DOSA TERINDAH
Video kenang-kenangan dari adikku yang entah sekarang bagaimana kabarnya. Nely Putri. Terima kasih, sekian tahun kami menunggu momen yang sangat diimpikan dan tahun ini Allah mewujudkannya. Kesabaran berbuah manis.😊
########
Al POV
Sudah dua hari aku berada di negeri Jiran. Hatiku risau seharian memikirkan Felic, kekasihku itu tidak dapat dihubungi. Terakhir aku dapat menghubunginya semalam. Ada apa dengan dia? Benar-benar hati dan pikiranku kacau. Aku tidak sabar menunggu malam untuk kembali ke Indonesia. Aku menghubungi manajemen Indonesia, informasi yang aku dapat, Felic tidak ikut penerbangan. Sebenarnya apa yang terjadi? Sayang di mana kamu? Apa kamu baik-baik saja?
Aku tahu betul bagaimana dia. Felic tidak akan mematikan ponselnya jika di darat, dia selalu memberiku kabar. Walau tidak langsung dapat aku balas, namun dia tetap selalu mengirim pesan untukku.
***
Tengah malam aku baru dapat mendaratkan mulus burung besi dari dinas 6 leg sehari. Tanpa peduli meeting, dengan tergesa aku menarik koper keluar dari bandara untuk mencari taksi. Setelah menemukan taksi, aku meminta sopir melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, beruntung ini tengah malam, jalanan lengang dan jarak bandara dengan apartemen tidak terlalu jauh.
Setelah menempuh waktu 15 menit, akhirnya sampai di pelataran apartemen. Aku keluarkan dua lembar seratus ribuan dan kukasihkan begitu saja pada supir taksi.
"Makasih, Pak," ucapku tergesa-gesa.
Dengan langkah lebar aku menuju lift, sesaat aku menunggu dan akhirnya lift terbuka. Aku tekan tombol nomor 4, dengan hitungan detik sampai juga di lantai 4. Aku sedikit berlari untuk menuju kamar bidadari burung besiku. Perasaanku tidak tenang. Aku masukan password dan terbukalah pintu besi itu.
Aku menyapu pandangan, hanya lampu dapur dan ruang tengah menyala remang-remang. Aku berjalan pelan menuju ke kamarnya. Kulihat di bawah lampu temaram bidadari burung besiku tidur pulas. Wajah polos dan cantik tertidur lelap di bawah bad cover biru bergambar doraemon. Senyum tersungging di bibirku. Hatiku merasa lega saat melihat dia baik-baik saja.
Aku perlahan menghampirinya, kukecup kening dia pelan tapi .... tunggu dulu! Kenapa bibirku terasa panas ya?
"Sayang," panggilku lirih sambil mengelus pipinya yang kurasakan panas.
Matanya mengejap, perlahan dia membuka mata. Mungkin aku rasa pandangannya sudah jelas sekarang. Kulihat matanya sayu dan wajahnya sedikit pucat, hidungnya memerah, dan sedikit pucat.
"Kamu sudah pulang?" tanya dia lemah.
Kenapa suaranya jadi serak basah begini?
"Kamu sakit?" Bukannya aku menjawab pertanyaannya, justru aku yang balik bertanya keadaannya.
"Sedikit. Pusing," jawabnya dengan suara serak dan manja. Suara yang sudah aku sangat rindukan kini terdengar parau dan serak.
Aku kendorkan dasiku dan menghela napas panjang.
"Sejak kapan merasa pusing, hm?" tanyaku penuh selidik.
"Kemaren malam pas kamu telepon. Aku udah ngerasa pusing," jawabnya susah payah duduk bersandar di kepala ranjang.
Aku kecup bibirnya singkat.
"Bandel! Kenapa nggak bilang sih? Aku kan bisa tukeran sama pilot lain buat ikut penerbangan kemaren malam. Jadi aku bisa rawat kamu," omelku.
Biar dia tahu kalau aku sudah hampir setengah mati mencemaskan keadaannya.
"Maaf, aku nggak mau mengganggu pekerjaanmu," ucap Felic memijat pelipisnya.
"Tapi kalau HP kamu nggak aktif, kamu sama aja bikin aku khawatir dan cemas, Sayang," kataku sambil menyisihkan rambutnya ke belakang telinga.
"Maaf, aku belum sempat cas ponslku. Jadi mati deh."
Lalu aku berdiri mencari ponselnya dan mengecas. Aku keluar dari kamar mengisi wadah stainlis dengan air hangat lantas masuk lagi dan kubuka lemari memcari handuk kecil. Setelah kudapat handuk kecil itu, aku celupkan di air hangat. Aku peras handuk kecil lalu meletakannya di dahi Felic. Dia sudah memejamkan mata lagi, kukecup kedua pipinya. Aku sangat merindukannya.
Aku berdiri dari tepi ranjang dan masuk ke kamar mandi membersihkan diri. Setelah kurang lebih 15 menit, aku ke luar kamar mandi hanya dengan melilitkan handuk di pinggang. Aku hampiri Felic yang masih setia memejamkan mata. Aku ambil handuk di dahinya, lalu membasahi lagi dengan air yang sudah terasa samar-samar hangatnya. Kuperas handuk itu, aku tempelkan lagi di dahi dia.
Aku elus pipinya, tak tega jika melihatnya sakit begini, sedih. Aku berjalan membuka almari mencari boxer-ku langsung aku pakai. Aku berjalan menghampiri ranjang dan merangkak ke atas merebahkan tubuhku di samping Felic.
Aku menutup mata beranjak tidur, Felic memanggilku lirih, "Sayang."
Aku membuka mata menoleh ke samping. "Hmm," gumamku menjawabnya.
"Peluk aku," pintanya memohon.
Dengan senang hati aku memeluknya. Darahku berdesir saat kulitku bergesekan dengan kulit mulusnya yang terasa panas. Aku melihat di balik selimut tebal, dia hanya memakai lingerie tanpa bra. Aku harus bisa menahanya kali ini.
'Al ingat Felic sedang sakit?' gerutuku dalam hati, aku menutup mataku kembali.
Aku merasakan dadaku yang dingin tiba-tiba menghangat karena sentuhannya. Jari Felic bermain di area dadaku, yang membuat burung dalam sangkar terbangun.
"Sayaaang jangan, kamu baru sakit," ucapku menahan gelora di dalam tubuhku.
Bukannya menghentikan, dia justru menjilati, mengecup dan mencumbuku.
"Sayaaang," desahanku kenikmatan saat bibirnya mengecup-ngecup leherku.
Tangannya menyelusup ke dalam boxer-ku. Mataku terbelalak kaget dengan aksi Felic. Selama ini walau kita sering bercumbu tapi kita sama-sama tidak menyentuh area bawah. Aku tahan tanggannya memegang kemaluanku yang sudah tegang menantang. Dia melepas lumatannya lalu mendongak menatapku sayu.
Aku menggeleng padanya, tapi dia memasang jawah memelas dan memohon membuatku tidak tega. Aku melepaskan tanganku yang menahan tangannya. Dia tersenyum penuh kemenangan, dia melanjutkan mengecup dadaku dan dia gigit kecil sudah pasti ini meninggalkan bekas. Tangan kirinya masih memegang senjataku, sedangkan tangan kanannya menuntun tangan kananku untuk menyentuh gundukan kenyal di dadanya. Aku tahu maksud dia. Lalu aku remas pelan, dia mendesah nikmat.
Ada apa dengannya malam ini? Dia lebih agresif dari biasanya. Tapi aku menyukainya. Aku nikmati saja kebersamaan kami malam ini.
Felic menggulingkanku untuk terlentang, dengan cepat dia menaiki tubuhku. Mataku menyeringai jahil, dia tersenyum miring penuh arti. Tubuhku setengah duduk dan bersandar di kepala ranjang. Bagian kemaluanku tepat berada di bawah sensitifnya. Seandainya tak terhalang boxer dan underwear-nya mungkin saja sudah menerobos miliknya.
Dengan lahap dia menerjang bibirku. Awalnya aku tak membalas. Aku ingin tahu seberapa besar nafsunya malam ini. Namun aku tak tahan dengan kelembutan dan penuh kasih sayangnya bermain dengan bibirku. Aku mulai membalas ciumanya sambil tanganku melepaskan lingerie-nya meninggalkan underwear saja. Ciuman kualihkan di kedua buah dada yang berukuran pas dengan genggaman tanganku. Aku tinggalkan kissmark banyak di dadanya. Dia menekan tengkukku agar dapat memperdalam ciumanku di dadanya. Benar-benar malam ini aku terbuai dengan suasana. Aku melupakan akal sehatku dan membiarkan nafsu menguasai tibuhku. Malam ini Felic benar-benar menggodaku.
"Say, jadikan aku milikmu malam ini." bisiknya lembut dan seksi tepat di telingaku.
Entah setan apa yang menguasaiku malam ini. Aku hanya mengangguk pasrah padanya. Aku perlahan Merebahkan dia dan membuka underwear merah yang tersisa. Terpampanglah jelas surga duniawi yang aku jaga selama ini.
"Ini milikmu, Sayang. Hanya untukmu aku menjaganya," ucapnya parau. Dia membantuku melucuti pakaian.
"Ini hanya milikku," ucapnya setelah melihat milikku.
Kami pun bercumbu tanpa berpikir panjang.
"Sayang masuki aku. Please?" mohonnya. Aku menghentikan ciumanku di leher dia, beralih menatapnya sayu.
Aku lihat dari sorot matanya penuh nafsu dan berharap. Tatapan cinta dari iris coklat lemerahannya membuatku semakin bergairah.
"Please, jadikan aku milikmu." Dia memohon memasang wajah memelasnya.
"Apa kamu yakin, Yang?" tanyaku memastikan. Dia mengangguk pasrah. "Apa kamu tidak akan menyesal nantinya?" sambungku lagi lebih memastikan.
"Aku tidak akan pernah menyesal jika yang mendapatkan kesucianku adalah orang yang aku cintai. Yaitu kamu, Say." Felic merengkuh tubuhku dan memelukku seolah tak ingin dia lepaskan.
Aku pun menyatukan tubuh kami, dengan susah payah dia menjadi milikku meski ini bukan yang aku inginkan. Seharusnya ini tidak terjadi.
"Maafkan aku. Setelah ini aku janji akan menikahimu."
Aku lihat air matanya mengalir dari kedua sudut matanya. Dia tersenyum sangat manis tidak ada raut penyesalan tapi dia justru tersenyum lega.
Kami sama-sama menggila dan mencari kepuasan.
"I love you, Felic-nya Al," ucapku setelah tubuh kami terkulai lemas dan badanku terjatuh di atas tubuhnya.
"I love you too, Al-nya Felic," balasnya mengecup pucuk kepalaku.
Peluh yang keluar dari kami menjadi satu, dia memeluk ku erat. Aku mengatur napasku yang masih tersengal-sengal, dada Felic naik turun dan hembusan napasnya memburu. Aku angkat kepalaku mengecup keningnya lama.
"Terima kasih, Sayang," ucapku.
Dia tersenyum manis membasuh keringat yang membanjiri keningku AC di kamarnya tidak terasa dingin, tubuhku gerah dan panas. Aku seka peluh yang ada di dahinya dengan telapak tanganku. Malam ini adalah malam bersejarah buatku dan Felic. Walau aku menyadari ini adalah tindakan yang salah besar tapi aku beruntung bisa memilikinya.
Malam yang indah bagi kami, habiskan untuk bercinta. Hingga Subuh datang, barulah kami menghentikan permainan. Felic tertidur lelap dalam pelukanku, masih dalam keadaan telanjang di bawah selimut tebal kami saling memberikan kenyamanan.
***
Author POV
Sang mentari mulai menampakan sinarnya. Cahanya menyelusup dari celah jendela, hingga mengganggu wanita yang masih tertidur cantik. Dengan terpaksa wanita itu mengejapkan mata dan pelan-pelan membuka mata indahnya. Wanita cantik itu berjalan ke sofa. Dia mengamati wajah lelaki keturunan Arab dengan alis yang tebal, bulu mata lentik, hidung mancung, rahang yang kukuh, dan bibir merah. Dia tersenyum sendiri saat memerhatikan wajah lelaki yang sudah menjadi suami sah.
"Sudah puas lo mandangin muka gue?" Tiba-tiba suara berat dan parau keluar dari mulutnya.
Wanita itu tersentak kaget dan reflek mengundurkan tubuhnya hingga dia terbentur meja, tubuhnya tak seimbang ketika dia ingin terjatuh tangan kekar menopang tubuhnya. Mata Andrian dan Bella bertabrakan. Sesaat mereka saling memandang. Jantung mereka berdegub sangat kencang.
"Makanya hati-hati!" tegur Andrian cepat menegakan tubuh Bella.
Suasana menjadi canggung
"Gue duluan yang mandi!" ucap Bella berlari cepat ke kamar mandi dengan perasaan aneh dan dekat jantung yang tidak normal.
Selepas Bella masuk ke kamar mandi, Andrian memegan dadanya.
"Apa gue sakit jantung mendadak ya?" tanya Andrian pada dirinya sendiri. "Kayaknya gue perlu cek ke dokter spesialis jantung nih. Gue nggak mau mati muda. Masa iya sih gue CEO ganteng, keren, dan masih muda mati karena serangan jantung? Nggak lucu dong? Gue juga belum rasain bener-bener menjadi suami, yang kata orang sih nikmat surga dunia."
Andrian keluar dari kamar, mandi di kamar mandi lain. Jika dia menunggu Bella selesai mandi, bisa telat berangkat ke kantor. Karena Bella jika mandi membutuhkan waktu sampai satu jam kadang bisa lebih.
Selesai membersihkan diri dan berpakaian rapi, Andrian dan Bella duduk di meja makan untuk sarapan. Ada asisten rumah tangga yang sudah menyiapkan sarapan mereka.
"Bel, gimana rencana kita? Lo udah dapet orangnya?" tanya Andrian sambil mecetongkan nasi ke piring.
"Gue sih belum dapet, tapi Mama dan Papa katanya sudah dapat. Entar deh kita ke sana tanya kepastiannya."
"Oke deh. Pulang dari kantor gue langsung ke rumah Mama, lo bawa mobil sendiri kan?"
"Iya! Kita ketemu di sana."
########
Banyak bagian 18++ aku cut.
Makasih untuk komentar dan votenya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top