KEJUTAN TAK DIHARAPKAN
Dengan langkah lebar Felic keluar dari lift apartemennya. Dia tergesa-gesa memasukan password pada samping pintu besi. Saat dirasa sudah benar memasukan password-nya segera dia masuk ke dalam. Masih dengan napas tersengal dia berlari menuju ke kamarnya.
"Say. Apa yang terjadi?" tanya Felic menghampiri Al.
Al berjalan menghampiri Felic yang berdiri di ambang pintu kamar, mengatur napasnya yang tersengal-sengal habis berlari.
"Kenapa sih harus lari-lari? Kalo sampe jatuh gimana?" omel Al menyeka peluh di dahi yang mengalir ke pelipis Felic.
"Iya maaf, aku cuma khawatir aja."
"Lain kali jangan begitu lagi. Aku nggak mau terjadi sesuatu sama kamu. Ngerti?" wanti-wanti Al mengelus pipi Felic sayang.
"Iya, Al cintanya Felic," balas Felic melingkarkan kedua tangannya di leher Al. Sedangkan tangan Al memeluk pinggang rampingnya.
"Ehem!" Suara dari belakang tubuh tegap Al mengagetkan Felic.
Felic memiringkan tubuhnya agar dapat melihat seseorang yang terhalang di belakang tubuh tegap Al. Dilihatnya Andrian sedang duduk di tepi ranjangnya menunggu Bella yang sedang tertidur lemah di ranjang besarnya. Sengaja Al membawa Bella ke apartemen Felic.
Flashback
Hari itu Al sedang free tidak ada jadwal penerbangan, sedangkan Felic ada penerbangan ke Medan. Hal yang sering Al lakukan jika dia libur sedangkan Felic bekerja adalah berdiam diri di dalam apartemen seperti yang selalu Felic lakukan saat ditinggal Al bertugas. Sudah menjadi risiko mereka jika jadwal tidak sama seperti saat ini yang terjadi.
Al mengirim pesan di whatsapp Felic.
Yang, aku mau keluar sebentar ke mal belanja bahan makanan. Persediaan di kulkasku udah kosong. Entar kalau kamu pulang biar sudah tersedia jika mau masak. Kamu jaga diri ya? I love you.
Isi pesan Al untuk Felic. Al tahu betul jika tidak mungkin Felic langsung membaca pesannya. Namun setidaknya Felic akan membaca nanti setelah burung besi mendarat. Sudah menjadi kebiasaan mereka saat berjahuan selalu mengirim kabar dan izin dengan pasangannya ketika ingin melakukan sesuatu hal, contohnya seperti yang Al lakukan saat ini.
Dengan mobil mewahnya, Al membelah jalanan ibu kota yang padat dan panas. Setelah sampai di salah satu mal, Al keluar dari si merah dan berjalan masuk ke dalam. Saat Al berjalan tak sedikit wanita yang menggodanya. Apalagi Al terlihat tampan dengan t-shirts pas bodi hitam melihatkan otot kekar tubuhnya dipadu celana jeans panjang hitam dan kacamata hitam.
Banyak ABG yang masih berseragam putih abu-abu menggodanya, namun bukan Al namanya jika dia tergoda. Meliriknya saja tidak! Dia berjalan tak acuh memasuki swalayan menyediakan bahan pokok dan sayur-mayur. Biasanya dia belanja bulanan bersama Felic. Dia sudah tahu apa saja yang Al butuhkan selama sebulan. Dia wanita yang sangat spesial bagi Al. Susah mendapatkan wanita seperti Felic yang mencintainya dengan tulus, pengertian, pintar memasak, mandiri, berpikir real dan tentunya dewasa walau terkadang manja dan childishness kumat, tapi itulah yang membuat dia berbeda dengan wanita lain dan yang membuat Al semakin cinta. Rasa ingin melindungi dan memberikan kenyamanan pada bidadari burung besinya selalu tercipta. Felic bersikap apa adanya dan tidak jaim kepada Al.
Saat mengingat Felic, rindu Al semakin besar. Al mengambil setroller dan mulai mendorongnya menyusuri rak-rak berisikan berbagai macam kebutuhan pokok. Al tidak malu dengan pandangan orang-orang saat lelaki tampan dan sekeren dia harus berbelanja seperti itu sendiri.
"Mas apa butuh bantuan?" tanya seorang wanita yang berpenampilan kurang bahan menghampiri Al.
Al hanya melirik sekilas dari balik kaca mata hitamnya lalu menggeleng, mendorong stroller belanjaannya dan berlalu dari hadapan wanita itu. Banyak wanita-wanita selalu menawarkan bantuannya pada Al, dari SPG yang berpakaian mini, tante-tante genit dan ibu-ibu rumah tangga lainnya. Namun Al selalu menolak. Hingga ada suara yang sudah dia kenal menawarkan bantuannya.
"Apa perlu bantuan Kapten Al Ghazali?"
Al menoleh ke belakang, dia melihat wanita bertubuh seksi dengan pakaian kurang bahan sedang mendorong stroller. Dia menyunggingkan senyum yang sangat tipis membalas tawaran wanita itu.
"Lo nggak malu, cowok sekeren lo jalan sendiri dan belanja di tempat seperti ini?" tanya dia.
"Kenap gue harus malu?" sahut Al yang masih sibuk memilih sayuran.
"Lo tu ya dari dulu nggak berubah. Kalo diajak ngomong orang itu lihatin lawan bicaranya dong. Apa jangan-jangan lo takut tergoda gue ya?" tuduh wanita itu percaya diri.
Al tersenyum miring. "Gue nggak tertarik dan tidak tergoda dengan wanita manapun, kecuali calon bini gue!" sanggah Al penuh penekanan di setiap katanya.
"Beruntung banget sih Al, adik gue dapet lo!" puji wanita itu mengikuti Al yang sibuk memilih bahan pokok.
"Gue kali yang beruntung dapet adik lo."
"Kapan dia pulang?" Bella terus mengikuti ke mana pun Al mendorong keranjang belanjaannya.
"Entar sore dia pulang." Al bersikap cuek dan menjawab sekadarnya.
"Belanjaan lo banyak banget Al? Udah kaya bapak rumah tangga saja. Gue aja yang udah jadi ibu rumah tangga, belanjaan nggak segitu banyaknya," tanya Bella heran melihat strolly milik Al terlihat penuh.
Al melihat isi strolly-nya. "Itu belum seberapa. Belum juga belanja kebutuhannya Felic."
"Hah! Apa!? Lo belanjain kebutuhan Felic juga Al?" Bella kaget dan tak percaya.
"Iya. Kenapa?"
"Gila lo bener-bener suami idaman. Jauh berbeda dengan laki gue. Yang bisanya bisnis dan kerja. Mungkin dia nggak tahu gue pake soap boddy apa. Lah lo Al, sampe tahu detail dari hal sekecil itu dan tahu apa yang Felic butuhin. Sampe lo tahu produk dan merknya lagi. Sumpah gue iri sama Felic bisa dapet cowok kayak lo Al. Coba lo yang jadi suami gue?"
Deg!
Jantung Al seketika berhenti sejenak saat mendengar kata-kata Bella terakhir. Dia menoleh melihat Bella yang masih memerhatikannya dengan pandangan kagum. Al mengalihkan pandangannya ke arah lain menolak sorotan mata kekaguman dari iris hitam milik Bella. Bayangan Felic berkelebat di hadapannya. Pikirannya melayang memilikirkan Felic.
"Al." Suara lembut Bella dan sentuhan tangan di lengan kekar berotot milik Al, menyadarkannya dari lamunan.
"Eh sorry, Bel. Gue udah selesai belanja. Gue kasir dulu ya?" alasan Al menghidari Bella.
"Gue juga sudah selesai kok. Kita barengan aja, Al." Dengan terpaksa Al mengangguk dan membiarkan Bella membuntutinya dari belakang.
Setelah membayar belanjaannya, Al buru-buru berpamitan pada Bella pulang lebih dulu.
"Bel, gue duluan ya?"
Namun langkah Al terhenti.
"Eh Al!" Bella mencegah lengan Al dengan cepat Al penepisnya. "Sorry. Gue boleh nebeng lo nggak? Kebetulan tadi gue nggak bawa mobil. Habis pemotretan gue langsung ke sini," pinta Bella dengan nada memohon.
Al menghela napas berat, tidak mungkin dia menolak permintaan calon kakak iparnya itu, jika hanya menebeng tidak masalah.
"Oke!" jawab Al lemas.
Bella tersenyum penuh kemenangan. Al berjalan mendahului Bella, sedangkan Bella membuntutinya.
Saat di mobil, Bella selalu berusaha mengajak Al mengobrol. Banyak hal yang Bella ceritakan pada Al, namun Al hanya menanggapi dengan senyum dan anggukan. Pikirannya melayang pada bidadari burung besinya. Felic! Hanya dia wanita yang bisa membuat Al tersenyum dan yang menguasai ruang hatinya tanpa ada celah sedikitpun. Al sangat merindukannya. Saat Al sibuk dengan pikirannya dan memandang ke depan, tiba-tiba terdengar rintihan dari Bella.
"Ah ssss, aw Al...," rintihan Bella sambil memegangi perutnya.
Al cemas melihat perubahan wajah Bella yang memucat.
"Kenapa, Bel? Apa lo sakit lagi?"
"Sepertinya begitu, Al," jawab Bella menahan sakit di bagian perutnya.
Al menghela napas berat dan kalang kabut, bingung mengambil tindakan.
"Kita ke rumah sakit sekarang. Gue nggak mau disalahkan jika terjadi sesuatu sama lo, apalagi di mobil gue."
"Nggak usah, Al. Gue nggak mau ke rumah sakit. Lo bawa gue ke apartemen lo aja. Gue mohon ini sakit banget, Al."
"Gila lo! Nggak! Entar dipikir gue ngapa-ngapain lo lagi. Apalagi lo udah punya suami, bisa digorok leher gue kalo dia tahu bawa istrinya ke Aparteme," tolak Al tegas.
"Terus gimana? Gue nggak mungkin pulang ke rumah, ada mertua gue." Bella kesakitan memegangi perutnya.
"Aissh lo krepotin gue aja, Bel," keluh Al mengacak rambutnya kesal.
"Maaf, Al. Lo tolong bantu gue." Bella memohon, menggigit bibir bawahnya menahan sakit.
"Oke, gue bawa lo ke apartemen gue." Bella tersenyum ke arah Al, namun Al tidak merespon. Dia justru fokus ke depan mempercepat laju mobilnya.
Sesampainya di apartemen, Al membantu Bella berjalan. Al memapah Bella. Baru sampai di dalam lift tubuh Bella melemah. Tangan Bella memeluk tubuh Al. Al tersentak kaget baru kali ini ada wanita lain yang memeluk tubuhnya selain Felic. Jantung Al berdetak kencang bukan karena rasa tertarik pada Bella, namun rasa takut jika Felic sampai melihatnya. Walaupun Bella kakak Felic, namun bagi Al, dia tetap wanita yang bisa membuat Felic cemburu. Al hanya ingin menjaga perasaan kekasih tercintanya itu.
Al belum juga membalas pelukan Bella, dia masih berdiri sambil memegangi bahu Bella dengan kedua tangannya dari samping, meski Bella sudah melingkarkan tangannya di pinggang Al. Tiba-tiba tubuh Bella merosot ke bawah, dengan cepat Al menahannya. Wajah Bella semakin memucat dan akhirnya tak sadarkan diri. Saat pintu lift terbuka Al mengangkat tubuh Bella dan berjalan menuju apartemen Felic, dengan bantuan keamanan apartemen Al membawa Bella masuk ke dalam kamar Felic.
Tubuh Bella direbahkan di ranjang Felic. Al mencari ponsel Bella di dalam tasnya dan mencari nama Andrian, lalu Al mengirim pesan singkat memberitahukan kondisi dan keberadaan Bella. Al menahan seorang keamanan agar menemaninya, setidaknya sampai suami Bella datang.
Al menghubungi Dokter Ridwan agar beliau dapat datang ke apartemen untuk mengecek keadaan Bella. Setelah menunggu cukup lama, Dokter Ridwan pun datang bersama asistennya. Dia segera memeriksa kondisi Bella, setelah diperiksa asisten Dokter Ridwan memasangkan infus di tangan Bella. Dokter Ridwan menyampaikan keadaan Bella pada Al. Dengan serius Al mendengar penjelasan Dokter Ridwan. Saat mereka sedang berbicara serius, dengan keadaan pintu depan sengaja Al buka lebar dengan mudah Andrian masuk ke dalam.
"Di mana Bella?" tanya Andrian melihat Al sedang berbicara dengan Dokter Ridwan di ruang tamu.
Al menunjuk kamar Felic dengan dagunya. Andrian berlari memasuki kamar Felic. Saat Andrian masuk ke dalam kamar Felic, pemandangan pertama yang dia lihat adalah foto ukuran sangat besar tergantung tepat di atas ranjang. Memperlihatkan foto Al dengan seragam pilot memeluk mesra pinggang Felic sambil tersenyum lebar, Felic dengan balutan seragam pramugari. Tangan Felic berada di depan dada bidang Al, mereka tersenyum bahagia ke arah depan. Dengan backgroud pesawat di belakang foto tersebut.
Tidak hanya itu, banyak tergantung foto mesra Al dan Felic di setiap sudut ruang kamar itu saat mereka liburan dan bertugas di penerbangan yang sama. Mata Andrian terpaku pada banyak foto berukuran sedang di bingkai apik dalam figura besar ber-list gold. Memperlihatkan foto mesra Al dan Felic. Saat Felic mencium pipi Al, mereka berciuman bibir dan masih banyak lagi. Hati Andrian terasa panas, ingin rasanya dia melepas semua foto yang terpajang di kamar Felic.
Dokter Ridwan berpamitan pada Al. Setelah Dokter Ridwa ke luar, Al menyusul Andrian masuk ke kamar Felic. Karena pintu kamar terbuka lebar, Al melihat Andrian berdiri kaku di depan ranjang, bukan memerhatikan istrinya, dia justru menyapu pandangan kesemua sudut kamar.
Flashback off
"Oh maaf Kak, gue nggak lihat ada lo duduk di situ." ucap Felic setelah menyadari jika ada Andrian.
Andrian membuang muka. Felic menatap Al seolah bertanya 'ada apa dengan dia?' namun Al mengedikan bahunya.
"Kamu ganti baju dan mandi dulu di kamar lain ya?" titah Al penuh perhatian lalu mengecup kening Felic.
Felic tersenyum pada Al dan mengangguk. Felic berjalan ke luar menuju kamar lain di dalam apartemennya. Al membuka lemari Felic dan mengambilkan pakaian Felic. Andrian memerhatikam Al dengan tatapan tidak suka. Saat melihat Al mengambilkan bra dan celana dalam Felic mata Andrian membulat sempurna. Pikiran Andrian membayangkan jika Felic memakainya. Tubuhnya yang ramping dengan kulit putih mulus. Memakai dalaman merah menantang yang kontras dengan kulit putihnya. Andrian menggelengkan kepalanya cepat menjauhkan pikiran yang mesuk.
Al keluar menyusul Felic ke kamar lain. Andrian semakin tidak tenang. Dia berpikir yang tidak-tidak pada Al dan Felic. Sedangkan di dalam kamar lain, Al menyiapkan baju Felic di atas ranjang.
"Yang, baju kamu aku taruh di atas ranjang ya? Aku ke dapur bikinin kamu coklat panas dulu," pekik Al di depan pintu kamar mandi sedikit berteriak agar Felic dapat mendengarkannya.
"Iya Say, makasih ya?" balas Felic dari dalam kamar mandi.
Al hanya tersenyum dan ke luar kamar menuju ke dapur mini. Dengan telaten dan hati-hati Al membuatkan coklat panas untuk Felic. Ketika Al sedang serius menuang creamer ke dalam mug bermotif doraemon tiba-tiba tangan kulit putih mulus melingkar di perutnya. Dia merasakan ciuman mesra di punggung dan menghairup aroma lavendel.
"I miss you," ucap orang itu lirih dari belakang tubuh Al.
Al tersenyum dan membalikan badannya.
"I miss you too," balas Al lalu mencium singkat bibir tipis Felic.
Al menyodorkan mug coklat panas untuk Felic.
"Biar badan hangat dan relaks." ucap Al lembut.
Felic tersenyum manis dan berucap, "Terima kasih Al cintanya Felic."
Felic menghadiahi Al kecupan di dahi turun ke hidung mancungnya, beralih kedua pipi dan berakhir di bibir merahnya.
Al mengajak Felic duduk di kursi minibar. Dia mulai menjelaskan tentang kondisi Bella seperti yang Dokter Ridwan sampaikan padanya. Dari balik kaca tebal penyekat antara ruang tengah dan dapur ada sepasang mata yang sedari tadi melihat kemesraan mereka dengan tatapan tidak suka.
Hatinya merasa panas dan matanya berapi-api menahan emosi. Orang itu menguping pembicaraan Al dan Felic. Matanya terbelalak mendengar perbincangan sejoli itu. Ia pertajam pendengarannya dan tiba-tiba dia keluar dari persembunyiannya.
"Kenapa kalian tidak jujur?"
#########
Makasih untuk komentarnya dan votenya ya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top