PROTEKTIF ATAU POSESIF?
"Yang, udah siap belum?" Al berteriak memanggil Felic saat menunggunya di ruang tengah.
"Iya Say, sebentar lagi," balas Felic menjawab Al dari dalam kamarnya.
Hari ini mereka sama-sama sedang day off, tidak ada jadwal penerbangan. Rencanya mereka akan menghabiskan waktu bersama. Sudah 30 menit Al menunggu Felic. Akhirnya yang ditunggu pun keluar.
"Say, yuk!" ajak Felic berdiri di depan Al.
Al melihat penambilan Felic dari atas hingga bawah. Rambut panjangnya digerai, memakai kaus putih lengan pendek dipadukan dengan rok mini hitam dan high heels dan tas kecil terselempang di bahu kanannya.
"Ada apa sih Say, lihatin aku begitu? Aneh ya? Apa nggak mecing?" Felic memerhatikan dirinya sendiri sambil berputar-putar mencari kesalahan apa yang mebuat Al memerhatikannya sampai melongo.
Al duduk kembali ke sofa. "Kamu ganti bawahanmu, rok itu terlalu pendek. Aku nggak suka orang lain melihat kemulusan kulitmu," kata Al lembut membuat Felic terkikih kecil dan geli melihat wajah cemberut Al.
"Iya, iya, aku ganti deh." Felic kembali ke kamar mengganti rok mininya.
Setelah menunggu, 5 menit kemudian Felic ke luar, rok mininya tergantikan oleh jeans panjang bewarna biru.
"Nah! Kalo begini kan aku nggak khawatir," ucap Al berdiri dari duduknya, melihat Felic di depannya.
"Memangnya kenapa?" Felic menggandeng lengan kekar Al melendotkan kepalanya manja.
"Kamu tahu nggak, setiap aku jalan sama kamu, rasanya aku pengin mencongkel setiap mata lelaki yang melihatinmu seperti macan kelaparan! Sorot matanya penuh nafsu," ujar Al sambil membayangkan saat dia sedang jalan bersama Felic dan banyak pria menatapnya kagum, bahkan ada yang terpesona oleh kecantikan Felic.
"Aku juga sama! Aku nggak suka ya, lihat cewek-cewek memerhatikan kamu dan genit-genit mencuri perhatianmu. Apalagi kalau kita ke mal. Pasti banyak tuh ABG cabe-cabean goceng yang sok-sokan imut cari-cari perhatian kamu. Cih!" cerca Felic menampakan wajah sok jijiknya.
Al terkekeh bidadari burung besinya cemburu.
"Iya, ya, jadi nggak nih kita jalan-jalannya?" tanya Al sambil merengkuh pinggang ramping Felic.
"Jadi dong, udah dandan cantik begini masa nggak jadi sih!"
Al dan Felic berlalu dari apartemen dengan menggunakan mobil sport Ferrari F60 bewarna merah milik Al. 30 menit perjalanan tanpa terkena macet akhirnya mereka sampai di salah satu mal.
"Yang, kamu mau makan dulu atau langsung jalan-jalan?" tanya Al merangkul bahu Felic.
Felic berpikir sejenak. "Kita beli Burger dan minuman buat ganjal perut dulu ya, Say?"
"Oke, kita cari ke sana ya?" Al menunjuk ke salah satu arah di mal itu.
Setelah mendapatkan makanan untuk mengganjal perut, mereka melanjutkan perjalanan menuju loket tiket bioskop. Saat Al dan Felic berjalan dengan canda tawa bahagia, tiba-tiba tidak sengaja Felic ditabrak seseorang yang kelihatannya sedang terburu-buru sambil menelepon.
"Aw!" pekik Felic terkejut minuman yang ia bawa menumpahi bajunya.
"Maaf saya tidak sengaja. Saya buru-buru!" ucap seseorang itu.
Felic masih sibuk membersihkan bajunya dengan tisu, dibantu oleh Al. Orang yang menabraknya terdiam saat melihat wajah Felic. Ia terkagum melihat paras cantiknya. Tidak tahu kenapa hatinya seperti berbunga-bunga, jantungnya berdetak abnormal berdebar-debar tak beraturan. Orang itu tersenyum dan dengan cepat menggeleng menyadarkan diri. Telepon yang masih menempel di telinganya menyadarkannya.
"Iya Ma, sekarang aku pulang!" kata seseorang itu lalu menutup teleponnya. "Saya minta maaf. Saya buru-buru!" ucap seseorang itu kepada Felic, dia belum memerhatikan Al yang masih sibuk membantu Felic membersihkan bajunya.
"Makanya lain kali jalannya yang bener." Felic tampak kesal pada orang itu.
"Iya, saya minta maaf. Saya akan ganti rugi. Berapa pun Mbak minta, saya akan kasih!" ucapnya menyesal.
"Maaf ya Mas, saya tidak butuh ganti rugi dari Anda. Saya hanya berpesan lain kali hati-hati." Felic masih kesal dengan orang dihadapannya itu. Kebahagiaannya dihancurkan dan suasana hatinya menjadi buruk.
Orang itu justru tersenyum manis pada Felic. Senyum maut membuat para wanita yang melihatnya menjadi terkesan. Namun tidak berlaku untuk Felic. Baginya hanya senyum kekasihnyalah yang dapat meluluhkan hati dia.
"Ya sudah yuk Say, kita pulang aja! Udah hancur mood aku," ajak Felic bergelayut manja di lengan Al.
Al tersenyum dan mengacak rambut Felic manja.
"Kami permisi dulu," ucap Al sopan tanpa senyum kepada orang yang menabrak kekasihnya tadi.
Orang itu hanya tersenyum dan mengangguk pasrah membalas ucapan Al, raut wajahnya berubah ketika menyadari wanita yang ia tabrak sudah memiliki kekasih. Al dan Felic berlalu pergi dari mal.
***
"Maaf Ma, nungguin Ali lama ya?" kata Andrian ketika sampai di rumah dan menghampiri mamanya di ruang makan.
"Nggak apa-apa. Mama menyuruhmu datang ke rumah, mau nyampein sesuatu hal yang sangat penting," kata wanita paruh baya itu menatap serius Andrian.
"Hal penting apa, Ma? Soal perusahaan? Semua aman terkendali kok, Ma." Andrian menerka-nerka sendiri.
Resifa Khadafi istri dari Raja Khadafi. Wanita paruh baya yang saat ini duduk di hadapan putra semata wayangnya itu tersenyum penuh arti.
"Bukan itu, Sayang. Ini lebih penting dari itu."
Andrian mengernyitkan dahinya bingung. "Lalu?"
Resifa tersenyum manis. "Mama mau jodohin kamu dengan putri dari rekan bisnis Mama. Kamu tahu kan Pak Rakha Rabbani, yang putrinya saat ini jadi model terkenal itu loh?"
"Iya Ma, Ali tahu. Tapi Ali kan nggak perlu dijodoh-jodohin juga. Ali masih bisa cari wanita yang baik dan yang pasti Ali cinta," bantah Andrian lesu.
"Mama cuma mau punya menantu Bella. Udah cantik, pinter dan nurut sama orang tuanya. Dan yang penting kita bisa bekerja sama dengan Pak Rakha untuk memperluas bisnis kita," kata Resifa dengan mata berbinar dan membayangkan kecantikan calon menantu yang ia idam-idamkan itu.
"Tapi Ma, Ali nggak cinta sama Bella. Ali aja bertemu dengan dia cuma beberapa kali, itu pun kita nggak pernah ngobrol bareng," ujar Andrian membela diri.
"Nggak ada tapi-tapian! Mama sudah atur semuanya. Soal cinta, Mama percaya itu akan datang dengan seiring berjalannya waktu," ucap Resifa tegas. "Mama cuma pengin lihat kamu bahagia."
"Tapi Ma...." Belum Andrian selesai bicara Resifa menunduk dan Andrian tahu jika sudah seperti itu pasti mamanya menangis.
Andrian tidak tega dan pasti luluh saat ibunya sudah mengeluarkan jurus ampuhnya itu.
"Iya Ma, Ali mau menikah dengan Bella," jawab Andrian pasrah membuat Resifa mendongak menatap wajah tanpan putranya sumringah.
"Ali nggak bohongin mama kan, Nak?" tanya Resifa berbinar.
Andrian mengangguk pasrah. "Nggak, Ma. Asal Mama jangan sekali-kali netesin air mata lagi di depan Ali. Ali nggak bisa melihat Mama menangis."
"Iya, Mama nggak akan menangis di depanmu dan tapi jika memang harus menangis, itu pasti air mata kebahagiaan." Resifa menghampiri Andrian dan memeluknya sayang.
***
Felic dan Al sedang terjebak macet. Di tengah perjalanan kota Jakarta yang padat dan panas, suasana hati Felic masih tidak baik, Al memilih untuk diam memberi waktu untuk Felic memperbaiki mood-nya. Tiba-tiba suara ponsel Felic berdering. Felice mengambil di tas selepangannya. Dia melihat layarnya untuk mengetahui siapa yang menelpon. Ia menggerutu tidak jelas setelah mengetahui siapa yang meneleponnya.
"Hm apa?" sahut Felic pada orang yang di sebrang sana.
"...."
"Ya. Tungguin gue di sana!" jawab singkat Felic namun ada perasaan khawatir di hatinya. Orang di seberang menutup teleponnya.
"Siapa yang telepon, Yang?" tanya Al hati-hati takut akan menambah kesal Felic.
Felic menoleh Al dengan wajag malas dia menjawab, "Kita ke rumah sakit dulu ya, Say?"
Al mengerutkan dahinya dan menatap Felic penuh tanya.
"Mau ngapain? Kamu sakit? Atau...." Belum Al menyelesaikan pertanyaannya, Felic menatapnya tajam. Membuat Al mengurungkan niat menuntut jawaban Felic.
Sesampainya di rumah sakit sesuai arahan Felic, dengan terburu-buru mereka berjalan di koridor ruang rawat. Felic menuju ke salah satu ruang dan membuka pintunya.
"Kak! Gimana keadaan lo?" tanya Felic khawatir menghampiri brankar yang ditiduri wanita cantik dengan selang infus menancap di punggung tangan kanannya.
"Sama siapa lo ke sini?" Bukannya menjawab pertanyaan Felic justru wanita itu balik bertanya yang melencong pada topik pertanyaan Felic.
"Ck! Sama pacar gue!" decak Felic. Felic menarik tangan Al agar dia berdiri di sampingnya. "Nih cowok gue, Kak. Namanya Al!" Felic memperkenalkan Al.
Al mengulurkan tangannya menjabat tangan wanita itu dengan tatapan dingin dan wajah datar. "Al."
"Bella," jawab wanita yang tertidur di atas brankar.
Bella tersenyum manis kepada Al dan memerhatikan wajah tampan itu. membuat Felic memutar bola matanya malas. Al hanya menunduk tak suka ditatap begitu.
"Udah lo ngagumin ketampanan cowok gue? Hah!" cibir Felic galak.
"Cakep juga cowok lo, Ly? Boleh dong kapan-kapan gue pinjem buat acara atau nemenin gue pemotretan?" goda Bella sambil menaik turunkan kedua alisnya kepada Felic.
"BIG NO! Enak aja, lo pikir cowok gue pajangan apa?!" pekik Felic sambil mengeratkan pelukan di lengan Al.
Al yang mendengar ucapan Bella melototkan matanya kaget. Dia juga mengelus lembut tangan Felic yang mengunci lengannya erat.
Tawa Bella menggelegar memenuhi ruang rawat.
"Sssssttttt." Felic membekap mulut Bella. "Eh gila lo. Lagi sakit juga ketawa keras-keras," ucap Felic sambil melepas bekapannya pada mulut Bella.
Bella masih tertawa pelan. "Oke, sorry kelepasan."
"Gue mau nemuin dokter dulu," ujar Felic dengan nada kesal membenarkan selimut Bella.
"Ya!" jawab Bella singkat.
"Say, tolong jagain Kak Bella ya? Aku mau nemuin dokter dulu," pamit Felic meminta Al yang sudah duduk di sofa berjarak setengah meter dari tempat Bella berbaring.
Al megangguk dan tersenyum tipis.
Saat Felic ingin membuka pintu, Bella memanggil, "Ly!"
Felic menoleh. "Iya."
"Kamu nggak ngabarin Mama sama Papa kan?" tanya Bella pelan hanya untuk memastikan.
"Nggak, Kak. Tenang aja. Rahasia kakak aman di tangan Ily." Felic tersenyum manis sebelum ke luar untuk menemui dokter yang menangani Bella. Dia berlalu dari ruang rawat Bella.
Suasana di ruangan itu sepi dan hening tak ada obrolan di antara Al dan Bella.
"Lo udah lama deket sama adek gue?" tanya Bella memecahkan keheningan.
"Lumayan," jawab Al datar dan singkat.
"Lumayan apa?" tanya Bella penasaran.
"Lama," jawab Al lagi dengan datar tanpa menoleh Bella.
Ia menyibukan diri membaca majalah otomotif yang tersedia di meja.
"Iiish dasar cowok aneh! Ditanya jawabnya irit banget. Ngomong kan nggak pake tengkulak dulu! Geratis!" gerutu Bella namun masih dapat di dengar Al.
Al hanya terkekeh dalam hati. Itu adalah salah satu sikap yang Al tunjukan kepada wanita lain, selain bundanya dan bidadari burung besinya. Siapa lagi kalau bukan Felic. Hanya dua wanita itu yang dapat melihat senyum terbaik Al.
Felic membuka pintu ruang rawat Bella. Ia berjalan dan menggeser kursi duduk di samping brankar Bella.
"Kak, lo ke sini nyetir sendiri?" tanya dia memasang wajah sok galak padahal dalam hati, Felic sangat menyayangi kakaknya.
"Ya! Gue nggak mau ada orang lain tahu kalau gue sedang sakit. Gue nggak mau dipandang lemah mereka, Ly."
"Tapi lo bisa kan telepon gue? Gue ngerasa nggak dianggep!" Felic mengerucutkan bibirnya ngambek.
"Gue nggak tahu kalo lo libur. Gue tadi tanya sama Tata, dia bilang lo nggak ada jadwal, jadi gue langsung telepon lo deh."
"Makanya lo jangan terlalu cape. Jangan banyak ambil job. Mentang-mentang lagi tenar, lo ambil semua tawaran. Tubuh lo juga butuh istirahat, lo bukan robot. Ngerti nggak lo?" omel Felic.
"Iya bawel! Kapan gue boleh pulang?"
"Habisin nih infus, terus baru lo boleh pulang."
"Gue pulang ke apartemen lo ya? Gue nggak mau pulang ke rumah, sedangkan kondisi gue masih lemes begini. Gue nggak mau Mama khawatir."
"Ya," jawab Felic singkat lantas menghampiri Al yang duduk di sofa.
Felic duduk dan menyandarkan kepalanya manja di bahu Al. Rasa kesalnya yang terjadi di mal sudah menguap dengan sendirinya. Al menoleh menatap wajah Felic yang terlihat lesu.
"Kenapa? Cape?" tanya Al lembut mengelus pipi Felic. Felic hanya menggeleng melingkarkan tangannya di lengan Al.
***
Sore itu Felic membawa Bella ke apartemennya dibantu Al yang memapah Bella. Setelah membaringkan Bella di kamar, dia membuatkan bubur untuk Bella di dapur mininya.
"Yang, aku bantu apa nih?" Al yang melihat Felic kerepotan di dapur langsung menghampiri.
"Kamu bisa kan ngadukin bubur itu?" tunjuk Felic ke panci kecil di atas kompor dengan dagunya. "Aku juga mau masak buat makan malam kita. Sejak pagi tadi kita belum makan. Cuma makan burger doang kan?" ucap Felic sambil memotong bawang bombay.
Al mengangguk-angguk mendengarkan ocehan Felic sambil mengaduk bubur untuk Bella.
"Say, besok pagi sebelum kita ke bandara, mau kan antar Kak Bella ke rumah dulu? Sekalian aku mau kenalin kamu ke Mama sama Papa," tanya Felic memasukkan bumbu ke wajan dan menumisnya.
"Ya Sayang, everithing for you," ucap Al halus membuat hati Felic menghangat dan tersanjung.
***
Pagi-pagi sekali sebelum ke bandara, Al dan Felic sudah berada di di rumah yang luas dan megah. Rumah bernuansa putih abu-abu itu sudah tiga bulan Felic tidak menginjakan kakinya di sana. Dia terlihat bahagia, melihat lelaki dan wanita paruh baya yang sedang duduk di ruang makan. Felic Menghampiri dengan ceria merentangkan kedua tangannya. Al dan Bella mengikutinya dari belakang.
"Pagi Ma, Pa," sapa Felic ceria.
"Ily," pekik Zahra.
Felic menciumi pipi Zahra dan Rakha bergantian. Tiba-tiba Rakha menjewer telinga Felic, walau tidak keras namun tetap membuat telinganya memerah.
"Aw, aw, aw, Papa sakit," rengek Felic mengerucutkan bibirnya sambil mengusap-usap telinga yang merah karena jeweran Rakha.
Bella dan Zahra terkikik melihat ulah Rakha pada Felic. Sedangkan Al hanya bengong dan heran. Kenapa telinga kekasihnya dijewer? Pikir Al.
"Kenapa kemaren lusa kamu tidak pulang?" tanya Rakha.
"Maaf Pa, Ily ada penerbangan. Posisi Ily di Batam."
"Kamu tahu kan acara makan malam kemarin itu sekaligus membahas rencana lamaran untuk Kakak kamu?"
"Iya Pa, Ily tahu." Felic menunduk menyesal tidak dapat menghadiri acara makan malam penting keluarganya.
Rakha menoleh ke arah Al dan memandagnya kagum dari atas hingga bawah. Dia gagah memakai Pakaian Dinas Harian putih berdasi hitam sesuai almamater perusahaan serta bar garis 4 di kedua bahunya. Begitu pun Zahra melakukan hal yang sama seperti suaminya. Senyum tersungging di bibir mereka. Al membalas senyum termanisnya dan memberi hormat, dengan menganggukan kepalanya.
"Ehem! Udah mandangin pacar Ily?" tanya Felic membuyarkan kekaguman mereka.
Rakha tersenyum dan menghampiri Al yang berdiri di ambang pintu ruang makan.
"Siapa nama kamu, Nak?" tanya Rakha menyentuh bahu Al.
Al mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri, "Saya Muhammad Azka Al Ghazali, Om."
Rakha tersenyum penuh arti.
###########
Terima kasih untuk vote dan komentarnya. Bom part hari ini ya? Heheheheh
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top