MIMPI BURUK
Ini adalah mimpi terburuk disepanjang hidupnya. Dia tidak menginginkan mimpi ini hadir sampai di bunga tidurnya.
Mendung menyelimuti langit kota Surabaya. Guyuran hujan tidak juga reda, seakan dia ikut menangis menghantar kepergian orang yang terkasih. Wanita dengan perut besar tersungkur di sebelah tubuh yang sudah kaku dan pucat. Semua larut dalam duka yang mendalam. Tangis memilukan terdengar menguasai ruang tengah rumah duka itu.
"Bangun, Sayang!!! Aku mohon jangan tinggalin aku." Wanita itu mengguncang raga lelaki yang dicintainya. "Kamu janji akan selalu ada untukku. Kita akan hidup bersama di sini, bersama Bunda. Tapi mana janjimu, Sayang?!" Dia terus mengguncang tubuh yang sudah kaku dan dingin itu. "Buka mata kamu! Aku sudah di sini! Ayo buka mata kamu, Sayang!!!" teriakan Felic tepat di sebelah raga Al yang sudah memucat.
"My Lovely, sudah sayang ikhlaskan. Biar dia tenang di alam sana." Maya memeluk Felic, namun Felic memberontak dengan tangis yang menyayat hati.
"Nggak bisa, Bun!! Dia nggak boleh ninggalin aku sendiri. Dia sudah janji kita bakalan hidup bersama di sini. Bangunkan Felic dari mimpi buruk ini, Bun. Aku nggak mau mimpi seperti ini. Ayo Bun, bangunkan aku!!!" ucap Felic dengan isakan menyayat hati dan mengguncang kedua bahu Maya.
Maya hanya dapat menangis menatap kehancuran hati wanita yang paling dicintai putranya itu.
Felic memeluk tubuh yang selalu memberikan kenyamanan dan perlindungan untuknya. Dia menciumi setiap permukaan wajah Al. Bibir yang biasanya merah kini berubah biru pucat. Orang-orang bersiap mengangkat tubuh Al untuk disucikan, namun tangan Felic masih memeluknya erat.
"Jangan bawa dia!!! Biarkan dia di sini bersamaku!!!" teriak Felic pada orang-orang itu.
Maya memaksa tangan Felic agar melepaskan tubuh Al. Dia mendekap erat tubuh Felic yang mulai melemah, dengan tangisan keras dan air bercucuran, Felic berusaha menggapai tubuh Al yang sudah diangkat. Andrian merengkuh tubuh Bella yang lemas.
Pesawat yang mengangkut 125 penumpang termasuk Al tergelincir di bandara Soekarno-Hatta. Pesawat keluar landasan sekitar 200 meter karena hindrolik rem pesawat kurang berfungsi. Saat pesawat mendarat, di Jakarta tengah diguyur hujan lebat. Kondisi kecelakaan itu terlihat patah pada bagian tengah pesawat. Banyak korban yang tewas dalam kecelakaan itu.
"Dia berjanji akan menjagaku, Bun," tangis Felic terdengar semakin mengecil, tubuhnya melemah tiba-tiba Maya merasakan tidak ada perlawanan lagi dari Felic.
"My Lovely, bangun Sayang." Dengan air mata yang tidak ada habisnya Maya mengguncang tubuh Felic dan menepuk-nepuk pipinya.
Andrian ingin menghampiri Maya dan Felic, namun ada tangan kekar mencegahnya.
"Jangan sentuh kakak gue!!!" bentak El pada Andrian dengan tatapan tajam dan rahang yang mengeras. Sorotan mata yang merah dan menyalang.
Dengan sigap El mengangkat tubuh Felic dan membawanya masuk ke dalam kamar Al. Direbahkan tubuh Felic di King size yang ditinggalkan pemiliknya untuk selamanya. Al adalah salah satu pilot terbaik yang dimiliki oleh penerbangan domistik dengan slogan the airline of Indonesia. Dia memiliki track record atau pengalaman terbang yang baik. Semua sahabat dan teman-temannya merasa sangat kehilangan kapten handal dan cerdas itu.
Mereka yang menghadiri pemakaman merasa sangat haru dan ikut merasakan kesedihan yang teramat dalam, apalagi saat mereka melihat rapuhnya Felic. Saat mereka melihat kondisi Felic dengan perut yang membesar rasa iba semakin menjalar di hati sahabat dan teman-teman Al. Mereka pikir Felic saat ini sedang mengandung anak Al.
Hujan lebat mengiringi pemakaman Al. Felic tidak pernah sedikitpun jauh dari jasad Al. Saat tubuh Al sudah tertutup dengan gundukan tanah merah, Felic tak juga henti-hentinya menangis dan memeluk gundukan tanah yang sudah tertancapkan nisan dengan tulisan M. AZKA AL GHAZALI. Dia tidak memerdulikan lagi kondisi dan pakaiannya yang sudah kotor dengan tanah. Yang ada dalam pikirannya sekarang hanyalah Al, pangeran burung besinya.
"Kamu tunggu aku di sana. Aku akan menyusulmu ke sana. Tunggu aku, Sayang," ucap Felic lirih di atas gundukan tanah.
Andrian ingin menggapai bahu Felic membantunya berdiri, namun lagi-lagi El mencegahnya. Dia menatap tajam ke arah Andrian yang membuat Andrian mengurungkan niatnya. Maya dapat merasakan bagaimana kehancuran hati Felic saat ini. Namun demi pesan Al tuk yang terakhir kalinya saat sebelum menghembuskan napas terakhir saat di ruang ICU, Maya berusaha tabah dan kuat.
"Bun, jangan menangis saat nanti aku pergi. Jadilah penguat untuk bidadari burung besiku dan saat dia rapuh. Tolong jaga dia dan calon malaikat kecil yang ada di dalam kandungannya. Salam cinta dan rinduku untuknya. Aku akan selalu menjaganya dari sana."
Maya duduk sambil merengkuh tubuh Felic yang masih memeluk gundukan tanah itu. Tangis keduanya pecah menyayat hati semua orang yang mendengarnya.
"Ayo pulang, My Lovely. Al pasti sedih melihatmu seperti ini. Dia berpesan sama Bunda untuk menjagamu dan malaikat kecil dalam kandunganmu," ajak Maya berbisik tepat di telinga Felic.
Pandangan Felic berkunang-kunang semakin lama pandangannya mengabur, matanya terasa berat hingga akhirnya terpejam. Tubuhnya terjatuh tepat di atas makam Al. El yang berdiri di belakang Maya dengan sigap mengangkat tubuh Felic yang sudah basah dan kotor.
***
Di sebuah ruang yang terang dengan hiasan yang indah terlihat Al tertidur di pangkuan Felic dengan kedua paha Felic sebagai bantalannya. Wajah Al tepat berada di depan perut buncit Felic. Dia tersenyum manis sambil memeluk pinggang Felic. Al mengelus perut buncit Felic dengan penuh kasih sanyang.
"Sayang," panggil Al pelan.
Felic yang tadinya memejamkan mata dengan tangan membelai rambut Al lembut dan sayang saat mendengar panghilan Al, dia membuka matanya dan menunduk melihat wajah tampan Al.
"Kamu harus menjaga malaikat kecil kita ini. Dia anugrah terindah untuk kita. Kamu harus jadi seorang bunda yang tangguh dan kuat. Aku selalu bersama kalian. Aku selalu ada untuk kalian." Al mencium lembut perut Felic yang terbatas dengan dress putih.
Al bangun dari rebahannya dari paha Felic. Dia tersenyum sangat manis dibalas Felic dengan senyum terbaiknya.
Al mencium kening Felic cukup lama dan berucap, "Jangan pernah melupakan kenangan indah tentang kita." Al mencium kedua mata Felic yang terpeja. "Jangan membuang air matamu dengan percuma." Lantas mencium kedua pipi chubby Felic.
"Kamu hanya boleh terpesona saat bersamaku."
Terakhir Al mencium bibir tipis Felic. Kali ini Al tidak melumatnya. Dia hanya menempelkan cukup lama. Merasakan kekenyalan bibir yang mencadikannya kecanduan.
"Lelaki yang boleh kamu sebut namanya di dalam doamu hanyalah aku. Selalu tersenyumlah untukku walau aku tidak ada bersamamu karena aku selalu bisa melihat senyummu."
Al memeluk erat tubuh Felic, dengan perasaan tidak rela dengan perlahan melepaskan pelukannya. Dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibir, dia berdiri diikuti Felic. Entah cahaya dari mana yang tiba-tiba menyorot tubuh Al hingga tubuh itu Keluar kilauan yang indah.
"Kamu jaga diri baik-baik, Sayang? Aku akan selalu menunggumu. I love you bidadari burung besiku," ucap Al sebelum cahaya itu memudarkan tubuhnya.
Felic sedari tadi tak bisa mengeluarkan sedikitpun kata dari mulutnya. Bibirnya kelu hanya air mata yang dapat ia keluarkan. Dia tidak bisa berbuat apa-apa saat cahaya itu memudarkan tubuh pangeran burung besinya.
***
"Al!!!!" teriak Felic yang langsung terduduk dengan peluh membasahi dahinya. Tatapannya kosong ke arah depan.
"Siap tidak siap kita harus siap kehilangan. Takdir Tuhan siapa yang tahu sih, Yang. Mungkin kamu bukan takdirku di dunia ini, tapi jika Tuhan mentakdirkan kita di dunia selanjutnya, akan lebih baik karena itu akan lebih kekal dan abadi, tidak seperti saat ini, hidup sesaat."
Tiba-tiba kata Al itu memenuhi pikiran Felic. Kenangan indah saat bersama Al memutar di dalam kepalanya.
"My Lovely. Hei, kamu kenapa?" Seseorang itu menghampiri Felic.
Felic menatap nanar orang yang berada di hadapannya. Matanya mulai berkaca-kaca. Dia segera memeluk tubuh orang itu sangat erat. Dia terisak dalam pelukan yang menenangkannya. Orang itu mengelus pelan punggung Felic agar dia lebih tenang.
"Bun, aku takut." Felic mengeratkan pelukannya.
"Takut kenapa?" Maya melonggarkan pelukannya dan menangkup kedua pipi Felic.
Bukannya menjawab Felic justru mengeratkan pelukannya.
"Sudah, Bunda mau ke rumah sakit. Kamu mau ikut?" Maya merenggangkan pelukannya menatap wajah Felic yang sudah basah dipenuhi peluh dan air mata. Felic menganggukkan kepala menyetujui ajakan Maya.
***
Felic duduk di ruang yang penuh dengan alat medis. Di depannya kini lelaki yang dia cintai terbaring lemah dengan alat-alat medis yang melekat di tubuh. Air mata tak henti-hentinya keluar dari mata indah itu.
Flahsback
Felic tersenyum tipis saat melihat panggilan masuk. Dengan cepat dia menjawabnya.
"Hallo."
"Maaf kami dari pihak kepolisian, ingin mengabarkan jika pemilik ponsel ini menjadi salah satu korban kecelakaan pesawat yang tergelincir di bandara Soekarno-Hatta. Kami temukan nomor yang terakhir dihubungi hanya nomor ini. Apa And---"
Belum juga dari seberang selesai berbicara, Felic memanggil Andrian dengan teriakan kencang.
"Kak Andrian!!!!!"
Felic membuang ponselnya kesembarang tempat lalu mencari paspor dan segera merapikan pakaiannya. Andrian yang mendengar teriakan Felic terlonjak bersamaan Bella yang masih melendot di dada bidangnya.
"Kenapa dia, Dri?" tanya Bella sembari berdiri dari sofa.
"Kita lihat." Andrian lebih dulu berlari masuk ke dalam kamar Felic.
Dilihatnya Felic sudah memasukan pakaian ke dalam koper sambil menangis sesenggukan. Andrian menghampirinya dengan pikiran penuh tanya dan kebingungan.
"Hei, kamu kenapa?" Andrian mencegah bahu Felic untuk menghentikan aktivitasnya.
Felic memeluk Andrian erat dan menangis untuk kali pertama di dada suaminya. Bella yang berdiri di ambang pintu terlihat tidak nyaman, hatinya merasa tidak rela namun dia tidak boleh egois karena terlihat Felic lebih membutuhkan Andrian saat ini. Dengan menahan gemuruh di dalam dada, Bella mendekati Felic dan mengusap lembut punggung madunya itu.
"Kak, aku mohon kita harus pulang ke Indonesia. Sekarang!!!" Felic meminta dengan tulus dan penuh harapan agar Andrian memenuhi permintaannya kali ini.
"Nggak bisa Ily. Persalinanmu tinggal menunggu hari. Kakak nggak mau ambil risiko dengan anak kakak dan kamu," bantah Bella yang justru membuat hati Felic sakit.
"Aku mohon, Kak." Felic merosot dari pelukan Andrian beralih memeluk kedua kaki Andrian.
Andrian tampak bingung dengan perubahan sikap Felic yang tiba-tiba seperti ini.
"Kamu jangan egois, Ily. Di dalam kandunganmu ada anak Kakak!" bentak suara Bella meninggi.
Felic menengadahkan wajahnya, mendengar ucapan Bella membuat hatinya teriris perih dan terluka dalam. Dia menatap tajam ke arah Bella dengan wajah mengeras.
"Ini anakku!!! Bukan anak, Kakak!!!" teriaknya dengan masih memeluk kaki Andrian.
Mata Felic berlinangan air mata, dadanya sesak dan tak rela jika anak yang ia kandung akan diminta Bella setelah lahir nanti.
"Bukan, Ily. Kamu sadar itu benih aku dan Andrian. Berarti itu anak aku dan dia." Bella sudah dikuasai emosi dan egonya.
"Tapi aku yang mengandungnya. Aku nanti yang akan melahirkannya." Felic berdiri berdiri di hadapan Bella memeluk perutnya sendiri.
"Jangan kamu harap nanti bisa mengambil anak ini. Ini anak aku!!!! Kamu hanya ibu pinjaman!" amarah Bella berapi-api menatap tajam ke arah Felic.
Felic tak takut, dia terus menantang dan membalas setiap kata Bella. Andrian yang berdiri di antara mereka bingung, dia memegangi kepalanya yang merasa sangat pusing.
"Jangan harap Kakak akan membawanya. Aku akan selalu melindunginya!" geram Felic dengan rahang yang mengeras dan mata membulat sempurna.
Plak!
Tamparan melayang di pipi Felic. Tercetak merah telapak tangan Bella di pipinya. Andrian yang sedari tadi diam merlihat Bella menyakiti Felic seketika naik darah.
"Bella!!!! Apa yang kamu lakukan!" Andrian memeluk Felic dan mengusap lembut pipi bekas tamparan Bella.
Bella terpaku menatap nanar telapak tangannya. Air mata penyesalan membanjiri pipinya. Baru kali ini dia menyakiti Felic orang yang sudah berkorban banyak untuknya. Orang yang sudah rela menggadaikan kebahagiaannya demi ingin menolong dia.
"Lakukan itu lagi, Kak! Ayo! Sepuas Kakak!" teriakan Felic dalam pelukan Andrian.
Wita hanya bisa diam tidak berani berbuat apa-apa melihat pertengkaran itu dari ambang pintu. Air matanya sudah membasahi wajah. Dia sudah tahu kabar mengenai big boss-nya yang mengalami kecelakaan pesawat.
"Maaf," lirih Bella lantas keluar begitu saja dari kamar Felic.
"Kak, aku mohon kita pulang ke Indonesia," pinta Felic sekali lagi dalam pelukan Andrian.
"Tapi kenapa kamu tiba-tiba minta pulang ke Indonesia? Ini mendadak, apa tidak sebaiknya kita tunggu besok saja? Kita juga belum ada tiket, Sayang," ujar Andrian memeluk erat Felic dan mengusap pipinya lembut.
Wita masuk ke dalam kamar dan memberanikan diri untuk menjelaskan apa alasan Felic meminta pulang ke Indonesia mendadak seperti itu. Andrian awalnya tampak shock, tapi saat melihat keadaan istri keduanya yang rapuh, akhirnya dia memutuskan mengabulkan permintaannya.
"Tapi kita tunggu besok ya? Kita beli tiket penerbangan awal."
Lalu Andrian merogoh saku celananya, mengambil ponsel dan memesan tiket online penerbangan paling awal ke Indonesia dini hari pukul 03.00 waktu setempat.
Felic yang masih menangis sesenggukan dalam pelukan Andrian semakin lama tubuhnya terasa lemas. Andrian mengangkat tubuh Felic dan membaringkannya di ranjang. Andrian melihat pipi Felic masih terlihat merah. Dia mengelus lembut pipi itu.
"Mbak Wita, bersiap-siaplah. Nanti Mbak Wita ikut kita pulang ke Indonesia," titah Andrian dan segera dilaksanakan Wita.
"Kamu tenang dulu ya? Kakak akan cari informasi dulu tentang keadaan Al." Andrian mengambil ponselnya dan menghubungi orang kepercayaannya di Indonesia.
Felic hanya terdiam mendengar setiap pembicaraan suaminya dengan orang-orang yang dihubunginya.
Flashback off
"Sayang, buka mata kamu." Felic memegang erat tangan Al yang terbebas dari infus.
Kecelakaan pesawat itu yang mengakibatkan Al harus berjuang dalam kondisi koma. Felic selalu setia menemaninya. Maya juga tidak pernah jauh dari Felic untuk siaga menjaganya jika sewaktu-waktu Felic merasa kontraksi. Sedangkan Andrian dan Bella tidak berani berkutik saat ini. Mereka menjaga jarak dengan Felic, mereka takut jika gegabah menemui Felic akan ada paparize yang melihat.
El dan Dul berjaga bergantian dengan Felic dan Maya. Mereka berdua sangat posesif menjaga Felic demi kakaknya selama Al dalam kondisi tidur panjangnya.
"Kak, makan dulu ya? Kakak mau makan apa? Aku carikan?" tawar El yang saat ini berada di belakang Felic sambil memegangi bahu kanannya.
"Aku tidak selera makan saat ini, El." jawab Felic tanpa menoleh ke belakang, matanya tak lepas melihat Al.
"My lovely, kamu harus makan. Kamu juga harus menjaga si kecil dalam kandunganmu. Jika Al tahu, pasti dia marah. Bunda nggak mau dimarahin Al karena tidak bisa menjagamu dengan baik," bujuk Maya mengelus rambut Felic lembut.
"Aku carikan bakso mau, Kak? Di sini baksonya enak loh? Apalagi bakso Malang, itu sudah terkenal dan dijamin sesuai lidah Kakak," sahut Dul berjalan menghampiri Felic.
Felic hanya diam, menatap sendu Al yang hanya memejamkan mata tanpa ada reaksi apa pun ketika dia memanggilnya. Sedih dan sangat amat sedih melihat yang dicintai tak berdaya.
"Ayolah Kak, kita nggak mau nanti dihajar kak Al kalau dia tahu kami membiarkan permaisurinya sakit dan si kecil tidak sehat. Bisa-bisa kami dibunuh nanti saat dia bangun," rayu El yang terdengar memaksa.
Akhirnya Felic mengangguk lemah. Maya tersenyum tipis melihat dua jagoannya kegirangan saat berhasil membujuk Felic.
"Kakak mau makan apa? Bilang aja Kak, nanti aku carikan," tawar Dul dengan semangat.
"Aku aja deh Kak, yang cariin. Keponakan Om El, mau makan apa, Sayang?" tanya El pada perut Felic.
"Aku aja yang keluar mencarikan. Ini juga keponakanku," protes Dul tak mau kalah dengan El.
"Sudah, sudah! Kenapa jadi ribut di sini sih? Lebih baik kalian keluar bersama mencarikannya. Daripada di sini ribut, Bunda lihatnya semakin pusing," lerai Maya.
"Baiklah Bun, kita akan mencari makanan yang enak-enak buat calon keponakan kita," jawab Dul bersemangat. "Ayo Kak El, kita jalan!" ajak Dul merangkul kakaknya mengajak ke luar ruangan rawat Al.
Felic dengan setia menemani Al. Tangan Al selalu ia genggam erat, dia tidak pernah melepas genggaman itu sedetik pun. Rasa takut menjalar dalam dirinya. Mimpinya malam itu seperti nyata, dia takut jika Al benar-benar akan meninggalkannya.
#######
Eaaaakkkk siapa yang menangis? Ini proses agar mereka bisa bersatu. Sabar yaaaa buat kalian?
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top