantunya. Aku ngantuk Mas, mau tidur, Assalamualaikum." Res selalu mematikan panggilan tak peduli dengan reaksi yang diberikan oleh Yuji yang terdengar memanggilnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top