DIA ADA UTUKNYA
Seperti yang pernah dikatakan Andrian saat mereka sarapan seminggu yang lalu. Andrian dan Bella mencarikan orang yang bisa menemani dan membantu Felic di apartemen saat mereka di Indonesia.
"Mbak Wita, lagi masak apa?" tegur Felic pada wanita paruh baya yang sedang memasak di dapur.
"Soup sanghai, Mbak Felic suka kan?" jawab Wita menoleh Felic dengan sunyum ramah.
"Boleh. Kalau sudah selesai aku mau cobain. Tapi aku mau mandi dulu." Felic ingin beranjak pergi, namun Wita mencegahnya.
"Mbak Felic!" seru Wita. "Tadi ada kiriman bunga lagi. Saya sudah taruh di vas kamarnya Mbak Felic."
Dari awal Wita mulai bekerja di apartemen Bella, setiap pagi dia bangun tidur jadwal pertamanya membukakan pintu untuk menerima kiriman mawar putih dari Al untuk Felic.
Wajah Felic berubah dari tadinya terlihat masam kini ada yang berbeda. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Wita merasa heran melihat Felic tersenyum seperti itu. Selama ini Felic jarang sekali menunjukan senyuman tapi kini terlihat jelas hanya saat pagi setelah menerima bunga saja.
"Iya. Makasih ya, Mbak Wita?" ucapnya sumringah.
"Mas Andrian romantis ya, Mbak? Lagi jahuan saja selalu ngirimin bunga buat Mbak Felic." Wita asal berucap seketika memudarkan senyum tipis Felic.
Tanpa menjawab pertanyaan Wita, Felic meninggalkan Wita sambil menggerutu sendiri tak jelas. Pagi yang harusnya membuat suasana hatinya bahagia, gara-gara ucapan Wita yang sembarangan itu membuat suasana hatinya kembali hancur.
'Kamu di mana sih Al? Kenapa lama sekali untuk menemuiku? Aku kangen sama kamu. Setiap hari mawar putihmu selalu hadir, tapi kapan kamu yang hadir di hadapanku? Aku butuh sandaran hatiku. Aku butuh tiang untuk menopangku. Aku butuh kamu Al!' teriak Felic dalam hati dengan air mata berlinangan di pipinya.
Tangan Felic menggapai salah satu mawar putih di vas masih yang terlihat segar dibandingkan mawar lain. Felic mencium dalam aroma mawar itu.
"Tuhan, mengapa saat aku meminta bunga yang segar namun Engkau memberikan kaktus berduri? Saat aku meminta bunga yang cantik nan mungil namun kenapa Engkau memberiku ulat berbulu? Kenapa, Tuhan!!??" pekik Felic dari dalam kamar dengan tangisnya menyesakkan dada. Membuat siapa pun yang mendengarnya akan merasa hatinya tersayat-sayat. Pedih!
"Aku sedih, protes, dan kecewa! Betapa tidak adilnya ini Tuhan!!!" tangis itu semakin menjadi.
Wita yang menguping di depan pintu kamar Felic ikut menangis dan memegangi dadanya dengan kedua tangan. Wita merasakan kepedihan dan sakit hatinya Felic. Penderitaannya tertahan melukai jiwa dan raga.
"Tuhan, aku hanya berharap pada-Mu agar kaktus yang Kau beri dapat tumbuh bunga yang indah dan ulat berbulu itu dapat tumbuh dan berubah menjadi kupu-kupu yang cantik." Felic memekik mengeluarkan unek-unek di dada yang sudah tertahan beberapa bulan, hingga dapat terdengar jelas oleh Wita yang sudah tersungkur menangis di depan pintu.
Sedangkan keadaan Felic di dalam kamar tersungkur di lantai dengan memeluk lutut dan menenggelamkan wajahnya. Dia menangis tersedu, tangis yang memilukan hati.
Tuhan tidak akan pernah memberikan apa yang kita harapkan, namun Tuhan akan memberikan apa yang kita perlukan. Itulah jalan Tuhan. Indah pada waktunya.
***
Tidak ada yang tak mungkin karena Tuhan telah menyiapkan jalannya. Di malam yang sepi, hati Felic semakin gundah. Hanya Wita yang mengisi hari-harinya.
"Mbak Wita, kapan Kak Bella dan Kak Andrian akan datang?" tanya Felic saat menyantap makan malam.
Sejak kedatangan Wita, makan Felic menjadi teratur. Wita sangat telaten menyediakan kebutuhan Felic. Dari makan, saat minum susu hamil, dan tidak lupa vitamin kehamilannya selalu Wita yang mengingatkan dan menyediakan. Felic pun merasa cocok dengan Wita, walau usia mereka terpaut jarak yang jauh tapi Felic seperti menemukan teman baru.
Dia tidak merasa kesepian saat di apartemen sendiri. Cerita-ceri Wita saat bersama keluarganya di kampung dapat menjadi hiburan Felic. Walau Felic hanya menanggapi dengan senyum tipis terkesan memaksa, Wita tidak patah semangat menghiburnya.
"Besok pagi, Mbak. Katanya mau ngajakin kita jalan-jalan," jawab Wita bahagia mengetahui akan diajak jalan-jalan oleh Andrian dan Bella.
"Oh!" Felic menanggapi jawaban Wita singkat. "Mbak Wita, entar malam temenin aku ya? Tidur di kamarku," pinta Felic sambil menyuapkan makan di mulutnya.
"Tapi Mbak ...." Saat Wita ingin menjawab, keburu Felic menyela.
"Udah deh, nggak apa-apa. Toh juga kalau Kak Andrian dan Kak Bella datang, kamar yang di tempati Mbak Wita dipakai mereka. Daripada tidur di sofa ruang tengah, mending kan tidur sama aku. Nggak usah sungkan, kita sama-sama ciptaan Tuhan. Jangan merasa berbeda, Mbak Wit," ujar Felic tulus.
"Tapi kan Mbak Felic majikan saya, masa iya saya tidur satu kamar sama majikan? Kan saya sungkan, Mbak," sahut Wita tidak enak hati.
Felic menghela napas dalam-dalam meletakkan sendok dan garpunya.
"Aku nggak suka ya Mbak .... membeda-bedakan antara kita. Ada seorang yang spesial di hidupku selalu mengajariku untuk saling menghargai. Entah dengan siapa pun, dari kalangan bawah, tengah dan atas. Di mata Tuhan kita sama." Mata Felic berkaca-kaca mengingat nasihat-nasihat Al.
"Iya Mbak Felic, nanti malam saya tidur di kamar, Mbak."
Felic tersenyum lebar, akhirnya Wita mau menemaninya.
Usai makan malam, Wita tidur di kamar Felic. Dia membawa sarung dan bantal dan meletakannya di karpet berbulu, alas sofa kamar.
"Mbak Wita, ngapain tidur di situ. Sini naik!" Pinta Felic sambil menepuk-nepuk kasur di sampingnya yang kosong.
Wita hanya menyengir kuda sungkan.
"Saya tidur di sini saja, Mbak," ucapnya sambil memasukan tubuh ke dalam sarung.
Felic turun dari tempat tidur dan menarik Wita agar naik ke ranjangnya.
"Sini! Udah tidur di samping aku aja."
Wita hanya menurut dan Felic merebahkan tubuhnya di samping Wita. Felic mengambil poselnyanya di atas nakas dan membuka galeri menggeser-geser layar flat itu. Hanya foto-foto dia saat bersama Al yang dapat meredakan rindunya sementara ini. Wita yang tidak sengaja melihat, penasaran dengan pria itu.
"Itu siapa, Mbak? Ganteng!" celetuk Wita saat melihat foto mesra Felic yang sedang duduk di pangkuan Al dengan pakaian serba hitam.
Felic tersenyum tipis dan menoleh ke arah Wita.
"Cocok nggak, Mbak?"
"Cocok! Serasi! Mbak Felic cantik dan cowok itu ganteng," jawab Wita polos dengan senyum yang tak pernah pudar dari bibirnya.
"Udah, sekarang kita tidur. Katanya besok mau jalan-jalan?" ujar Felic mengalihkan pembicaraan.
"Oh iya. Hampir saja lupa! Ayo Mbak, kita tidur," ajak Wita semangat. "Eh iya, adik yang di dalam, besok kamu jangan nakal dulu ya? Biar bundamu bisa menikmati jalan-jalannya sama Bu De Wita. Kan Bu De Wita juga pengin keliling Malaysia. Maklum ya Dik, Bu De Wita dari kampung. Jadi kesenengen denger mau diajak jalan-jalan." Wita berbicara sendiri di depan perut rata Felic.
Dia terkekeh sendiri, sedangkan Felic tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya geli melihat sifat polos Wita.
***
Pagi yang cerah, Felic dan Wita sudah terlihat rapi. Mereka duduk di sofa ruang tengah berhadapan dengan kamar yang di tempati Wita namun saat Andrian dan Bella, merekalah yang menempatinya.
"Kakaaaaaak! Jadi keluar nggak sih? Lama banget sih ganti baju aja?!" teriak Felic terdengar sampai di kamar.
Andrian dan Bella yang sedang merapikan penampilan didepan cermin hanya terkekeh dan menggelengkan kepalanya.
"Tuh istri kedua kamu, seneng banget teriak-teriak sekarang. Semenjak hamil dia jadi galak." Bella berseloroh dengan Andrian.
Andrian terkekeh mendengar cercaan Bella.
"Walau seperti itu, dia madu kamu kan?" timpal Andrian sambil mencolek dagu Bella dengan kerlingan jahil.
Dia melenggang ke luar kamar dan melihat Felic sudah menunggu duduk di sofa sambil melipat kedua tangan di depan dada. Bibirnya mencebik hingga membuat Andrian gemas.
"Apa sih madunya Bella? Sekarang suka banget teriak-teriak. Di sini bukan hutan ya," tegur Andrian menghampiri Felic dan duduk di sofa depannya.
"Kak Bella mana?!" tanya Felic galak.
"Iya ya, nih udah selesai tuan putri." Bella menyahut keluar dari kamar.
"Ya sudah nunggu apa lagi? Kita berangkat! Ayo Mbak Wita!" ajak Felic berdiri dari duduknya dan menggandeng tangan Wita.
Wita hanya menurut saja, Andrian dan Bella hanya menggeleng dan tersenyum melihat perubahan Felic yang lebih galak dan sensitif.
***
Sesampainya di salah satu tempat wisata, Bella tak pernah melepas gandengannya pada lengan tangan Andrian. Sedangkan Felic dan Wita berjalan mendahului mereka. Mata Andrian tak lepas memerhatikan Felic yang berjalan di depannya. Bella melirik Andrian dengan mata ekornya. Bella mengeratkan gandengannya posesif.
"Dri, kira-kira anak kita nanti cewek atau cowok ya?" tanya Bella mengalihkan pandangan Andrian.
"Sama aja Bel, mau cewek atau cowok yang penting anak dan ibunya sehat." Bella melepas gandengannya dan berhenti berjalan. Andrian tiba-tiba menyadari sesuatu dan menatap ke arah Bella menyesal. "Eh Maaf Bel, maksud ak---"
Belum juga Andrian menyelesaikan ucapannya, Bella menggeleng dan tersenyum pada Andrian.
"Maaf Dri, aku nggak bisa jadi seorang istri yang sempurna. Tidak akan pernah bisa merasakan perjuangan seorang ibu, walaupun yang di dalam rahim Felic adalah anak kita, tapi aku belum pantas disebut seorang ibu," ucap Bella menundukan kepala dan air bening jatuh di pipi mulusnya.
Andrian mengangkat dagu Bella agar menatapnya.
"Kamu tetap ibu dari anak kita, Felic hanya sebagai surrogate mother. Jangan berpikir seperti itu lagi ya? Maaf." Andrian membawa Bella dalam pelukannya. Bella menangis di dada bidang Andrian.
"Kakak!" teriak Felic dari kejahuan menyadarkan Andrian dan Bella yang sedang berpelukan bukan pada tempatnya. Bella menegakkan tubuhnya dan mengusap sisa air matanya.
"Ayo Dri, samperin tuh singa bunting. Keburu nerkam orang entar." Bella berjalan mendahului Andrian. "Apa sih Dik? Kamu tuh ya, sekarang hobi teriak-teriak. Nggak takut putus tuh pita suara?" omel Bella setelah berdiri di depan Felic.
"Kenapa sih my second wife?" goda Andrian lembut setelah berdiri di samping Bella.
"Aku mau naik itu," tunjuk Felic pada seekor gajah.
Andrian dan Bella saling menatap dan ... "BIG NO!!!" ucap mereka bersamaan.
"Aaaaahhhh... Kakak aku pengen banget!!!" rengek Felic sambil menggertakan kakinya di tanah.
Sepasang mata dari balik pohon, memakai topi, dan kacamata hitam terkekeh melihat Felic merengek seperti bocah.
"Dasar nggak berubah dari dulu!"
Felic masih saja merajuk meminta izin Bella dan Adrian agar keinginannya di turuti.
"Nggak, nggak, nggak!" Andrian menggelengkan kepala kukuh melarang.
Felic menatap Bella memelas.
"Nggak boleh, Felic," larang Bella khawatir terjadi sesuatu pada anak yang Felic kandung .
"Kita ketempat lain aja yuk, Mbak? Di sana ada monyet, jerapah, onta ...." Belum Wita menyelesaikan kata-katanya, Felic memotong dengan cepat.
"Nih onta Arab!" tunjuk Felic pada Andrian.
Yang ditunjukpun melototkan matanya. Felic dengan cuek berjalan melewati Andrian yang masih mematung menatapnya tajam. Bella dan Wita hanya terkekeh melihat tampang Andrian yang merah antara malu dan kesal.
"Dasar singa bunting!" teriak Andrian dengan sebal ke arah Felic yang berjalan semakin menjahui mereka.
Tanpa rasa berdosa dan berpura-pura tidak mendengar teriakan Andrian, Felic dengan cuek melanjutkan jalannya. Wita dan Bella tertawa terbahak hingga memegangi perut mereka.
"Puas kalian mempermalukanku?!" tanya Andrian kesal.
Wita dan Bella segera berhenti tertawa.
"Maaf Dri, nggak bermaksud ngetawain kamu," ucap Bella sambil mengelus lengan Andrian, membuat desiran darah Andrian merasa panas dan jantungnya berdetak abnormal.
"Ya sudahlah, ayo kita susul singa bunting itu!" ajak Andrian lantas menyusul Felic dan diikuti Wita serta Bella dari belakang. Bella dan Wita mengulum bibirnya untuk menahan tawanya.
***
"Haaaah!!!" desah Felic menghempaskan tubuhnya di atas ranjang.
Wajahnya terlihat letih dan tubuhnya terasa lemas, seharian berkeliling mengunjungi tempat-tempat wisata yang penuh kenangan bagi Felic dan Al. Dulu Al sering mengajaknya mengunjungi tempat-tempat wisata di mana pun saat mereka bertugas bersama dalam satu penerbangan.
"Mbak Felic, mau minum apa? Saya buatin," tawar Wita sambil menurunkan barang-barang Felic di atas meja set sofa di kamar.
"Ily, nih Kakak buatin kamu susu." Andrian masuk membawa segelas susu ibu hamil.
"Taruh di atas nakas aja Kak, entar aja minumnya. Aku cape!" ucap Felic tak acuh sambil menutup matanya dengan lengan tangan kanan.
Wita sibuk membereskan barang dan belanjaan Felic.
"Kamu cape?" tanya Andrian mengusap rambut Felic lembut.
Felic yang pura-pura tertidur hanya diam. Dia merasakan selimut menutupi tubuhnya. Ada perasaan yang teramat rindu di hati. Bayang-bayang Al berkelebat dalam pikirannya.
'Aku Kangen ...!' ucapnya dalam hati sebelum ia terlelap.
***
Pagi buta Andrian dan Bella berangkat ke bandara. Langit tampak gelap, hujan tak juga reda dari semalam.
"Mbak Wit," panggil Felic baru saja keluar dari kamarnya.
"Ya Mbak!!! Saya di dapur," jawab Wita sedang memasak di dapur.
Felic menghampiri Wita.
"Nggak usah masak. Entar kita beli saja di luar," ucap Felic sambil duduk di kursi minibar.
"Jangan sering beli makan di luar, nggak sehat, Mbak. Selama saya bisa membuatkan, Mbak Felic tinggal minta saya saja, nanti langsung saya buatkan."
"Iya sudah, terserah Mbak Wit sajalah! Oh iya Mbak, nanti aku minta tolong antarin ke dokter ya? Udah waktunya kontrol," pinta Felic.
"Sip!" Wita mengacungkan kedua jempolnya kepada Felic.
***
Sepulangnya dari rumah sakit, Felic mengajak Wita mampir ketaman kota, dengan alasan ingin membeli sesuatu di daerah taman itu. Wita menurut saja karena hujan sudah agak reda, tinggal rintik-rintik kecil. Baru saja sampai di taman, tiba-tiba hujan turun lagi. Wita menarik Felic untuk berteduh.
"Ayo Mbak, neduh dulu. Hujannya semakin deras," pekik Wita karena suaranya beradu dengan suara hujan.
Bukannya menuruti Wita, Felic justru melempar payungnya ke udara hingga tubuhnya dibiarkan terkena guyuran hujan. Wita berusaha memayungi Felic, namun dia kualahan karena Felic menghindar. Felic merebut payung Wita dan dia lempar ke sembarang tempat. Dia meraih kedua tangan Wita dan mengajak Wita berputar-putar.
"Tuhan, aku ingin air hujan yang Engkau turunkan ini, menyampaikan rasa rinduku yang teramat dalam pada pangeran burung besiku. Aku sangaaaaaaaat mencintainya. Aku akan menunggunya sampai dia siap untuk muncul lagi di hadapanku." Felic berteriak di sela putaran tubuhnya.
Wita hanya tersenyum mendengar rancauan Felic tersebut. Tangan Wita menahan tubuh Felic agar dia berhenti berputar.
"Kita sekarang pulang ya, Mbak? Aku takut kalau sampe bos besar lihat Mbak Felic begini. Nanti saya dipecat," bujuk Wita memohon pada Felic.
"Nggak akan kamu dipecat. Kalau kamu dipecat, aku yang akan mempekerjakanmu lagi. Nggak usah takut sama Kak Andrian." Felic sedikit berteriak.
"Bukannya itu Mbak, tapi .... itu!" Wita menunjuk ke belakang Felic dengan wajah tegang dan takut.
"Siapa yang suruh kamu hujan-hujanan?!" Suara berat terdengar dari belakang Felic. Air hujan tidak terasa menjatuhi tubuhnya lagi.
Tubuh Felic seketika menegang dan jantungnya berdetak lebih kencang. Matanya terbelalak, dia tidak berani membalikan badan. Seluruh tubuhnya kaku. Dia melihat Wita sudah menunduk takut.
#########
Siapa yaaaa?
Andriankah???
Bisa jadi!!!
Makasih atas komentar dan votenya ya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top