CUKUP AKU, KAMU, DAN TUHAN YANG TAHU

Bella dan Andrian berjalan beriringan, sedangkan Felic berjalan di belakang mereka. Banyak pasang mata menatap kagum pada Andrian dan Bella. Tidak heran jika hampir semua orang di bandara mengenal Bella dan Andrian. Pasangan artis yang pernah mendapat penghargaan di ajang bergengsi. Sengaja Andrian dan Bella selalu bersikap mesra di depan publik, semata-mata untuk menutupi ketidak harmonisan dalam rumah tangganya.

Sedangkan Felic hanya berdiam diri mengikuti langkah Andrian dan Bella di belakang. Dia merasa sedih yang teramat saat memasuki area bandara. Karena dia selalu teringat kenangan indah bersama Al di tempat itu. Terlalu banyak kenangan yang mereka ciptakan hingga Felic tidak mampu melupakan dan menghilangkannya.

Senyum getir yang menyakitkan hati jika ada orang yang melihatnya menghiasi bibir tipis Felic. Saat dia melewati cafetaria yang dulu menjadi saksi penyatuan cintanya dan Al, mata indahnya terasa panas, air mata menetes begitu saja dari pelupuknya. Felic berjalan menundukan kepala dan sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba terdengar Bella menyapa seseorang.

"Hai Al," sapa Bella berusaha bersikap biasa dengan Al.

Sontak yang memiliki nama mengangkat wajahnya menatap pada sumber suara. Bella dan Andrian tidak sengaja berpapasan dengan Al yang sedang berjalan menarik koper, mengenakan setelan seragam kebanggaannya, membuat dia terlihat gagah dan semakin tampan.

Al hanya tersenyum sangat tipis. Dan pandangannya beralih pada wanita di belakang Andrian dan Bella. Pandangan mata Felic dan Al bertabrakan, kerinduan yang teramat terlihat dari mata keduanya. Jantung yang berdetak abnormal masih mereka rasakan saat bertemu, cinta yang mereka miliki masih sama seperti dulu.

'Kamu terlihat kurus, Sayang. Apa kamu sama tersiksanya sepertiku? Matamu terlihat sembap dan lingkaran hitam di mata indahmu itu belum juga hilang. Kenapa wajahmu pucat? Apa kamu sakit? Apa selama ini makanmu tak enak dan tidurmu tak nyenyak? Aku melihat kamu tidak dalam kondisi baik.' Pertanyaan yang bertubi-tubi ditahan Al dalam hati.

'Sayang aku sangat membutuhkanmu. Aku merindukanmu. Kenapa tubuhmu tak sekekar dulu? Terlihat lebih kurus. Wajah tampanmu terlihat tidak terawat. Kamu terlihat kacau, matamu memerah. Apa kamu kurang tidur?' Sama halnya Al, Felic juga hanya dapat melontarkan pertanyaan itu dalam hatinya.

Mata mereka sama-sama mulai merasa panas, Al mengambil kaca mata hitamnya dan menutup mata yang sudah menggantungkan air bening di pelupuknya. Felic membiarkan air matanya mengalir begitu saja yang membuat Al merasa ingin menghapusnya dan membawa wanitanya itu dalam pelukan.

'Jangan menangis Sayang, hatiku tak tega melihatmu seperti itu,' batin Al.

Hati Andrian merasa risau saat menyaksikan dua orang yang masih saling mencintai itu bertatapan intens di depannya. Dengan cepat Andrian menarik tangan Felic dan menggandengnya berjalan. Namun dengan kasar Felic menepisnya.

"Jangan sentuh gue!" sentak Felic mengagetkan Andrian. "Gue bisa jalan sensendiri," lanjut Felic dan berjalan ke arah Al.

Felic masih menatap Al berjalan ke arahnya, Al mengalihkan pandangannya ke arah lain. Saat mereka sudah semakin dekat Felic terus berjalan melewati Al dan sengaja menyenggol bahu Al. Desiran darah mereka rasakan bersama. Kerinduan yang besar semakin menusuk ke jantung hati mereka. Ingin rasanya menghentikan waktu dan saling berpelukan untuk meredakan rindu di antara mereka. Al dengan stay cool melajutkan jalannya mematap lurus ke depan.

***

Felic duduk menatap ke arah luar jendela kecil, terlihat awan putih menyebar tak beraturan seperti kapas. Langit biru dan indahnya pemandangan permukaan bumi dari atas awan. Dia merasa hidupnya hampa tanpa kehadiran pangeran burung besinya. Ibarat sayur terasa hambar tak ada asin dari garam, manis dari gula, dan gurih dari kaldu. Senyum yang selama ini selalu terukir manis di bibirnya, entah mengapa sekarang rasanya berat menarik dua sudut bibir untuk menghasilkan senyuman ramah tamahnya yang dulu rajin dia beri untuk semua orang.

Burung besi yang membawanya terbang beribu-ribu mil di atas permukaan laut itu akan membawanya terbang ke negeri Jiran. Felic hanya pasrah saat Andrian dan Bella memintanya untuk bersembunyi dan harus meninggalkan negeri Tercinta untuk sementara setidaknya sampai dia melahirkan, agar keberadaannya tidak tercium oleh media dan Resifa. Baginya saat ini dirinya adalah boneka Andrian dan Bella. Dia berusaha menuruti apa yang dikatakan pemiliknya.

Dikejahuan dari tempat duduk Felic, ada sepasang mata tajam memerhatikannya. Air matanya selalu saja meluap saat melihat bidadari burung besi itu terlihat seperti mayat hidup.

'Tuhan berikan aku kekuatan agar aku bisa tangguh menghadapi ujian-Mu. Kuatkan hatiku agar aku tak menitikan air mata yang membuatku terlihat rapuh di depannya. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk mencintainya tulus dan ikhlas. Engkau yang lebih tahu perasaanku kepadanya. Biarkan aku menjadi sandaran hatinya. Jangan Kau siksa dia seperi ini, siksalah diriku saja, Tuhan. Aku ingin dia selalu tersenyum, bagaimana aku bisa melihat senyum manisnya lagi, Tuhan? Tunjukan jalan-Mu untuk aku melangkah ke depan.' Doa Al dalam hati dengan tatapan mata tidak lepas dari bidadari burung besinya yang setia menatap ke arah luar jendela.

Al segera menyeka air matanya dan memberanikan diri berjalan melewati lorong kabin yang diduduki Felic. Sampai tepat di samping tempat duduk Felic, tiba-tiba kaki Al kelu. Berat rasanya untuk melanjutkan langkahnya. Dia melirik Felic, ternyata wanitanya itu tak menyadari kehadiran dia yang sudah berdiri di samping tempat duduknya. Entah dapat keberanian dari mana Al menutupi tubuh yang sudah pernah ia tiduri beberapa bulan lalu dengan selimut yang sudah disediakan.

Felic tersentak dan terkejut, lalu dia mendongakan wajahnya ke arah Al. Tanpa senyuman di bibir Al berkata,"Dingin. Jaga kesehatanmu."

Lalu dia pergi begitu saja meninggalkan Felic yang masih mematung merasakan perhatian kecil yang selama ini dia rindukan.

Felic memeluk dirinya sendiri, mengeratkan selimut yang dibalutkan Al pada tubuhnya. Bibirnya bergetar menahan tangis. Pandangannya mengabur seiring jatuhnya air mata di pipi. Felic masih memerhatikan punggung lebar dan tubuh tegap Al menjauh pergi.

Andrian pindah duduk di samping Felic dari tempat duduknya di samping seberang bersama Bella.

"Kamu mau minum?" tawar Andrian lembut menyadarkan Felic.

Dengan tatapan tajam dia menjawab, "Gue nggak haus!"

Terdengar nada ketus dari bibir tipis Felic.

"Kamu dari kemaren belum makan dan minum? Apa kamu tidak merasa lapar dan haus?" bujuk Andrian memaksa Felic.

Tanpa menatap Andrian Felic menjawab, "Gue nggak laper dan haus!"

"Tapi kamu harus makan dan minum. Ingat kamu sedang hamil anak aku sekarang."

Deg!

Jantung Felic seperkian detik berhenti, dia segera meraba perutnya yang masih rata. Dia melupakan hal itu, bahwa sekarang dia sedang hamil.

"Makan ya?" tawar Andrian lembut.

Akhirnya Felic mengangguk tanpa melihat wajah Andrian. Dari kursi samping mereka dada Bella naik turun melihat perhatian Andrian pada Felic. Dadanya terasa sesak. Entah perasaan apa itu, tapi yang jelas ada rasa tidak suka jika Andrian membagi perhatiannya pada Felic. Namun dengan cepat Bella menampik pikiran itu, dia mencoba memahami bahwa Andrian melakukan hal itu karena embrio yang sedang mereka titipkan di rahim Felic.

***

Para wartawan sudah berkumpul menyambut kedatangan Bella dan Andrian. Ini hal biasa bagi mereka, saat wartawan mulai mengerubungi mereka, keduanya terhimpit hingga gandengan tangan Bella dan Felic terlepas. Pihak manajemen artis yang menaungi Bella langsung menggiring Andrian dan Bella masuk ke dalam mobil.

Felic yang sedari tadi ikut terhimpit keluar dari kerumunan orang-orang. Dengan napas tersengal dia mencari tempat duduk. Dari kejahuan sepasang mata melihat Felic dengan perasaan sakit dan tidak tega. Ingin rasanya dia berlari dan memeluknya. Membawanya pergi jauh dari situasi ini. Hingga tidak akan ada orang yang menemukan mereka. Pemilik sepasang mata itu menghubungi seseorang dari ponselnya.

"Hallo."

Felic mengatur napasnya duduk menundukan kepala di kursi tunggu luar gedung bandara.

"Al nggak pernah ninggalin aku sendiri kaya gini. Dia selalu jagain aku, walau di tempat ramai sekalipun. Dia selalu menautkan tangannya agar aku tidak terlepas darinya. Aku benar-benar merasa sendiri sekarang. Aku butuh kamu, Al. Kamu ada di mana? Aku takut sendiri," gumam Felic pelan dengan air mata yang membasahi pipi tirusnya.

"Hai nona cantik?" Suara besar terdengar menyapa Felic dan menyodorkan air mineral padanya.

Felic menengadahkan wajahnya, dia melihat lelaki bertubuh tegap tersenyum ramah padanya dengan balutan seragam pilot. Felic terpaku menatap orang yang sedang berdiri tegap di depannya. Dia tersenyum tipis melihat orang itu.

***

Bella menghembuskan napas lega dan menyandarkan kepalanya di sandaran jok.

"Gila nggak di Indonesia! Nggak di Malaysa! Singapur! Selalu begini!" omel Bella di dalam mobil.

Andrian yang duduk di samping Bella menyadari ada sesuatu yang kurang. Dia tampak berpikir, apa yang kurang. Apakah ada yang tertinggal?

"Ily!!!" serunya kencang hingga sang sopir mengerem mendadak.

Bella membuka matanya terbelalak dan mulai panik.

"Dimana dia? Tadi gue gandeng?"

"Putar baik ke bandara!" gertak Andrian panik.

Mobil memutar balik ke bandara. Di perjalanan menuju bandara Bella selalu berusaha menghubungi Felic, namun ponselnya ternyata berada di dalam tas Felic. Berarti Felic tertinggal di bandara tanpa membawa apa pun.

Ketika tadi ingin keluar dari bandara Bella yang tahu akan situasinya bagaimana di luar bandara dia membawakan tas Felic dan menggandengnya keluar.

Sesampainya di bandara Bella dan Andrian berpencar mencari Felic.

"Lo di mana sih, Dik?" gumam Bella sambil berkeliling mencari Felic dengan wajah panik.

"Kalo sampe terjadi sesuatu sama kamu, aku nggak bisa maafin diriku sendiri. Suami macam apa aku ini, nggak bisa menjaga istri." Andrian selalu menyalahkan dirinya sendiri ketika dia berkeliling mencari Felic.

Bella dan Andrian sudah mengelilingi gedung bandara yang luas dibantu oleh tim manajemen artis Bella. Namun yang didapat nihil, Felic tidak ditemukan.

Ke mana perginya Felic? Bersama siapa dia pergi? Itulah yang ada dipikiran Bella dan Andrian saat ini.

Tiba-tiba Bella teringat sesuatu saat mereka berkumpul di tempat parkir bandara.

"Apa Ily pergi dengan Al?" gumam Bella di samping Andrian.

Walau terdengar samar-samar namun Andrian tetap masih bisa mendengar. Rahang Andrian mengeras dan kedua tangannya mengepal. Hatinya entah mengapa panas dan perih saat Bella mengucap kata itu. Bella mencari ponselnya dan menghubungi whatsapp Al.

"Hallo Al," ucap Bella setelah terdengar panggilannya dijawab.

"Ya," jawab singkat dan datar Al dari seberang.

"Lo di mana sekarang?"

"Hotel."

"Sama siapa lo?"

"Sendiri"

"Maaf Al, apa Ily sama lo?" Tak ada jawaban dari Al. "Al!?" panggil Bella meninggikan suaranya saat Al tidak menjawab.

"Nggak!"

"Ily hi---"

Belum Bella selesai berbicara Al sudah menutup panggilannya sepihak.

Bella berinisiatif untuk mencari hotel tempat Al menginap. Sesampainya di hotel tempat Al menginap, Bella dan Andrian mencari kamar Al. Setelah bertanya pada resepsionis akhirnya mereka mendapatkan nomor kamar tempat Al menginap. Bella dan Andrian mengetuk pintu kamar hotel Al. Menunggu cukup lama akhirnya yang dicari keluar.

"Al, Ily hilang," ucap Bella ketika sudah dipastikan Al yang keluar dari kamar.

Al mengerutkan dahinya. "Terus kalau dia menghilang, kenapa lo cari ke gue?" tanya Al bersikap santai seolah tak peduli.

"Al, gue serius. Ily hilang waktu di bandara. Lo jangan coba-coba nyembunyiin dia ya, Al?" tuduh Bella menunjuk tepat di wajah Al.

Al menampik tangan Bella yang ada di depan wajahnya.

"Buat apa gue nyembunyiin dia? Kan dia udah jadi istri orang lain. Ngapain gue bawa-bawa dia."

Andrian yang sudah naik darah tiba-tiba mencengkram kerah Al.

"Lo jangan berani macem-macem sama istri gue. Dia sedang hamil anak gue!!" sergahnya marah menekan ucapannya.

Al menampik kasar tangan Andrian yang mencengkram kausnya. Dia tersenyum miring.

"Apa? lo ngaku suami dia? Tapi lo nggak bisa jagain dia? Gue nggak tahu dia ada di mana."

"Gue nggak percaya!" sahut Bella lantas menerobos paksa masuk ke dalam kamar Al.

Al menghela napas dalam agar tidak ikut emosi karena menghadapi suami istri yang sedang panik itu. Bella mencari di setiap sudut kamar hotel Al, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Felic.

Al yang sudah duduk santai di sofa sambil melipat kedua tangan di depan dada bertanya santai pada Andrian dan Bella saat mereka tidak menemukan Felic, "Ada?"

Bella menghela napas berat dan mendegus kesal. "Maaf Al, kami sudah nuduh lo," ucap Bella tak enak hati.

Andrian masih menatap tajam Al. Pikirannya menerawang di mana keberadaan istri keduanya itu.

"Al, lo kok tenang-tenang aja sih denger Ily hilang?" tanya Bella kesal melihat sikap tenang Al.

"Terus lo minta gue harus gimana? Panik seperti kalian? Ini negara yang sudah sering Felic datangi. Dan apa niat kalian membawa Felic ke negara ini?" tanya Al penuh selidik menatap Andrian dan Bella bergantian.

Andrian dan Bella saling memandang, bingung mencari alasan menjawab pertanyaan Al.

"Bukan urusan lo!" sergah Andrian cepat.

Al hanya mengedikan bahunya tak acuh.

"Kalau begitu gue cari Ily di temat lain dulu Al. Gue minta tolong kalau lo ada kabar tentang dia, hubungi gue ya? Gue khawatir dengan keadaannya yang masih lemah," ujar Bella sambil berjalan keluar dari kamar Al.

Al hanya mengangguk. Andrian menatap Al dengan tatapan tidak suka, namun Al tetap tak memerdulikan tatapan Andrian. Dia tetap berusaha tenang. Saat Bella dan Andrian sudah melangkah pergi menjahui kamar Al, dia menatap punggung suami istri itu dengan senyum penuh arti.

##########

Nah lohhhh di mana Felic????

Makasih ya yang udah vote dan komentar?

Makin tegang atau makin nggak jelas ya nih cerita?
Tapi ini proses kok!
Segala sesuatu butuh proses.
Wkwkwkwkwk

Muuuaachhh
Cium jauh dari aku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top