12
Yuji saat ini masih berada di ruangan. Sudah sejak beberapa hari yang lalu orang tua Hera berada di rumah. Pria itu semakin tak memiliki waktu untuk menghubungi Res di Indonesia. Setiap waktu ada saja hal yang harus ia kerjakan, karena harus menemani Ayah mertuanya. Teo sangat menyukai Yuji, dan membuat pria paruh baya itu betah berlama-lama mengobrol dengan menantu laki-lakinya.
Dan itu membuat Yuji sedikit depresi. Dirinya Bahkan tak bisa menghubungi Res melalui panggilan video. Kecuali saat ia di kantor dan tak memiliki waktu banyak untuk itu. Kini ia juga tengah menimbang, apakah harus membawa Res ke Malaysia atau Singapura? Yang jelas, ia benar-benar membutuhkan sosok sang istri di dekatnya.
Hari ini sengaja mengatakan kalau akan pulang lebih larut karena memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan. Kini pria itu masih duduk di kursi kerja. Setelah memastikan lingkungan sekitar ruangannya sepi, Ia memutuskan untuk menghubungi Res melalui panggilan video.
Tak lama sampai panggilan itu diterima, menunjukkan sosok Res yang kini tengah merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Resha terlihat dari layar ponsel Yuji sedang tersenyum seraya melambaikan tangannya.
"Assalamualaikum Mas."
"Hai, waalaikumsalam. Kamu lagi tidur ya?"
Resha menganggukan kepalanya. "Kamu kan tahu, aku udah jadi pengangguran. Hari ini bantuin ibu di kebun. Dan aku capek banget, jadi aku istirahat tadi habis salat magrib."
Yuji jadi merasa tak tega karena telah membangunkan wanita kesayangannya itu. "Maaf ya, aku malah jadi gangguin kamu."
"Jangan ngomong gitu mas. Aku kangen banget sama kamu. Memang nungguin kamu video call." Resha katakan, karena ia sendiri merasa kalau Yuji lama sekali tak menghubunginya melalui video call. Hal itu membuat dirinya menjadi rindu sekali.
Yuji terdiam, bingung sendiri bagaimana harus menjelaskan kepada Res mengenai apa yang terjadi kini. Sementara itu Resha menatap sang suami dari layar ponsel terlihat benar-benar berbeda. Rambutnya ditata rapi dengan setelan jas lengkap. Resha seperti melihat sosok yang berbeda di diri suaminya itu.
"Aku masih sibuk di sini," kata Yuji. Ia tak ingin menceritakan semua kepada Res saat ini. Dalam hati telah berjanji akan mengatakan semuanya ketika mereka bertemu nanti.
"Aku ngerti kok. Yang penting kamu jaga kesehatan dan jangan lupa makan, dan minum vitamin ya?" Resha mengingatkan sang suami untuk menjaga kesehatan tubuhnya dengan baik. Bentuk kasih sayang yang ingin ia berikan sebagai seorang istri. Dan hanya itu yang bisa ia lakukan saat itu.
Anggukan kepala menjadi sebuah janji yang diberikan oleh Yuji atas kata-kata sang istri tadi. Senang diperhatikan, karena Res memang selalu perhatian sejak dulu. Sejak mereka bertemu melalui aplikasi itu. Dan perhatian yang diberikan Resha yang membuat Yuji jatuh cinta.
"Aku kangen banget sama kamu. Aku mau peluk kamu. Aku mau saat aku bangun tidur aku lihat kamu."
Res tersenyum, ia mengerti sekali karena itu juga adalah hal yang ia rasakan saat ini. "Sabar ya Mas. Aku tahu dua tahun itu mungkin kedengarannya lama sekali. Tapi nanti kalau kita udah jalanin, pasti terasa cepat. Hmm?"
Tentu saja Res sudah membayangkan Bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga yang normal bersama dengan Yuji. Wanita itu membayangkan hidup menjadi seorang istri yang biasa. Saat bangun pagi, kemudian membuatkan suaminya sarapan, juga minuman. Res tak memiliki impian yang muluk-muluk, ingin bisa hidup bersama Yuji dengan baik. Mengantar Yuji berangkat bekerja Kemudian bertemu di sore hari. Res tak pernah membayangkan hal-hal yang terlalu wah. Karena ia hanya ingin bersama Yuji saja.
Hanya saja, miris saat ini. Resha belum mengetahui bahwa ia butuh waktu lebih lama untuk merealisasikan keinginan. Butuh perjalanan yang lebih lama lagi untuk itu. Yuji terdiam ada rasa bersalah di dalam dirinya karena tak bisa memberitahu apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Ia itu hanya bisa terdiam. Seraya merasakan sesak di dadanya.
"Mas?" sapaan Resha menyadarkan Yuji.
"Echa-nya Mas Yuji. Apapun yang terjadi Mas minta tolong kamu buat bertahan ya? Ada beberapa hal di sini yang jadi hambatan. Tapi, Kamu jangan terlalu khawatir."
Res terlihat menatapi Yuji dengan penuh rasa penasaran atas ucapan Yuji barusan. "Ada apa mas? Ada sesuatu yang kamu sembunyiin dari aku ya?"
Yuji gelengkan kepala. 'Nggak ada apa-apa cuma ada masalah sedikit di perusahaan. Aku mungkin akan ada di sini dalam jangka waktu yang cukup lama. Ada beberapa hal yang benar-benar harus aku handle dengan baik. Jangan marah atau kecewa sama aku hmm?"
Res anggukan kepalanya. Tak mungkin jika tak kecewa, ia hanya akan berusaha tak terlalu banyak menuntut. "Aku percaya sama kamu."
Dalam hati Yuji merasa senang, karena sang istri tak terlalu kecewa kepadanya setidaknya itu yang ia lihat saat ini. Sementara Resha terus menatap kepada Yuji. Dan itu membuat Yuji menjadi penasaran, mengapa sang istri terus saja menatap seperti itu.
"Kamu kenapa ngeliatin aku kayak gitu?" tanya Yuji.
"Aku lihat kamu sekarang itu beda banget Mas. Biasanya kamu pakai kemeja yang digulung lengannya, rambut kamu juga biasanya berantakan, sekarang kamu rapi dan seribu kali lebih ganteng." Perkataan yang diucapkan dengan senyum kagum. Dalam hatinya merasa jarak yang jauh sekali. Dirinya hanya gadis biasa, sementara Yuji terlihat luar biasa.
Yuji menatap dirinya dari layar ponsel. Biasanya ia memang merubah dirinya jadi sedikit lebih terlihat berantakan, melepas aksesoris mahalnya. Namun kali ini, berpikir Resha sudah mengetahui jati dirinya, ia memilih untuk merubah penampilannya sebelum menghubungi Res.
Pria itu kemudian meletakkan ponsel di meja, ia melepaskan kancing kemeja yang digunakannya lalu sedikit mengacak rambutnya agar terlihat lebih berantakan. Tak lupa ia juga melepas kacamata yang digunakannya.
"Udah kelihatan kayak Yuji yang kamu kenal?"
Res tertawa, "Kenapa kamu lepas?"
"Aku mau kelihatan kayak suamimu yang kamu kenal. Udah seperti itu belum?" Yuji bertanya lagi memastikan bahwa ia terlihat seperti seorang yang dikenal oleh Res.
Resha anggukan kepala. "Sudah seperti Mas Yuji, suami aku."
Resha menjawab, dan tentu saja jawaban seperti itu membuat Yuji merasa senang sekali. Mungkin terlihat berlebihan. hal itu benar yang ia rasakan. Bahwa saat ini merasa bahagia, bahkan dengan sebuah kata-kata sederhana dari Res yang mengatakan kalau Yuji adalah suaminya.
Setelah mematikan panggilannya, Resha menatap pada dua buah koper yang tengah ia persiapkan. Res akan ke kota meski tanpa persetujuan Yuji. Res lalu berjalan ke luar kamar melihat sang ibu yang tengah sibuk merapikan meja makan.Sepertinya sang ayah baru saja selesai makan malam.
"Kamu jadi berangkat lusa Cha?" tanya ratih sejujurnya cemas dengan kepergian resha.
res angukan kepalanya sambil kemudian membantu sang ibu merapikan meja makan. "Jadi bu." jawabnta.
"Dijemput sama sepupunya Yuji yang kemarin?" tanya Ratih lagi.
Res terdeiam sejenak lalu gelengkan kepalanya. Ratih jelas jadi semakin was- was. Apalagi tau betul. putrinya itu baru kemarin itu ke kota.
"Terus gimana? Emang boleh sama mas mu?" tanya Ratih.
"Aku udah bilang Mas Jun Bu. Dia janji mau jemput." Res menjawab ia memang sudah menghubungi Jun dan meminta tolong untuk menjemput.
"Jun? Juniar? Saudarnya Indah?" tanya Ratih lagi yang dijawab annggukan oleh Res. "Terus, emang Mas mu ijinin kamu?"
Res gelengkan kepalanya. "Karena In- eh, Hera enggak bisa jemput, Mas enggak kasih ijin," jawab Res.
"Lah kok kamu masih nekat ke sana Nduk?" tanya ratih bingung.
"Aku mau bantu Mas, kalau aku dapat gaji, kan enak Bu. Aku bisa bantu buat nabung." Res beralasan.
Ratih hela napas, mengerti kalau Res ingin membantu keuangan keluarga kecilnya. "Ibu ngerti pasti Mas mu itu harus kerja keras lagi ngumpulin uang setelah kemarin kelar uang banyak untuk pernikahan kalian. Tapi, kalau ada apa- apa kamu harus hubungi ibu atau bapak ya Nduk?"
Res anggukan kepala sambil mengamati sang ibu yang tengah memotong- motong bawang dan itu membuatnya mual. "aku ke kamar dulu ya Bu," pamit Res lalu berjalan cepat meninggalkan dapur
Setelah menghubungi istrinya itu, Yuji memutuskan untuk segera kembali ke rumah. Sekitar satu jam ia habiskan untuk berbicara dengan Res mengobati rasa rindu karena selama beberapa waktu ke belakang tak bisa melihat wanita itu.
Pria itu berjalan masuk ke dalam rumah setelah mobil berhenti di depan rumah. Belum masuk ke dalam terdengar sebuah langkah kaki cepat berlari menghampiri. Siapa lagi kalau bukan Raja yang berlari mengejar kedatangan sang ayah. Anak kecil itu lalu memeluk Yuji, terlihat bahagia sekali melihat sang ayah sudah kembali. Yuji segera menggendong putra tirinya itu.
"Papi ke mana sih? kok lama banget pulangnya?" Raja bertanya, kemudian ia menggembungkan pipinya, ia merasa kesal karena Yuji yang pulang terlambat.
Yuji mencium wajah putranya itu. Merasa gemas juga dengan tingkah raja Hari ini yang begitu manja padanya. "Papi kan udah bilang ke kamu, kalau Papi pulang terlambat berarti?"
"Papi sibuk di kantor." Anak itu segera menjawab pertanyaan dari Yuji. "Tapi tetep aja aku kan kangen sama papi. I miss you, dari tadi opa juga tanya Papi terus."
Yuji hanya tersenyum kemudian melangkahkan kakinya masuk sambil menggendong raja. Melewati lorong sebelum menuju ke tangga yang akan membawanya ke kamar utama. Di sudut ada sebuah kursi, di sana Teo sedang duduk sambil membaca artikel dari ponsel miliknya. Yuji berjalan menghampiri. Teo terlihat senang sekali melihat kedatangan menantunya itu.
"Kamu baru pulang ya? Sepertinya sibuk banget di kantor?" Teo bertanya kemudian ia mengambil alih raja dari gendongan Yuji.
"I want my daddy," kata raja yang meronta karena kakek merebutnya dari gendongan sang ayah.
"Papi kamu lagi capek Raja. Biarin dia istirahat dan ganti baju dulu terus makan malam." Teo berkata kepada cucunya itu agar Ia mau menurut dan membiarkan Yuji untuk membersihkan diri sebelum ia ingin mengajaknya mengobrol. "Habis kamu mandi dan ganti baju nanti, temuin Papi di ruang kerja ya?"
"Oke Pi," sahut Yuji seraya mengacak rambut putra nya itu. Pria itu lalu melangkahkan kakinya menuju kamar utama meninggalkan Raja bersama Teo.
Yuji melangkahkan kaki dengan cepat menuju kamar Ia juga ingin bergegas membersihkan diri karena merasa sudah kotor setelah seharian bekerja tadi. Masuk ke dalam kamar ada Hera yang kini tengah duduk saya membaca artikel dari majalah kecantikan yang ia pegang. Wanita Itu meliri sekilas kepada Yuji lalu ia kembali menatap pada majalah yang ia pegang.
"Kamu ngapain aja? kok baru pulang sekarang?" Hera bertanya terlihat tanpa melihat Yuji, ia bahkan masih sibuk membolak-balik majalah miliknya.
"Sejak kapan hal-hal yang saya lakukan jadi hal yang harus saya beritahukan ke kamu?" Yuji bertanya sambil melepas dasi dan jas miliknya lalu membawanya ke keranjang pakaian kotor yang berada di sudut kamar.
Hera terkekeh sinis, "cuma tanya. Sensi banget sih?
Yuji melirik lalu memilih tak peduli dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Membersihkan diri dan usaha yang ia lakukan untuk menghilangkan penat yang ia rasakan. Setelah selesai mandi, ia segera berjalan ke luar kamar. Masih ada Hera di sana, membaca artikel dan itu memang kebiasannya.
"Gimana kamu mau dekat sama Raja kalau masih selalu lebih memilih di sini dan baca artikel - artikel itu?" Yuji bertanya sambil memakai T- shit miliknya.
"Healing aku setelah sibuk di kantor." Hera menjawab tak peduli.
"Jangan jadikan keegoisan kamu dengan alasan healing." Yuji katakan dengan sinis.
Hera menatap dengan kesal, malam ini Yuji terlalu bermulut besar dengan apa yang ia katakan. "shut up yout mouth Yuji! Sejak kapan kamu jadi ngatur aku?"
Yuji memilih tak menjawab lalu berjalan ke luar kamar meninggalkan Hera dengan kegiatannya yang ia sebut sebagai healing. Pria itu berjalan menuju ruang kerja. Ia bisa mendengar Raja yang tertawa bersama sang nenek dari ruang tengah.
Yuji mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam ruang kerja dan setelah dapatkan perintah 'masuk' ia segera membuka pintu lalu masuk ke dalam. Berjalan mendekati Teo yang duduk di sofa yang ada di tengah ruangan.
"Perusahan baik semua kan?"
"Alhamdulilah lancar semua Pi, enggak ada hambatan apa- apa di proyek baru juga lancar semua."
Teo anggukan kepalanya, senang karena sang menantu yang sangat bisa diandalkan. "Papi percaya kalau kamu lepas jabatan yang di sini enggak akan masalah kan?'
"Saya harus ke Malaysia lagi Pi?' tanya Yuji.
Teo gelengkan kepalanya lagi, ia punya rencana yang lebih baik daripada itu. "papi ada kerjasama sama teman. Dia punya stasiun Tv, tapi ada sedikit afiliasinya ke politik dia ada ajak papi untuk masuk partai yang dia buat."
"Partai?" tanya Yuji.
Teo anggukan kepalanya lagi. "Iya, dia ajak papi buat join dan coba jadi anggota dewan untuk pemilihan dua tahun lagi."
Yuji anggukan kepalanya, mengerti dengan apa yang dikatakan oleh sang ayah mertua. "jadi papi mau masuk ke ranah politik nih?" tanya Yuji.
"Enggak, papi mau kamu yang jadi Direkturnya di sana di stasiun TV itu. Tanpa harus sepenuhnya terjun ke ranah politik. Karena kamu tau kan di sini saham papi enggak seberapa. jadiin kamu CEO di sini juga dengan bantuan teman direksi. Kalau di sana papi yang pemilik saham terbesar. Kamu mau?" tanya Teo coba menawarkan pada sang menantu.
"Memangnya mulai kapan Pi? Saya takut kurang kemampuan." Yuji takut jika itu tak sesuai dengan bidang yang sudah jadi bidang yang ia kuasai.
Sang ayah mertua malah terkekeh dengar apa yang dikatakan oleh Yuji. "Masih beberapa bulan lagi, masih ada yang harus kita persiapkan. Kamu dulu juga bilang kayak gitu. Nyatanya kamu bisa sampai saat ini kan? Dan justru papi ngerasa, kalau ini yang paling sosok untuk kamu. Karena kamu ada basic dari dunia entertainment," kata Teo yang tau kalau sang menantu dulunya adalah seorang anak band terkenal.
Yuji anggukan kepalanya, "Memang di malaysia atau di sini Pi?"
"Indonesia."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top