FIRASAT KAPTEN AL GHAZALI
"Ily!" Bella mencekal pergelangan Felic. Dia menoleh ke belakang. "Mama kangen sama lo. Kalo lo lagi libur pulanglah, temui Mama," sambung Bella.
"Iya Kak, gue juga kangen kok sama Mama." Felic tersenyum mengusap tangan Bella.
"Dik, kenapa sih lo nggak mau tinggal di rumah aja? Kan kalo di rumah lo bisa nemenin Mama. Kasihan Mama sendiri di rumah, kalau Papa lagi tugas ke luar kota. Apalagi sekarang gue udah nikah dan nggak lagi tinggal di rumah, pasti Mama kesepian," bujuk Bella berharap Felic mau kembali tinggal satu atap dengan orang tuanya.
"Maaf Kak, gue cuma pengin mandiri dan nggak mau banyak ngerepotin Mama sama Papa," jelas Felic.
"Iya mentang-mentang udah bisa mencukupi kebutuhan sendiri bukan berarti lo lupain Mama sama Papa kan, Dik?"
"Siapa sih yang lupa? Gue nggak lupa kok, Kak. Hampir setiap hari juga gue teleponan sama Mama dan Papa," bantah Felic meluruskan tuduhan Bella.
"Tapi kan beda kalau bertemu dan bertatap muka secara langsung, Dik."
"Iya, iya. Lama-lama lo bawel ya, Kak? Apa gara-gara lo udah nikah jadi bawaannya kayak emak-emak rempong?!" cerca Felic bercanda diiringi kikihannya.
Al dan Andrian hanya memerhatikan mereka yang masih asyik mengobrol.
"Yeeea, dibilangin bukannya didengerin malah ngatai!" Bella menonyor kepala Felic. "Dasar adik durhaka lo!" cibir Billa.
"Iya, besok sesampainya di Indonesia begitu gue free langsung pulang ke rumah. Puas lo!" Felic tampak kesal pada kakaknya itu.
"Belum puas!" bantah Bella.
"Apalagi sih, Kak?!"
"Eh jangan belagak lupa lo! Gue nikah lo nggak datang, emang ya lo adik durhaka! Giliran ketemu malah ngajak ribut bukannya nyalamin kasih selamat, syukur ngasih kado apa gitu kek!" seloroh Bella melipat tangan di dadanya.
Felic menepuk pelan dahinya. "Aduh.! Sorry Kak, sampe lupa tujuan awal gue dan Al ke sini. Kita mau ucapin selamat atas pernikahan kalian dan ...." Felic mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Nih kado dari gue dan Al. Semoga lo suka."
Bella menerima sebuah benda dari Felic dengan cepat dia membuka benda itu. Matanya terbelalak melihat jam tangan couple Casio edifice seri red bull versi okewatch dengan type EQB-500RBK keluaran terbaru dan barang limited edition. Jika ditanya harganya, yang pasti puluhan juta. Cocok untuk Bella yang seorang artis dan penggemar barang-barang brended.
"Wooooww I like it," seru Bella girang.
Al dan Felic saling menatap dan tersenyum puas karena Bella menyukai kado dari mereka.
"Itu nggak gratis ya, Kak?" ucap Felic memudarkan senyum Bella. Bella menatap Felic menautkan kedua alisnya. "Lo harus secepatnya kasih gue ponakan!" sambung Felic.
Bukannya menjawab Bella justru tertawa terbahak. "Nggak janji ya?" ujar Bella.
Felic hanya tersenyum tipis dan dia sangat mengetahui maksud ucapan kakaknya itu.
***
Felic terlihat panik dan khawatir sambil berlari di lorong rumah sakit, masih dengan seragam lengkap dan dandanan yang menunjukan bahwa dia berprofesi sebagai pramugari.
"Yang, pelan-palan. Jangan lari begini entar kamu jatuh. Kamu jangan panik." ucap Al terdengar mengkhawatirkan Felic yang ikut berlari di belakangnya masih mengenakan seragam pilotnya.
"Nggak bisa, Say. Perasaanku nggak tenang kalau belum melihat Kak Bella." Felic terus berlari mendahului Al.
Tadi ketika Felic dan Al keluar dari tempat meeting di ruangan managemen usai penerbangan, Felic mendapat telepon dari perawat kepercayaannya yang selalu mengabarkan kondisi Bella. Seketika Felic panik dan menyuruh Al untuk langsung mengantarnya ke rumah sakit. Belum sempat mereka mengganti seragam.
Sesampainya di depan ruang UGD Andrian berdiri bersandar di tembok bercat putih menunggu Bella. Wajahnya ditekuk, menunduk ke lantai berkeramik putih dengan pandangan kosong.
"Kak Andrian!" panggil Felic dengan napas memburu.
Andrian yang merasa namanya dipanggil langsung mendongak dan menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya wanita yang ia kagumi untuk pertama kali menyebut namanya. Senyum tersungging di bibirnya, namun setelah itu senyum memudar ketika melihat Al berada di samping Felic merangkul pinggangnya posesif dengan napas tersengal.
"Gimana keadaan Kak Bella?" tanya Felic tidak sabar ingin segera mengetahui kondisi kakak tersayangnya.
Andrian menegakan tubuhnya, berdiri tegap, dan duduk di kursi tunggu yang berada di depan ruang UGD. Dia menunduk merasa bersalah.
"Dokternya belum ke luar. Ini salah gue. Sepulangnya dari Singapur dua bulan lalu, dia selalu mengeluh perutnya sakit dan dia selalu menolak saat gue mau ajak ke rumah sakit. Dan kemaren malam gue menantang dia untuk makan spicy beef karage dan itu pedas banget," keluh Andrian menyesal.
Felic dan Al saling menatap dengan tatapan penuh arti. Felic mendekat dan duduk di sebelah Andrian diikuti Al yang berdiri di samping Felic. Al memegang bahu wanita tercintanya. Felic mengusap lembut bahu Andrian, ada rasa nyaman di hati Andrian untuk pertama kalinya Felic menyentuhnya.
"Kak Andrian, jangan merasa bersalah begitu. Mungkin saja kebetulan daya tubuh Kak Bella sedang tidak stabil, makanya dia jatuh sakit." Felic berusaha menenangkan kakak iparnya.
"Iya, Dri. Lo jangan nyalahin diri sendiri," timpal Al berusaha ramah pada Andrian.
Selama ini Al memang menaruh curiga pada Andrian saat dia menatap Felic dengan tatapan kagum dan tatapan lain dari sorot matanya. Namun Al sangatlah tahu bagaimana Felic, dia sangat mencintainya dan tidak perlu Al mengkhawatirkan kesetiaan Felic padanya.
"Makasih ya, Al," ucap Andrian memberi senyum tipis pada Al. Sedangkan Al hanya memasang wajah datar dan mengangguk.
Dokter keluar dari ruang UGD. Felic yang melihat pertama, langsung berdiri menghampiri dokter yang sudah ia kenal.
"Gimana keadaan Kak Bella, Doter Ridwan?" tanya Felic gelisah.
Dokter itu tersenyum dan menepuk bahu Felic pelan. "Bisa kita bicara?"
Felic menatap Al seolah meminta izin. Al yang mengerti tatapan Felic lalu menganggukkan kepala.
"Baiklah, Dok," ujar Felic pada Dokter Ridwan.
"Mari ikut ke ruangan saya." Felic mengikuti Dokter Ridwan berjalan di belakangnya.
Andrian bengong melihat Dokter Ridwan dan Felic yang berlalu melewatinya hingga hanya terlihat punggung Felic. Al mengikuti pandangan Andrian dan tersenyum miring.
"Ehem!" Al menyadarkan Andrian.
"Eh! Maaf. Gue cuma penasaran apa yang mau dokter sampaikan pada Ily. Gue kan suaminya Bella. Kenapa bukan gue yang diajak dokter?" alasan Andrian sambil menutupi kegugupannya karena kepergok Al sedang memerhatikan Felic.
Al hanya mengedikan bahunya, tanda tidak mengerti. Tak berapa lama brankar dari UGD didorong keluar dan terlihat Bella terbaring lemah diatasnya. Andrian dan Al berdiri bersamaan menghampiri suster yang sedang mendorong brankar itu.
"Mau dibawa ke mana dia, Sus?" tanya Andrian.
"Dipindah ke ruang rawat, Pak," jawab suster itu lalu mendorong brankar menuju ke ruang rawat.
Andrian dan Al membuntuti suster hingga di ruang rawat VVIP mawar. Suasana hening di ruang rawat Bella tidak ada percakapan antara Al dan Andrian. Al duduk di sofa sedangkan Andrian duduk di kursi samping brankar Bella. Terdengar decitan pintu dan terlihat Felic masuk ke ruangan itu. Felic menghampiri Bella yang masih setia memejamkan mata.
"Gimana keadaan Bella? Apa yang dikatakan dokter?" tanya Andrian pelan wajahnya pun cemas.
"Kak Bella hanya sakit perut biasa. Asam lambungnya naik," jelas Felic sambil melirik Al yang sedang duduk di sofa sambil membaca majalah.
Felic berjalan ke arah sofa dan duduk di samping Al.
"Say, pulang yuk? Keadaan Kak Bella tidak ada yang terlalu dikhawatirkan. Di sini juga udah ada Kak Andrian yang jagain. Kita juga belum makan malam."
Al menganggukkan kepala lalu berdiri merapikan pakaiannya. Felic dengan manjanya menaikan kedua tangan ke arah Al.
"Bantuin," pintanya dengan nada manja.
Hal yang paling membuat Al suka dan gemas pada kekaaihnya.
"Bidadari burung besinya Kapten Al manja banget sih," ucap Al yang gemas dan menguyel pipi Felic dengan kedua telapak tangannya. "Cintanya siapa sih ini?" tanya Al dengan nada dibuat-buat.
"Cintanya Kapten Al Ghazali dong," jawab Felic menirukan seperti suara anak kecil. Membuat Al semakin gemas.
Hanya dengan Felic, Al dapat berubah menjadi lelaki hangat, tidak seperti manusia es. Ternyata sedari tadi ada sepasang mata yang memerhatikan mereka. Ada rasa bergemuruh panas di dadanya. Hatinya berdesir perih dan darah yang mengalir ke tubuh menjadi panas. Mata sipit Bella mengejap dan terbuka. Dia menatap suaminya yang duduk di sebelah brankar sedang memerhatikan sejoli yang sedang dimabuk cinta.
"Andrian," panggil lirih Bella.
Andrian tersentak dan menoleh ke arah Bella.
"Iya. Lo udah sadar? Apa yang lo rasain, biar gue panggil dokter ya?" tanya Andrian yang siap berdiri namun pergelangannya ditahan oleh Bella.
Felic dan Al menghampiri brankar tempat Bella berbaring.
"Lo udah sadar, Kak?" tanya Felic dibalas Bella dengan senyum lemahnya.
"Aku panggilin dokter dulu ya, Yang?" kata Al pada Felic lalu ke luar ruangan memanggil Dokter Ridwan.
"Ily, kamu nggak bilang ke Mama dan Papa kan?" Bella bertanya dengan suara yang masih lemah.
"Nggak, Kak. Aman kalau sama gue. Tapi ...." Felic melirik Andrian. Andrian yang merasa dirinya dilirik langsung menautkan alis tebalnya.
"Kenapa lo lihatin gue kaya gitu?" tanya Andrian dengan entah rasa apa yang sedang menghinggapinya saat ini.
"Dri, gue minta tolong sama lo, jangan kasih tahu Mama ataupun Papa kalau gue sakit. Gue nggak mau lihat mereka khawatir," pinta Bella pelan.
"Iya. Gue nggak akan bilang," ucap Andrian datar.
Al masuk ke ruangan rawat bersama Dokter Ridwan dan dua suster yang mengikutinya di belakang.
"Bagaimana Bella? Apa yang kamu rasakan?" tanya Dokter Ridwan memeriksa keadaan Bella.
"Masih lemas dan perut terasa keram, Dok," jawab Bella.
Dokter Ridwan memeriksa Bella. "Lain kali jaga pola makanmu, hiduplah secara sehat, banyak istirahat. Kurangilah job kamu biar tidak terlalu kelelahan," pesan Dokter Ridwan pada Bella dan hanya dibalas senyum. "Baiklah, sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit Dokter Ridwan setelah memeriksa kondisi Bella lalu dia keluar dari ruang rawat Bella.
Felic mendekati Bella membelai wajah pucatnya. Mencium kening Bella menyalurkan rasa sayang tulusnya pada kakak satu-satunya itu. Bella tersenyum dan menangkup pipi Felic, dia mengelus pipi chubby Felic dengan ibu jarinya.
"Terima kasih selalu ada buat Kakak, saat Kakak rapuh dan kesakitan," ucap Bella tulus.
"Tidak perlu ngucapin terima kasih karena ini kewajiban gue sebagai adik yang baik buat lo. Makanya kalo gue bawelin lo dengerin, berarti gue sayang dan masih peduli sama lo, Kak. Jangan bandel napa, Kak!? Gue udah selalu ingetin, jaga pola makan. Jangan aneh-aneh lagi! Awas kalau sampe lo sakit lagi, gue bakalan bilang sama Papa dan Mama!" ancam Felic menampilkan mimik wajah dibuat seperti orang marah.
"Iya, iya, adik gue tersayang." Bella merentangkan tangannya agar Felic memeluk dia.
"Gue juga sayang sama lo, Kak," ujar Felic sambil memeluk Bella.
"Yang, jadi pulang nggak? Udah pukul 8 nih. Kamu juga dari tadi belum makan," sela Al. Felic melepas pelukannya.
"Jadi dong." Felic menegakan tubuhnya lalu menggandeng lengan Al mesra.
Entah rasa apa yang ada di dada Andrian hingga dadanya sesak dan ada perasaan tidak suka saat melihat Felic bermanjaan dengan Al.
"Kak, kami pulang dulu ya? Besok pagi kai ke sini lagi sebelum berangkat ke bandara," pamit Felic mengelus lengan Bella. "Kak Andri, tolong jagain Kak Bella ya? Kalau ada apa-apa kabarin gue kalo nggak Al. Oke?" pesan Felic tersenyum tipis pada Andrian sambil mengacungkan jempol kanannya.
"Gue nggak punya nomor lo, apalagi Al," jawab Andrian datar dan ketus.
"Kan di ponselnya Kak Bella ada. Tinggal cari aja," sahut Felic.
"Ya!" Andrian menjawab singkat tanpa melihat Felic yang sedari tadi menggadeng lengan Al.
"Ya udah, kami balik dulu ya, Bel?" pamit Al dibalas senyum tipis dan anggukan kepala Bella. "Kami pulang dulu, Dri," lanjut Al pada Andrian sambil menepuk bahunya berusaha akrab.
Felic dan Al berlalu meninggalkan suami istri itu hanya berdua di ruang rawat.
***
Setelah dari rumah sakit, Al mengajak Felic makan malam dan langsung pulang ke apartemen. Malam ini Al menginap di apartemen Felic. Di kamar yang tak begitu luas, penerangan temaram, Felic bersandar manja di dada Al. Mereka bersantai berbaring di tempat tidur melepas ketegangan hampir satu pekan bekerja.
"Yang, kamu nyadar nggak sih kalau kakak iparmu itu selalu melihat kamu sampai nggak berkedip?" tanya Al mengelus rambut Felic.
Felic yang fokus menatap layar datar berukuran 41 inchi, tergantung di tembok cat biru laut dengan stiker robot kucing, menampilkan film action menoleh menatap kekasihnya heran.
"Kamu juga memerhatikannya ya, Say? Aku sebenarnya juga merasa aneh, kenapa ya dia kalayu melihat aku sampe begitu?"
"Sepertinya dia menyukaimu, Yang," sahut Al menerka.
"Ih apaan sih kamu. Aku nggak suka ya kamu curigaan sama orang begitu. Nanti jatuhnya fitnah." Felic menekan pipi Al dengan jari telunjuknya.
"Siapa yang curiga? Aku lihat kenyataan, Felic cintanya Al. Aku dan dia itu sama-sama cowok, jadi bisa melihat gerak-gerik dia dan tatapan matanya saat melihat kamu." Al sedikit menaikkan suaranya, kesal dan was-was. Bagaimana jika perasaannya benar? Bahwa Andrian menyukai Felic.
"Udah ah, jangan bahas orang lain saat kita sedang berduaan." Lalu Felic mengeratkan pelukan pada perut Al.
Al mematikan televisi dan mengganti lampu kamar dengan lampu tidur. Suasana kamar menjadi remang-remang, tenang, dan hangat. Al merasakan napas Felic sudah teratur lalu ia kecup pucuk kepalanya.
"Selamat tidur, Sayang. Aku sangat mencintaimu," ucap Al pelan tepat di telinga Felic.
Felic yang sayup-sayup mendengar kata-kata Al, tersenyum dalam tidurnya dengan perasaan nyaman dan bahagia. Felic semakin menelungkupkan kepalanya di dada bidang Al. Al pun mengeratkan pelukannya dan menyusul Felic membuka gerbang alam mimpi.
#########
Iyak nah loh udah bobo bareng aja tuh pilot Al dan pramugari Felic.
Eling belum muhrim Pak, Buk!
Wkwkwkwkwk
Hayooo gimana sampai sini?
Mau lanjut atau udahan?
Aku tunggu responnya.
Makasih atas vote dan komentarnya ya?
Muuuuaaaaaccchhhh
Cium jauh dari aku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top