BILANG ATAU TIDAK
Hubungan Al dan Felic semakin hari makin dekat. Entah kenapa mereka menjadi saling ketergantungan. Walau mereka tugas di pesawat yang berbeda, namun komunikasi terjalin sangat baik. Letika keduanya sedang day off, hari-hari mereka habiskan bersama dengan menonton film, jalan-jalan atau hanya sekadar makan bersama di apartemen.
Suatu hari Al dinas menjadi pilot ke Lombok. Sedangkan Felic tidak ada schedule flight. Dia pun berdiam diri di dalam apartemen. Hatinya risau menunggu kabar dari Al. Sejak kemarin sore, terakhir Al menghubunginya saat Felic berada di Batam. Mereka saling memberikan kabar posisi belahan jiwanya. Itu menjadi kebiasaan walau hubungan mereka saat ini masih sebatas teman tanpa kepastian.Walaupun begitu, mereka yang menjalani merasa nyaman. Semasih bisa saling menghargai tidak ada masalah bukan?
Di salah satu hotel bandara LIA (Lombok International Airport), Al gelisah mondar-mandir tidak tenang di depan tempat tidur sambil memegang dan sesekali memutar-mutar ponselnya memikirkan sesuatu.
"Kenapa gue jadi gugup begini sih? Biasanya juga ngubungi dia nggak setegang dan segugup gini," ucap Al pada dirinya sendiri. "Gue sebenarnya kangen sama dia. Udah seminggu lebih kita nggak ketemu. Tapi masa iya sih gue telepon dia terus bilang kangen? Dia kan belum jadi pacar gue. Aaaarrgghhhh!" Al mengerang mengusap wajah tampannya kasar.
Dia melihat layar flat yang digenggamannya, "Bilang, nggak, bilang, nggak, bilang, nggak, aaaarrrrggghhhh!" Al berkacak pinggang menimbang-nimbang lalu mengacak rambutnya frustrasi. "Susah banget sih tinggal bilang sayang atau cinta!" gerutunya kesal pada dirinya sendiri.
Saat Al sedang galau memikirkan perasaannya dan Felic, tiba-tiba suara notif Whatshapp masuk. Ia segera membuka dan ternyata dari bidadari burung besinya. Senyum tersungging dari Bibir Al.
Al, kamu lagi ngapain?
Kiriman dari Felic menenangkan perasaannya. Dengan cepat Al menjawab agar bidadari burung besinya tidak menunggu lama.
Aku sedang tiduran di kamar hotel. Kamu sendiri sedang apa? Sudah makan?
Ini adalah bentuk perhatian kecil yang slalu Al tanyakan pada Felic. Al menunggu jawaban dari Felic, namu menunggu balasan lima menit sekarang terasa lama. Tidak sabar, Al pun menelepon Felic. Sesaat setelah menunggu akhirnya telepon terjawab. Senyum mengembang di bibir merah Al. Tidak jauh berbeda dengan Al, ternyata Felic tersenyum lebar, hatinya berbunga-bunga pria pujaan hatinya menelepon. Dengan cepat ia menjawabnya.
"Hallo. Baru saja aku ngetik mau balas pesan kamu. Eh nggak taunya kamu udah telepon Duluan." Felic menjelaskan tanpa Al bertanya.
Rasa rindu Al semakin mendalam saat mendengar suara Felic.
"Kelamaan nunggu balasan kamu. Kamu lagi ngapain?" tanya Al menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.
"Aku lagi rebahan aja di apartemen. Kamu sudah makan belum?"
"Aku tadi sudah makan sama teman-teman setelah pesawat on block. Kamu sendiri sudah makan belum?"
"Sudah kok! Tadi aku masak fethuchini bolognase."
"Hmmm kedengarannya enak tuh? Jadi kangen masakan kamu. Udah seminggu nggak rasain masakan kamu."
Felic sudah biasa memasak untuk Al semenjak mereka dekat. Bila salah satu di antara mereka sedang rest period di salah satu daerah, maka hanya menelepon dan menahan rindu yang dapat mereka lakukan.
"Besok kalau kita sama-sama sedang day off aku masakin buat kamu ya?"
"Bener ya?"
"Iya."
"Besok aku pulang dari sini, kamu pengin dibeliin apa?" tanya Al perhatian.
Sudah menjadi kebiasaan di antara mereka meminta buah tangan dari tempat-tempat landing. Tidak pernah absen Al memanjakan Felic dan membelikannya berbagai macam barang untuk membuat bidadari burung besinya bahagia. Apalagi jika saat ia menerbangkan pesawat hingga ke luar negeri, jika melihat barang bermotif doraemon, ia selalu teringat Felic dan membelikannya. Karena kartun robot kucing itu adalah kesukaan Felic.
"Aku pengin cincin dan kalung mutiara hitam dong, Al."
"Oke deh, besok aku cariin buat kamu ya?"
"Trima kasih ya, Al?" ucap Felic bahagia.
"Iya. Kamu sekarang tidur, ini sudah malam. Besok pagi sebelum take off aku telepon kamu dulu ya? Besok kamu dinas nggak?"
"Huum. Aku besok ada penerbangan sore ke Medan."
"Oke, besok sore kita ketemuan di cafetaria bandara Jakarata ya?"
"Oke Al. Kamu hati-hati ya?"
"Iya bawel, kamu jaga diri baik-baik ya?" pesan Al mewanti-wanti.
"Heem."
"Ya sudah sekarang tidur ya? Good night and sweet dream bidadari burung besi."
"Good night too, Al."
Telepon pun berakhir. Rasa bahagia menyelimuti hati mereka. Jarak yang menjadi jurang tak terasa setelah mendengar suara pujaan hati.
Felic melihat langit-langit kamarnya dan tersenyum sendiri. Segera ia menutup mata tanpa melepas senyuman di bibir. Ia berharap jika dia tertidur dapat bertemu pangeran burung besi yang selalu ia bayangkan dan khayalkan. Siapa lagi kalau bukan si pilotnya. Al Ghazali!
***
https://youtu.be/cVlKKgyuqKg
Seperti kata Al saat menelepon Felic kemarin. Siang tadi Al sampai di bandara Soekarno Hatta. Sengaja Felic berangkat lebih awal ke bandara untuk bertemu Al.
"Hai? Maaf nungguinya lama ya?" tanya Felic saat baru sampai di cafetaria.
Al yang sudah menunggu sejak tadi hanya membalas senyum tiga jari ketika Felic mendaratkan pantat di kursi di depannya.
"Habis ini kamu flight ke mana Al?" tanya Felic pada Al setelah dia duduk.
"Aku ke Makasar tapi berangkat 1 jam lagi," ujar Al bersikap santai bersandar tenang.
"Kamu kok belum pesan makan sih?" tanya Felic melihat meja masih kosong hanya segelas jus jambu merah, ponsel Al serta dompet tebal dia.
"Aku nungguin kamu," jawab Al sangat lembut, membuat hati Felic menghangat. Senyum tersungging sangat manis dari bibir tipis Felic.
"Ya sudah, kamu mau pesan apa?" tanya Felic gerogi ditatap Al penuh arti.
"Kamu yang lebih tahu apa yang aku ingin makan," jawab Al terus menatap wajah cantik Felic yang menunduk menulis pesanannya.
"Memang kamu mau makan apa hari ini, Al?" tanya Felic menegakkan kepalanya sekilas menatap Al lantas kembali menunduk sibuk memilih menu makan siang.
"Aku mau makan kamu, bidadari burung besiki," celetuk Al membuat tubuh Felic menegang, hingga meperlihatkan mimik wajah yang lucu.
Al tertawa puas melihat Felic gugup dan salah tingkah. Hanya bersama Felic-lah dia bisa tertawa dan sebahagia itu. Felic mengerucutkan bibirnya, memasang wajah sok ngambek.
"Kenapa tertawa? Bercandamu nggak lucu, Al!"
"Siapa yang bercanda sih? Aku serius ingin sekali memakanmu. Tapi setelah aku menjadikanmu halal," ujar Al yang sukses membuat jantung Felic berdetak lebih cepat.
Felic hanya terdiam mematung di hadapan Al. Dia sedang mencerna ucapan Al barusan. Ia tidak mau terlalu percaya diri dulu karena dia takut Al hanya bercanda dengan ucapannya. Namun tiba-tiba Al berdiri dan setengah berlutut di samping kursi Felic.
"Al, apa yang kamu lakukan? Lihatlah semua yang ada di sini memerhatikan kita." Felic melirik di sekitarnya hampir semua pengunjung cafetaria menatap ke arah mereka.
Memanglah tindakan mengejutkan Al menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di cafetaria itu. Kebanyakan dari mereka adalah pilot, kopilot, pramugari dan pramugara. Sebagian besar mereka sudah mengenal Al dan Felic. Apalagi Pramugari yang mengidolakan pilot tampan Al. Mereka keheranan melihat Al seperti itu. Setahu mereka, Al lelaki yang cuek, sulit untuk didekati, berwajah datar dan sulit untuk tersenyum.
Al mengeluarkan benda beledu persegi panjang berukuran sedang berwarna merah dari saku seragam pilotnya. Ia membuka benda itu terdapat cincin dan kalung mutiara hitam yang sulit untuk dicari. Ia dapatkan di Bima saat kemarin bertugas di Lombok. Al tersenyum penuh arti kepada Felic. Sedangkan Felic masih terdiam, duduk mematung menyerong menghadap Al.
"Prillya Cloris Felicia, sudah sejak lama aku memerhatikanmu. Dari awal kamu bergabung di perusahaan kita bekerja, kamu adalah wanita satu-satunya yang dapat mencairkan gunung es di dalam hatiku selama ini. Sikapmu yang hangat sedikit demi sedikit mengikis es yang membeku di dalam hatiku, hingga es itu meleleh seiring berjalannya waktu saat kita bersama. Aku sudah lama menahan perasaan ini dan untuk hari ini, aku tekadkan niat baikku untuk mengungkapkan isi hatiku kepadamu."
Al memegang tangan Felic yang terasa dingin karena gugup sekaligus terkejut. Al genggam tangan Felic dengan tangan kanannya, karena tangan kirinya memegang benda beledu.
"Aku mencintai kamu, Prillya Cloris Felicia. Aku Muhammad Azka Al Ghazali ingin menjadikanmu tambatan hatiku dan bersediakah kamu memberi warna dalam hudupku? Dan menerimaku untuk menjadi lelaki yang selalu melindungimu?" Dengan tatapan memohon Al melihat kedua manik mata Felic.
Tidak hanya Al, semua orang yang berada di cafetaria itu H2C harap harap cemas menunggu jawaban Felic. Suasana menjadi tegang dan hening seketika.
Air mata Felic menetes dari pelupuknya. Ia merasa sangat bahagia, dengan anggukan cepat Felic menjawab.
"Aku juga mencintai kamu, Kapten Al. Aku mau memberi warna dalam hidupmu," ucap Felic yakin.
Semua orang yang berada di cafetaria itu bersorak dan bersiul. Ikut merasakan kebahagiaan Al dan Felic. Al berdiri dan menyematkan cincin mutiara di jari manis Felis. Dengan rasa bahagia Al memeluk tubuh Felic dan mengangkatnya. Mereka berputar-putar mengekspresikan rasa kebahagiaannya. Setelah dirasa sudah puas Al menurunkan Felic dan menangkup pipi Felic yang terlihat chubby.
"Terima kasih ya? Kamu sudah mengizinkanku memasuki hati dan hidupmu. Aku berjanji pada diriku sendiri dan kamu. Aku tidak akan mengecewakanmu."
Felic sudah kehabisah kata-kata sehingga ia tidak mampu mengucapkan kata dari bibir tipisnya. Semua orang yang mengenal mereka memberikan selamat. Termasuk Dahegar orang yang pertama mendukung Al saat mengejar cinta Felic.
"Selamat ya, Bro? Gue salut sama lo. mengintai dan mengincar bidadari lo membutuhkan waktu setahun. PDKT berbulan-bulan. Akhirnya lo bisa dapetin dia," ujar Dahegar menyalami dan menggamblangkan proses Al mendapatkan Felic.
"Ah lo Gar, buka kartu AS gue aja. Kan gue jadi malu." Al menggaruk tengkuknya menahan malu melirik Felic.
Felic terkekeh melihat pangeran impian selama ini ia idamkan yang sekarang sudah resmi menjadi kekasihnya tampak jelas pipinya memerah karena malu.
"Dia itu wanita sepesial jadi butuh waktu lama untuk mendapatkannya, Gar. Tapi ini adalah awal perjuangan gue, sebelum dia benar-benar gue jadiin istri," timpal Al merengkuh pinggang Felic posesif membuat Felic merasa terkejut dan menatap Al terkesan.
"Wah Bro, salut gue. Lo memang gentleman! Baru saja berapa menit jadian udah lo ajak serius aja. Gue cuma bisa doain kalian. Semoga kalian langgeng dan terwujud niat baik itu. Gue ikut seneng kalau sahabat gue bahagia." Dahegar menepuk bahu Al.
"Thanks ya, Bro! Wajar kan Gar, suatu hubungan serius tujuannya ke arah sana?" tanya Al melirik Felic yang tak pernah sedikit pun senyum pudar dari bibirnya.
"Benar kan, bidadari burung besi?" Al meminta persetujuan Felic.
Felic dengan malu-malu mengangguk. "Iya, pangeran burung besi."
Al tersenyum mendengar panggilan sayang Felic. Hatinya merasa sangat bahagia telah menjadikan wanita yang selama ini sudah menjungkirbalikan hidupnya dan hanya Felic wanita yang mampu memporakporandakan hatinya. Saat berjahuan hanya Felic yang ia pikirkan dan rindukan.
Al sangat menyadari dari pertemuan pertamannya dengan Felic di lobi apartemen, ia sudah jatuh hati padanya. Cinta pada pandangan pertama itu yang memang Al dan Felic rasakan.
Cinta Felic mengendap-endap menyelusup di pintu hati Al, dengan pelan dan pasti ia masuk ke dalam dan tergelincir jatuh ke dasar hatinya. Di dasar hati Al, benih cinta Felic tumbuh dan berakar di sana. Membuat cinta Al semakin besar dengan pupuk yang diberikan rindu Felic kepadanya. Perhatian, kasih sayang Felic kepadanya adalah pupuk yang menyuburkan benih cinta itu.
###########
Sabar yaaa? Ini masih awal cerita, cerita yang sesungguhnya belum dimulai. Nikmati saja dulu kisah kasih di burung besi.
Terima kasih vote dan komennya?
Makasih yang sudah mau baca cerita aku.
Muuuuaaacchhhh
Cium jauh dari aku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top