BERSABARLAH, SAYANG

Al POV

Untuk bisa selangkah terdepan dari lawan, aku harus bertarung secara agresif dengan wajah tenang. Kalian pikir aku selama ini hanya berdiam diri tidak mengetahui apa-apa tentang bidadari burung besiku? Kalian salah, jika berpikir aku diam saja. Aku mengetahui semua rencana dan apa yang terjadi dengan Felic.

Sepulangnya aku dari Surabaya mengambil cuti, diam-diam aku selalu mengawasi Felic. Sampai aku menyewa mata-mata untuk selalu bisa mengawasinya. Saat aku harus bekerja, orang kepercayaanku yang mengawasi dia  Aku tidak mau ketinggalan informasi sedikitpun tentangnya. Dari Felic mengalami sakit, tidak mau makan, selalu uring-uringan dengan Andrian, Felic menjalani implantasi, hingga terakhir yang membuatku naik darah adalah rencana Andrian dan Bella untuk mengasingkan wanitaku ke negeri lain. Jangan kalian pikir wanitaku ini boneka.

Ketika aku sudah tahu kepastian keberangkatan mereka akan ke negeri Jiran, aku mencari informasi pada managemenku siapa pilot yang bertugas. Keberuntungan berpihak kepadaku. Pilot belum terisi karena yang dijadwalkan sakit, akhirnya aku pengajuan diri untuk menjadi pilot di penerbangan itu.

Hari itu hal yang tidak kusangka, bertemu dengan Andrian dan Bella di bandara. Yang lebih membuatku terkejut melihat kondisi wanitaku dari dekat. Sejauh ini aku hanya memerhatikannya dari kejahuan. Oh Tuhan, betapa hancurnya hatiku melihat kondisi dia yang tidak baik. Maafkan aku sayang, aku belum punya keberanian untuk membawamu ke dalam dekapanku lagi.

Hatiku masih terasa sakit dan meskipun begitu aku selalu ada buat kamu. Dimana pun kamu berada aku akan selalu ada. Kemana pun Andrian dan Bella akan membawamu pergi, aku akan segera ke sana. Tidak peduli di mana aku, aku akan tetap di belakangmu.

Amarahku memuncak ketika sudah sampai di bandara Malaysia. Aku keluar dari bandara melihat di luar sudah banyak wartawan dan fans yang sudah pasti mereka mengidolakan Bella. Aku melihat wanitaku terhimpit di kerumunan orang. Yang bikin kesel lagi, itu suami begok apa tolol sih? Yang lagi lemah itu wanitaku kenapa yang dilindungin bini pertamanya. Sampai aku melihat Felic dengan paksa melepaskan gandengan Bella. Dia mencari celah keluar dari kerumunam orang-orang itu. Aku bernapas lega dia bisa menghindari orang-orang yang tidak memedulikan keberadaannnya.

Dengan peluh di dahi dan napas memburu dia mencari tempat duduk. Ingin rasanya aku menghampirinya, memeluknya, dan membawanya pergi sejauh mungkin dari keadaan ini. Yang aku harap tidak ada orang yang bisa menemukan kami. Tapi aku harus sabar dan tidak boleh gegabah untuk melangkah. Akan ada hari untuk aku memanjakannya lagi. Sabar sayang, kamu akan baik-baik saja karena aku selalu ada untuk kamu. Aku merogoh saku celana kainku mencari ponsel. Saat sudah kutemukan, aku mencari salah satu nomor, lalu aku hubungi orang itu.

"Hallo," sapaku setelah orang yang kutelepon menjawab.

"Ya, Bro? Lo di mana?" tanya orang dari seberang sana.

"Gue masih di bandara, sekarang posisi lo di mana?"

"Gue lagi nunggu taksi, mau langsung ke hotel. Bareng yuk?" ajaknya.

"Kebetulan gue mau minta tolong. Lo jalan sekarang ke depan pintu masuk gedung bandara. Sekarang!" perintahku paksa tak terbantahkan pada orang itu.

"Emang kenapa, Bro? Lo baik-baik aja kan?" tanya dia khawatir.

"Nggak usah banyak tanya!" sahut gue dengan mata masih memerhatikan wanita duduk sendiri kepanasan di bawah terik matahari yang menyengat.

"Oke!"

Panggilan terputus.

Setelah aku menunggu orang itu, akhirnya dia pun datang.

"Hei!" tegur dia berdiri di hadapanku.

Tanpa aku alihkan pandangan dari wanitaku, aku mengulurkan air mineral pada Dahegar. Kebetulan dia kopilot yang saat ini bertugas denganku.

"Lo kasih ke dia," ucapku sambil menunjuk dengan daguku ke arah Felic yang duduk menundukan kepalanya.

Dahegar mengikuti arah pandanganku.

"Felic?" desisnya pelan tapi masih bisa aku dengar.

"Iya. Itu dia!" Aku sudah menceritakan semua pada Dahegar.

Dia sohib baikku. Dia orang pertama yang mendukungku ketika awal mengejar cinta Felic.

"Kenapa dia bisa ada di sini?" Dahegar bertanya heran melihat Felic terdampar sendirian di negeri orang.

"Ceritanya panjang. Udah sono. Cepetan dia keburu kehausan!" paksaku mendorongnya. "Eh, tunggu! Ponsel lo mana?" tanyaku menahan dia saat ingin melangkah.

Dia mengernyitkan dahinya. "Buat apa?" tanya Dahegar bingung seraya memberikan Iphone-nya.

Aku mecolokkan headset di ponselnya lantas memasangkan di telinga dia serta merapikan kabel yang menjuntai. Orang yang kuperlakukan seperti itu hanya berdiam diri pasrah. Aku menghubungi nomernya dan aku geser tombol hijau di layar flat milik Dahegar. Iphone-nya kumasukan di saku depan baju dia.

"Sekarang lo samperin cewek gue. Dan jangan selali-kali lo sentuh dia. Gue akan pantau lo dari sini. Dan jangan lo matiin telepon gue. Ngerti kan maksud gue?" titahku.

"Iya, gue ngerti. Ribet banget jadi sohib lo!" cibir dia sambil berjalan mendekati Felic.

Aku mendengar dari ponselku, dia mulai menyapa Felic, sambil menyodorkan botol air mineral yang aku berikan padanya tadi.

"Hai, Nona cantik?" sapa Dahegar.

Aku melihat Felic mendongakkan kepalanya, wajahnya terkejut terlihat dari kejahuan tempatku berdiri. Dia tersenyum tipis pada Dahegar yang kurasa itu senyum paksa karena terlihat hambar.

"Kak Dahegar?" ucapnya samar-samar aku dengar.

"Kamu kenapa duduk di sini sendiri? Menunggu siapa sih? Hm?" tanya Dahegar duduk di sebalah Felic berjarak.

"Aku ketinggalan Kak Bella dan Kak Andrian. Tasku dibawa Kak Bella," ceritanya pada Dahegar sembari membuka botol minum. Aku menghela napas berat.

"Sekarang kamu mau ke mana?" tanya Dahegar menggeser duduknya mengambil jarak dua kursi dari Felic.

"Tadi rencananya Kak Bella, aku mau diajak ke apartemen dia." Felic menenggak air mineralnya.

"Terus kamu tahu jalan menuju ke apartemen kakakmu itu?"

"Iya. Aku tahu Kak, tapi aku nggak bawa apa-apa. Bingung mau naik taksi nggak punya uang."

Hatiku tergores perih, sakit dan sangat sakit. Beginikah nasib kekasihku?

"Bro, tolong antar dia ke apartemen kakaknya. Gue ikutin lo dari belakang," pintaku pada Dahegar dari ujung telepon.

"Kalo begitu Kakak anter kamu ya?" tawar Dahegar menuruti permintaanku.

"Tapi aku nggak mau krepotin, Kakak."

"Nggak kok. Aku nggak merasa kamu repotin. Daripada kamu di sini sendiri seperti orang ilang. Apalagi kalau sampe Al tahu aku biarin kamu di sini sendiri tanpa melakukan apa pun buat membantu kamu. Bisa-bisa aku dibunuh dia. Kamu tega lihat Kakak mati di tangannya?" seloroh Dahegar paling bisa menghibur kawan yang sedang susah.

Aku lihat Felic mengangguk. Dahegar berdiri mencari taksi. Sebelum aku mencari taksi, lebih dulu aku mencarikan untuknya. Aku meminta sopir taksi yang sudah kuberikan uang ringgit untuk ke arah Dahegar. Saat taksi berhenti di depan Dahegar aku berbicara lewat telepon.

"Bawa Felic masuk. Taksi sudah gue bayar. Gue udah ada di taksi belakang."

Dahegar membukakan pintu untuk Felic. Sementara hanya ini yang bisa aku lakukan untuknya. Taksi melaju ke apartemen Bella. Setelah sampai di apartemen, aku terlebih dulu masuk ke dalam  dan menuju kelantai kamar apartemen Bella. Ya jelas aku tahu kamar apartemen dia, karena kamar itu sempat menjadi saksi penyatuan tubuhku dan Felic saat kami bertugas bersama ke negari ini. Setelah aku sampai di lantai 5, segera aku bersembunyi di balik tembok agar tidak terlihat Felic.

Aku mengintip, ternyata Dahegar mengikuti perintahku. Memang dia sohib yang bisa gue andalkan. Dahegar mengantar Felic sampai di depan pintu.

"Terima kasih, Kak," ucap Felic setelah berhasil membuka pintu apartemen Bella.

"Iya. Sama-sama. Jangan sungkan-sungkan jika memperlukan bantuan, hubungi saja aku ya?"

"Iya, Kak."

"Iya sudah, kamu sekarang masuk. Jaga kesehatanmu. Kalau begitu Kakak balik ke hotel dulu ya?" pamit Dahegar. Saat tubuh Dahegar ingin berbalik, tiba-tiba aku mendengar Felic menanyakan tentangku padanya.

"Kak, apa Al baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja, Sayang," jawabku lewat telepon namun hanya Dahegar yang bisa mendengarnya.

"Dia baik-baik saja, Felic. Kamu jangan khawatirin dia ya? Dia akan baik-baik saja jika melihatmu juga dalam keadaan dan kondisi yang baik."

"Iya Kak, aku akan berusaha tegar dan bertahan untuknya. Sampaikan salam rinduku padanya, Kak. Aku sangat merindukannya."

Aku dengar suaranya bergetar. Aku yakin dia pasti menangis.

"Bilang gue juga sangat teramat rindu dan cinta padanya!"

"Iya, Kakak akan sampaikan. Kakak juga yakin saat ini Al pasti juga merindukanmu. Percayalah cintanya ke kamu tidak akan pernah pudar dan luntur. Karena Kakak tahu bagaimana proses perjalanan cinta kalian. Jika Tuhan tidak mentakdirkan kalian bisa bersama di dunia ini, mungkin Tuhan akan menyatukan kalian di dunia selanjutnya, yang lebih kekal dan abadi, tidak hanya sementara seperti sekarang."

"Iya Kak, terima kasih. Sampaikan juga, aku masih mencintainya. Perasaanku masih sama dan tidak berkurang sedikitpun untuknya."

"Sama. Gue juga masih cinta dan perasaan gue ke dia nggak berkurang sedikitpun. Justru gue makin cinta sama dia. Bilang!" perintahku pada Dahegar.

"Iya, entar Kakak sampaikan. Percayalah, dia masih cinta sama kamu. Mungkin makin cinta kali sama kamu," ujar Dahegar diiringi candanya.

Aku mendengar Dahegar terkekeh dan itu membuat Felic tersenyum walau hanya tipis tapi sudah bisa membuat hatiku menghangat.

"Ya sudah, masuklah," titah Dahegar.

Felic mengangguk lalu menutup pintu. Dahegar berjalan ke arahku dan barulah aku keluar dari persembunyianku.

"Thanks ya, Bro. Lo emang sohib terbaik gue," ucapku padanya secara langsung sambil merangkul bahu dia mau ngajaknya masuk ke dalam lift.

"Iya. Ini gue lakuin buat sohib gue yang lagi galau akut sampe nggak ketulungan!" Aku hanya tersenyum tipis menanggapi jawaban Dahegar.

Aku dan Dahegar mencari taksi untuk kembali ke hotel tempat kami menginap. Saat di tengah perjalanan tiba-tiba ponselku bergetar, aku lihat panggilan dari Bella. Aku sudah bisa menebak pasti dia menanyakan Felic. Dengan malas aku menjawabnya. Benar seperti dugaanku, dia menanyakan Felic. Aku selalu menjawab singkat pertanyaannya. Belum selesai dia berbicara aku tutup telepon Bella.

Aku yakin dia pasti nekad akan mencariku ke hotel tempatku menginap. Aku biarkan saja dia kebakaran jenggot. Salah siapa berani-beraninya ninggalin bidadari burung besiku di sembarang tempat. Tapi sekarang aku lega karena wanitaku sudah di tempat yang aman.

Benar saja dugaanku, saat aku baru memasuki pintu hotel, di balik kacaata hitamku aku lihat Bella dan Andrian sedang bernegoisasi dengan resepsionis. Aku berjalan santai menuju lift bersama Dahegar. Setelah sampai di dalam kamar aku menelpon resepsionis dari telepon hotel yang tersedia di dalam kamar. Aku mengizinkan mereka menemuiku.

Aku berjalan ke kamar mandi dan membersihkan diri. Sengaja aku membiarkan Andrian dan Bella menunggu. Aku dengar ketukan pintu kamar berulang-ulang kali tapi aku tetap melanjutkan aktivitasku. Itu hukuman kalian karena sudah menelantarkan wanitaku.

Saat telingaku sudah jenuh mendengar ketukan pintu, baru aku membukakannya. Bella langsung saja memberondongiku pertanyaan aku tetap tenang dan santai. Kenapa aku harus cemas dan khawatir karena sudah tahu kalau wanitaku sekarang di tempat yang aman.

Andrian mencengkram kerah kausku, aku hanya tersenyum miring. Mengaku suami tapi nggak bisa menjaga istri. Cih! Basi! Aku tidak boleh terpancing amarah.

Bella menerobos masuk ke dalam kamar dan aku hanya bisa menggelengkan kepalaku dan berjalan duduk di sofa kamar. Melipat kedua tanganku di depan dada. Melihat suami istri di depanku mencari-cari Felic. Mau sampai kucing beranak gajah pun mereka mencari Felic di kamar ini nggak bakalan ketemu. Bella meminta maaf padaku setelah dia menuduhku dan tidak berhasil menemukan Felic. Aku mengantarkan mereka keluar dari kamarku.

***

Pagi-pagi sekali aku bangun dan menuju toko bunga yang sudah sering aku kunjungi saat berada di sini. Aku mempunyai banyak langganan toko bunga di negara-negara yang sudah pernah aku kunjungi bersama Felic. Termasuk di kota-kota Indonesia. Apalagi Jakarta. Aku selalu meminta penjaga toko mengirim mawar putih untuk dia setiap pagi. Di mana pun Felic berada, walaupun tidak denganku, namun mawar putih selalu datang di setiap paginya. Termasuk saat hubunganku merenggang, aku tetap selalu meminta langgananku mengirim bunga mawar putih ke tempatnya.

Kali ini aku akan meminta langgananku yang berada di sini mengantarkan bunga setiap pagi ke apartemen Bella tempat Felic bersembunyi. Aku hanya ingin dia selalu merasakan kehadiranku walau aku tidak berada di hadapannya.

#########

Kapten so sweet😳😳😳😳

Makasih untuk vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top