CINTA BERSEMI DI BURUNG BESI
Cinta bisa berawal dan berakhir di mana saja, bahkan dia bisa tumbuh di atas burung besi yang terbang ribuan kaki di atas permukaan laut. Profesi pilot dan pramugari yang bekerja di atas pesawat sangat rentan dengan kisah asmara singkat.
Kisah percintaan itu bisa muncul karena kondisi yang kerap jauh dari perhatian teman, keluarga maupun pacar. Seringnya interaksi antara pilot dan pramugari menumbuhkan benih-benih cinta yang berlanjut ke kisah asmara. Dari situlah cinta lokasi tidak dapat ditolak, jika sudah menyangkut hati semua bisa saja terjadi.
Seperti halnya dua makhluk Tuhan ini. Kapten Al dan seorang wanita cantik pramugari bernama Felic. Mereka memiliki perasaan yang sama, tetapi mereka masih belum ada yang berani mengungkapkannya.
Suatu ketika saat penerbangan ke Bali, pihak managemen maskapai memilih Al sebagai pilot dan Felic ikut serta sebagai stewardess. Hati mereka berbunga-bunga dapat berada di satu pesawat.
Pagi ini seluruh kru penerbangan yang akan bertugas ke Bali, dijemput mobi perusahaan. Kebetulan Felic dan Al bertempat tinggal di apartemen yang sama, tetapi berbeda lantai. Al tinggal di lantai lima, sedangkan Felic di lantai empat. Dari seringnya mereka bertemu, entah saat di apartemen, bandara atau saat memiliki tugas penerbangan yang sama, dengan sendirinya menumbuhkan benih-benih cinta.
Al sudah rapi mengenakan seragam pilotnya, lengkap dengan atribut. Dia berjalan menuju lift, setelah beberapa menit menunggu, akhirnya lift pun terbuka. Al masuk dan menekan tombol 1 untuk ke lantai dasar. Saat lift berjalan, belum juga sampai, tiba-tiba lift berhenti. Pintu lift otomatis terbuka, terlihat seorang wanita cantik dengan balutan seragam batik ciri khas perusahaan tempat dia bekerja. Dia berjalan anggun masuk ke lift. Wanita itu menyapa Al ramah, menganggukkan kepalanya dan dibalas Al dengan anggukan kepala tanpa senyuman.
Dengan mati-matian mereka menahan detak jantung yang bekerja abnormal. Mereka sama-sama diam dengan pikiran masing-masing, berusaha stay cool menutupi kegugupan yang menyelimuti ruang sempit itu.
Aduuuhh pagi-pagi buta begini udah disuguhin pemandangan bening. Bikin jantung gue terasa mau loncat dari sarangnya nih! batin Al sedikit melirik Felic yang berdiri di belakang, sebelah kirinya.
Aaaaaaa mimpi apa gue semalem. Pagi-pagi buta udah bertemu sama pangeran burung besi. Kapten Al, gue kayaknya udah terkena magic cinta lo, teriakan Felic dalam hati, dia mengulum bibirnya menahan kegembiraan.
Diam-diam mereka mencuri pandangan. Hingga terdengan dentingan tanda lift berhenti. Sama-sama gugup, mereka tidak sengaja melangkah keluar bersama. Namun, koper yang mereka seret malah justru bertabrakan, membuat mereka berhenti dan menoleh ke belakang.
"Maaf, Kap. Saya tidak sengaja," ucap Felic terdengar gugup dan salah tingkah. Felic menunduk.
"Iya tidak apa-apa," ujar Al dengan wajah datar menutupi debaran jantungnya yang berdetak lebih kencang dari biasanya. "Silakan. Kamu duluan."
"Thanks, Kap," ucap Felic menghangatkan perasaan Al dan entah rasanya dia ingin selalu mendengarkan suara wanita itu.
Al dan Felic beriringan keluar dari apartemen dan menunggu jemputan di lobi. Setelah mengumpulkan keberaniaannya, Al berusaha mencairkan suasana yang canggung dan tegang.
"Eham!" Al berdeham sebelum membuka mulutnya. "Mmm ... apa kamu sudah sarapan?" tanya Al meluluhkan suasana kaku di antara mereka.
Felic sedari tadi menunduk, gugup berdekatan dengan orang yang diam-diam dicintainya. Ketika Al bertanya, dia memberanikan diri beralih menatapnya. Dilihat lelaki tampan, penakluk hatinya itu, tersenyum tipis memandang dia.
"Belum, Kap," jawab Felic cepat dan singkat lantas mengalihkan pandangan ke arah lain.
Felic merasa udara di sekitarnya menipis, dia sulit bernapas. Padahal lobi tempat terbuka dan banyak sirkulasi udara.
"Sesampai di bandara, apa kamu mau menemani saya sarapan di cafetaria?" tanya Al dalam hati sangat berharap Felic mengindahkan ajakannya.
Dengan wajah terkejut Felic langsung mengiyakan ajakan Al. "Baiklah, Kap!" sahutnya dengan perasaan berbunga-bunga.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun datang. Mobil jemputan sudah terparkir di depan lobi. Al segera memasukan kopernya di bagasi dan membantu Felic memasukan koper dia. Al membukakan pintu agar Felic lebih dulu masuk, lalu dia susul. Mereka duduk berhimpitan dengan yang lain. Mobil putih itu segera meninggalkan apartemen.
"Pagi, Felic," sapa kopilot yang akan bertugas mendampingi Al di penerbangan ke Bali.
Felic hanya tersenyum membalas sapaan kopilot itu. Sudah terlihat rapi, cantik pramugari, dan tampan pramugara yang ada di dalam mobil tersebut.
"Loh, Kapten Al dan Felic tinggal di apartemen yang sama?" tanya seorang pramugari, senior Felic.
"Iya, Kak," jawab Felic segan.
Karena di penerbangan kali ini Felic disatukan dengan pramugari dan pramugara senior dan belum saling akrab.
"Sudah, kamu biasa aja, Fel, jangan takut. Kita nggak gigit kok!" seloroh salah satu pramugara yang duduk di jok belakang.
Tiba-tiba mobil mengerem mendadak, membuat semua yang ada di dalam mobil reflek badannya terdorong ke depan. Dengan sigap tangan Al menghalangi dahi Felic agar tidak terbentur sandaran jok yang ada di depannya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Al khawatir.
"Tidak, Kap," jawab Felic mengelus dahinya.
"Panggil saja Al, kalau sedang tidak bertugas," pintanya supaya Felic lebih akrab dengannya.
"I-i-iya, Kap." Felic gugup.
"Eham!" Suasana menjadi canggung saat terdengar kopilot yang duduk di samping kemudi berdeham.
Semua menjadi hening. Al dan Felic pun menjadi kikuk. Sesampainya di bandara, sesuai ajakan Al, kini Felic menemaninya sarapan di cafetarian di dalam area bandara.
"Kamu mau pesan apa, Fel?" tanya Al ketika mereka sedang memilih menu makanan sembari menunggu waktu boarding.
Sedangkan orang yang ditanya tidak menyahut. Dia justru sibuk memerhatikan setiap lekuk pahatan Tuhan yang hampir sempurna itu.
Ganteng! batin Felic.
Al yang merasa diperhatikan Felic, menjadi salah tingkah dan menegakkan duduknya.
"Eham!" Al menyadarkan Felic.
Felic gelagapan lantas menutupi kegugupannya dengan melihat ke arah lain. Pipi Felic merasa panas karena kepergok memerhatikan Al. Pipinya merona, membuat yang melihatnya merasa gemas ingin menggigit pipi chubby Felic. Al tersenyum tipis melihat salah tingkah gadis pujaannya.
"Felic, kamu mau pesan apa?" Al mengulang kembali pertanyaannya, suaranya sangat lembut.
"Apa saja deh, Kapten Al. Samain saja," jawab Felic masih berusaha bersikap biasa padahal dalam hati jantungnya berdebar-debar tak keruan.
"Makanan apa yang pantang buat kamu?" tanya Al seraya membuka-buka buku menu.
Sejenak Felic mengingat-ingat makanan yang membuatnya alergi. "Aku tidak bisa makan seafood, terlebih udang. Kulitku langsung merah-merah dan gatal."
"Baiklah, bagaimana kalau kita makan nasi goreng sosis saja?"
"Boleh juga tuh, Kap!"
"Mmm ... kamu suka minum kopi?" tanya Al lagi.
Ini kesempatan bagus untuk Al, bisa mengenal Felic dan mengajaknya mengobrol lebih lama.
"Aku tidak bisa minum kopi, Kap. Karena perutku sering perih."
Al pun mengerti, sedikit demi sedikit rasa penasaran pada wanita cantik di depannya yang sudah lama dia perhatikan, kini semua telah terjawab.
"Oh, begitu?" Al manggut-manggut. "Mau pesan minum apa kamu?" timpalnya.
"Lemon tea hangat saja."
Al segera memanggil waitress dan memesan menu sarapannya juga Felic. Pagi itu bandara masih terlihat lengang. Saat makan, Felic sudah dapat menyesuaikan diri dengan Al, mereka terlihat akrab. Dengan ceria Felic bercerita tentang apa saja mengenai dirinya. Al semakin yakin pada perasaannya terhadap Felic.
Kamu cantik, ternyata kamu orangnya asyik dan periang. Senyum yang selalu kamu perlihatkan benar-benar tulus dan membuat perasaanku nyaman. Kecantikanmu tak hanya dari wajah, tapi dari hati, batin Al menatap Felic lekat.
"Kapten Al, kamu dengerin aku nggak sih?" Felic mengibaskan tangannya di depan wajah Al, hingga membuyarkan lamunannya.
"Eh iya, aku denger kok!"
"Kamu lihatin apa sih?" tanya Felic melihat kanan-kirinya.
"Bidadari!" celetuk Al tanpa sadar.
Felic mengerutkan dahinya. "Bidadari?" Felic mengulang ucapan Al bingung.
Al tersenyum sangat manis. Senyum pertama yang Felic lihat dari sosok pilot yang terkenal dingin dan cuek itu.
"Iya! Bidadari burung besi. Cantik!" jujur Al, tetapi Felic belum menyadari jika dialah yang dimaksud Al.
Felic masih saja menoleh ke kanan dan kirinya, mencari sesuatu yang dimaksud kapten itu.
"Kamu bisa melihatnya, Kap?" tanya Felic polos.
"Iya! Aku bisa dengan jelas melihatnya. Karena dia sedang di hadapanku."
Jantung Felic seperti merosot hingga ke perut. Seketika berdetak tidak normal. Namun, segera dia tersadar. Felic hanya tidak ingin terlalu percaya diri. Siapa tahu orang lain yang dilihat Al.
"Maksud Kapten?" tanya Felic penasaran.
"Kamu!" jawab Al singkat dan segera dia berdiri meninggalkan Felic ke kasir untuk membayar makanannya.
Seketika tubuh Felic menegang dan mematung, tidak menyadari jika Al sudah meninggalkannya. Hatinya menghangat mendengan pernyataan Al tadi.
Dia merasa di atas kepalanya seperti banyak bunga-bunga yang merekah. Jantungnya berdiskoria. Ingin rasanya berteriak saat itu juga, tetapi dia menyadari tempatnya yang tidak tepat.
"Mau ikut flight atau hanya ingin berdiam saja di situ, Bidadari Burung Besi?" ucapan Al membuyarkan lamunan Felic.
Dengan cepat Felic membereskan barang-barangnya yang tergeletak di atas meja dan dimasukan ke tas selempangnya. Segera dia berlari mengejar Al yang sudah mendahuluinya. Rasanya hati Al bahagia dapat menggoda bidadari burung besinya. Apalagi dia dapat melihat pipi Felic saat merona dan ketika gadis itu sedang tersipu. Membuatnya gemas dan ingin sekali menggigit pipinya. Melihat bibir tipis nan merahnya membuat Al ingin mengecup.
Pada saat pesawat sudah terbang di ketinggian 10.000 kaki, dan Felic selesai melakukan peragaan penyelamatan di depan penumpang, dia kembali ke kabin belakang, khusus untuk kru. Sedangkan Al berada di kokpit bersama kopilot. Al duduk di sebelah kiri dan kopilot di sebelah kanan. Terdapat banyak tombol yang dia hadapi dengan berbagai fungsi untuk mengendalikan pesawat.
"Kap, lo naksir sama Felic?" tanya Dahegar, kopilot yang mendampinginya.
Al tak menjawab. Namun, dia hanya tersenyum simpul.
"Kalau lo nggak jawab, gue anggap iya lo naksir Felic. Gue sahabat lo, Kap, gue tahu lo menaruh hati sama dia. Dia kelihatannya wanita baik dan cantik," ujar Dahegar sudah lama mengenal Al.
"Cantik itu relatif, Kap, tapi yang membuat kita nyaman itu yang sulit dicari."
"Apa yang lo rasain saat dekat dengannya? Gue perhatikan saat di mobil tadi, lo peduli banget sama dia." Dahegar tersenyum penuh arti.
"Deg-degan dan nyaman," ucap Al jujur sambil melirik Dahegar.
"Udah dipastiin lo jatuh cinta sama dia, udah sikat aja sih, Al. Nunggu apa lagi coba? Keburu diambil orang kalau ditunda-tunda," bujuk sahabat baiknya yang terlihat sangat mendukung.
"Gue nggak mau buru-buru. Ngobrol lama sama dia aja baru tadi pagi di cafetaria. Gue juga belum tahu dia masih jomlo atau sudah punya pacar."
"Kalau selama ini yang lo perhatiin gimana? Pernah nggak dia jalan sama laki-laki yang terlihat mesra?"
"Gue emang belum pernah lihat dia jalan dengan lelaki hanya berdua saja. Gue juga mau mastiin dulu kalau perasaan gue terbalas dan nggak bertepuk sebelah tangan."
"Kalau gue lihat dari sikap dia saat di depan lo, gue yakin dia juga punya perasaan yang sama," ujar Dahegar tersenyum mengejek dan kedua alisnya naik-turun.
"Itu baru dugaan lo aja kan, Gar?"
"Ya terserah lo aja deh, Al. Tapi, jangan sampe lo nyesel kalau dia direbut cowok lain."
Al terkekeh mendengar ucapan sahabatnya itu. Namun, ada benarnya juga kata Dahegar. Al harus lebih dulu mengenal Felic sebelum dia mengungkapkan perasaannya.
#########
Sudah sekian lama aku umpetin, kini aku publish ulang lagi. Selamat melepas rindu bersama Kapten Al dan Pramugari Felic.
muuuuuaaaaccchhh
Cium jauh dari aku. Makasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top