AKHIR YANG INDAH

Al hanya dapat menatap nanar kepergian Felic yang dipindahkan ke ruang persalinan. Tanpa bisa berbuat apa-apa, dia hanya dapat berdoa dalam hati untuk keselamatan malaikat kecilnya dan bidadari burung besinya. Maya terlihat bingung antara ingin menemani Felic atau Al. Sedangkan El dan Dul sudah terlebih dulu membuntuti Felic yang dipindahkan ke ruang bersalin. Maya tidak tenang dan hanya bisa mondar-mandir di ruang perawatan Al.

"Bunda! Siapa yang menemani Kak Felic melahirkan? Aku nggak mau ah, Bun. Aku takut," adu Dul menghampiri Maya ke ruang rawat Al.

Maya menatap Al seoalah-olah dari tatapan matanya, dia meminta izin menemani Felic. Al tersenyum tipis dan mengedipkan mata tanda menyetujuinya. Maya mendekati Al dan mencium kening putranya penuh kasih sayang.

"Bunda akan berusaha menjaga dia untuk kamu. Berjuanglah bersama dia, bantulah dia dalam doamu, Nak. Bunda sangat mencintaimu dan juga Felic. Berjuanglah bersama," bisik Maya pelan membelai rambut Al.

Al mengedipkan kedua matanya, tanda mengizinkan Maya.

"Kamu jaga Kak Al di sini ya? Bunda yang menemani Kak Felic," perintah Maya memegang bahu Dul sebelum ke luar ruang rawat Al.

"Iya, Bun," jawab Dul.

Maya berlari kecil menuju ruang persalinan. Sesampainya di sana, El berdiri di depan pintu sambil mondar-mandir gelisah tidak tenang.

"Bagaimana, El?" tanya Maya berdiri di depan El memegang bahunya.

"El takut menemani Kak Felic melahirkan. Bunda saja yang menemani. Kasihan Kak Felic, di dalam hanya sama dokter dan perawat. Support dia Bun, jangan biarkan Kak Felic merasa sendiri. Kita akan selalu ada buat dia dan selalu akan menjaganya," ucap El tulus menggenggam kedua tangan Maya.

"Iya Sayang, Bunda akan melakukan hal itu dan tolong jaga kakak kamu ya? Temani Dul di sana. Bunda masuk dulu." Maya mengecup kening El lalu masuk ke ruang persalinan menani Felic.

Saat sampai di ambang pintu, Maya menoleh El.

"Sayang, tolong hubungi Kak Andrian dan Kak Bella."

El mengerutkan keningnya menatap Maya heran.

"Kenapa mereka harus dihubungi, Bun?" tanya El tidak keberatan.

"Apa pun yang terjadi mereka tetap keluarga Kak Felic dan Kak Andrian masih suami Kak Felic. Udah jangan banyak tanya. Lakukan saja," kukuh Maya memberi pengertian pada El.

Dengan malas El menghubungi Andrian, sedangkan Maya masuk ruang bersalin. Dia terlebih dulu disterilkan dan dipasangkan baju steril berwarna hijau tua, masker dan penutup kepala. Setelah steril Maya diizinkan untuk menemani Felic.

"Bun, sakit," adu Felic saat Maya berdiri di sampingnya.

Tangan Maya menggenggam erat tangan Felic. Maya berusaha menyalurkan kekuatan padanya.

"My Lovely, kamu harus kuat, bertahanlah, Sayang. Setelah si kecil keluar, rasa sakitmu akan terbayar saat melihat dia yang mungil, cantik, dan pasti dia mirip sama kamu dan Al," ujar Maya menenangkan Felic.

Maya memberi bayangan indah agar Felic tidak terlalu merasakan kesakitannya.

"Tapi, ini sakit banget, Bunda. Felic nggak kuat."

"Kamu jangan bicara seperti itu, Bunda yakin pasti kamu kuat, My Lovely. Kamu bayangkan masa-masa indah saat bersama Al dulu. Bagaimana proses pertemuan kalian?" Maya berusaha mengalihkan rasa sakit Felic dengan mengajaknya berbincang kembali mengenang masa-masa indahnya dulu bersama Al.

"Dulu aku pertama bertemu dia, saat kita berpapasan di lobi apartemen. Semenjak pertemuan pertama kita itulah, aku sudah merasakan jatuh cinta sama anak Bunda. Hanya anak Bunda yang bisa membuatku bahagia dan memberi warna dalam hidupku. Dia satu-satunya pria yang mampu membuka pintu hatiku, Bun." Ketika mengingat, bibir Felic menyunggingkan senyum lebar. Tapi sesaat senyum itu pudar ketika perutnya merasa sangat sakit. "Aw, sakiiiiiit, Bun," keluh Felic sambil menahan sakit yang teramat.

Saat seperti ini nyawalah taruhannya. Peluh membanjiri tubuh Felic.

"Al sepertinya juga jatuh cinta sama kamu dari pandangan pertama. Kamu juga wanita satu-satunya yang mampu melelehkan gunung es, yang sudah lama membeku di hati Al. Bunda bahagia kamu masuk di tengah-tengah keluarga kami. Ayo berjuanglah, biar keluarga kita mendapat anggota baru. Pasti akan lebih seru dan kita bisa bermain bersama-sama." Maya terus menyuntikan semangat pada Felic.

Wajah Felic pucat, dia terus memegangi perutnya. Keringat yang keluar di wajah Felic, selalu Maya basuh dengan handuk kecil.

"Bun, aaaaw aku nggak kuat. Ini sangat sakit, aku ... aku ... aaaaaw." Felic berteriak sekuat tenaga.

Kondisi tubuhnya yang kurang baik dan beban pikiran selama beberapa hari ini mempengaruhi persalinannya.

Di tempat lain kondisi Al justru semakin melemah. Alat pendeteksi jantung menurun. El dan Dul yang menunggu Al, hanya dapat melihat para tim medis menangani Al dari kaca kecil yang terpasang pada pintu.

"Kak El, aku takut. Bagaimana keadaan Kak Al di dalam sana? Dan Kak Felic juga bagaimana?" tanya Dul dengan suara yang mulai bergetar.

"Kita berdoa saja ya buat mereka. Semoga Tuhan memberikan pertolongan-Nya buat Kak Al dan Kak Felic. Perjuangan cinta mereka besar, Tuhan lebih tahu jalan terbaik untuk menyatukan mereka. Kita doakan mereka ya? Hanya dengan doa kita dapat membantu mereka, menyalurkan kekuatan dan mengingatkan bahwa mereka tidak hanya berjuang berdua saja. Kita selalu ada untuk mereka, Dik." El menenangkan hati adiknya.

Walau sebenarnya di dalam hatinya sendiri, dia merasa tidak bisa tenang dan pikirannya bercabang. Memikirkan kondisi Al dan Felic.

Di ruang persalinan, terlihat tim medis yang akan membantu Felic melahirkan sudah siap dengan alat dan berbagai perlengkapan lainnya.

"Sudah siap, Bu Felic? Ini sudah waktunya. Ikuti aba-aba dari saya ya?" perintah dokter sebelum melaksanakan tugasnya.

Perjuangan kedua anak manusia di ruang yang berbeda sangat menegangkan. Cinta dapat membuat semua menjadi mudah, namun cinta juga membuat kita merasa sengsara. Cinta yang selama ini Al dan Felic perjuangkan mengingatkan betapa besarnya kekuasaan Tuhan. Dia selalu menguji umat-Nya sesuai batas kemampuan kita. Dia tidak pernah jauh dari kita dan Dia selalu memberi jalan di setiap ujiannya.

Terlihat Andrian dan Bella berlari di koridor rumah sakit. Rasa cemas, khawatir, takut bercampur bahagia menjadi satu. Saat keduanya tiba di depan ruang persalinan, di sana sudah ada El yang menunggu.

Sebelum El menunggu di depan ruang persalinan Felic, dia dan Dul bersepakat untuk berpisah. Dul menunggu Al dan El yang menunggu Felic.

"El, bagaimana keadaan Ily?" tanya Andrian cemas memegang bahu El.

El menepis kasar tangan Andrian yang berada di bahunya. Dia melirik sengit dan menjawab, "Masih di dalam!" ucap El datar dan terdengar ketus.

"El, maafin kami baru sempat datang lagi," ucap Bella tulus.

"Nggak ada pengaruhnya kalian datang atau tidak. Itu bukan urusan saya!" ujar El lantas berlalu meninggalkan Andrian dan Bella.

Saat ini El dan Dul sangat bingung, antara menunggu Al atau Felic. Keduanya sangat berarti dalam hidup mereka, rasa sayang keduanya tertanam di dalam hati El dan Dul. Sesekali keduanya bergantian mondar-mandir ke ruang Al dan juga Felic.

Sedangkan di dalam dua ruang yang berbeda, terlihat Felic yang berusaha mati-matian melahirkan malaikat kecilnya. Kondisi Al semakin menurun dan detak jantungnya melemah. Hanya menunggu mukjizat dari Tuhan.

"Bunda, aku tidak kuat," rancau Felic di sela mengejan.

"Ayo Bu Felic, sekali lagi lebih kuat mengejannya, sudah terlihat kepalanya," ujar dokter yang berada di bawah Felic.

Felic berusaha mengerahkan seluruh tenaga agar malaikat kecilnya dapat menghirup udara di dunia ini.

"Dok, detak jantungnya melemah!" pekik salah satu tim medis yang menangani Al. "Dok, jantungnya berhenti!" lanjutnya.

"Siapkan kejut jantung!" perintah dokter dan langsung dilaksanakan asistennya.

Dokter berusaha memacu jantung Al dengan alat kejut jantung. Namun semua sia-sia. Bersamaan dengan keluarnya malaikat kecil sukma Al keluar dari tubuhnya. Al memandang tubuhnya sendiri yang terbaring dengan berbagai macam alat. Al mendengar tangisan bayi yang melengking dari jarak yang tidak terlalu jauh dari tempatnya sekarang. Tangisan itu menggerakan hatinya untuk mencari sumber suara. Sukma Al keluar dari ruangan, dia melihat El dan Dul yang sudah terkulai lemas bersandar di tembok rumah sakit. Air mata mereka mengalir deras.

"Tuhan kenapa Kau ambil kakakku? Apa yang harus aku katakan pada Kak Felic?" teriak El setelah dokter mengabarkan kondisi Al yang sudah tak bernyawa.

Tangis pecah menggema di lorong rumah sakit. Sukma Al berlari mencari Felic. Setelah dia sampai di depan ruang persalinan, sukma Al melihat Bella menangis tersungkur di lantai dan Andrian memeluknya dari belakang. Al menembus pintu persalinan. Dia melihat bayi mungil yang masih kotor dengan darah menangis di pelukan Felic. Maya terkulai lemas di bawah tempat Felic berbaring. Al semakin bingung apa yang sebenarnya terjadi?

Hingga sebuah tangan menggenggam erat tangan kanan Al. Al menoleh ke sampingnya, dia terkejut melihat Felic berdiri di sampingnya sambil tersenyum sangat manis.

"Apa yang sebenarnya terjadi dengan kita?" tanya Al pada Felic.

"Tuhan menyatukan kita di suasana berbeda. Tuhan lebih menyayangi kita, Sayang."

Al tersenyum pada Felic. Mereka menatap nanar Maya yang menangis terisak di lantai. Felic menggandeng tangan Al menghampiri tubuhnya yang terbaring bersama bayi kecil nan mungil di atas dadanya.

"Sayang, maafin Bunda dan Ayah. Kita tidak bisa merawat dan membesarkanmu. Tapi Bunda dan Ayah berjanji akan selalu menjagamu dari atas sana. Maafkan kami Sayang, kami sangat menyayangimu," ucap Felic dengan linangan air mata.

"Maafkan Ayah, Sayang. Kamu belum sempat merasakan kasih sayang kami. Tuhan lebih menyayangi Ayah dan Bunda. Sebelum kamu merasakan cinta dan kasih sayang yang Ayah dan Bunda miliki, Tuhan lebih dulu meminta agar kami menjagamu dari rumah-Nya. We love you my little angel." Al berusaha meraba bayi yang masih merah tengkurap di atas raga Felic.

Namun tangannya menembus hingga dia tidak merasakan apa pun.

"Tuhan, apa yang akan aku sampaikan pada Al nanti jika dia tahu bahwa aku tidak bisa menjaga cintanya?" teriak Maya di sela isakannya.

"Bunda! Kak Al ...," teriak Dul berlari dan berhenti di ambang pintu.

Belum juga dia menyelesaikan ucapannya, kakinya lemas, bibirnya seketika kelu, dan tubuhnya tersungkur di tengah pintu. "Kak Feliiiiiiiic!!" teriak Dul yang menambah air matanya membanjiri tak terbendung.

Maya menghampiri Dul dan memeluknya sangat erat.

"Ada apa dengan Kak Al?" tanya Maya khawatir mengguncangkan tubuh Dul.

"Kak...kak ... Al ... itu, Bun ...." Dul tak kuasa menyelesaikan ucapannya. Tangan Dul mengacung ke arah ruang Al.

Sukma Al dan Felic hanya bisa melihat nanar pada keluarganya yang sangat terpukul. Al memeluk Felic dari samping. Air mata kedua sukma itu tak henti-hentinya mengalir.

"Maafkan kami Bun, Dul," ucap Felic lirih.

Perasaan Maya tidak tenang, dia langsung berdiri dan berlari dengan sempoyongan ke ruang perawatan Al. Dilihatnya El sudah menangis di atas tubuh Al dan dia mengguncang tubuh kakaknya.

"Kakak bangun! Aku harus bicara apa sama Kak Felic. Kakak nggak mau lihat si kecil. Ayo Kak, buka mata Kakak!" teriak El menangis histeris

Maya menghampiri El yang sedang mengguncang-guncangkan tubuh Al. Dia menutup mulutnya melihat semua alat sudah terlepas dari tubuh Al. Maya memeluk El erat dan menumpahkan kesedihan yang tidak dapat dia bendung lagi.

"Bun! Apa yang akan kita katakan sama Kak Felic? Pasti dia sangat hancur saat mendengarnya?" tanya El di dalam pelukan Maya.

"Kita tidak perlu mengatakan apa pun padanya. Tuhan pasti sudah mempertemukan mereka sekarang."

El melepas pelukan Maya dan menatap bingung bundanya.

"Maksud Bunda apa? Kak Felic ...?" El membekap mulutnya dengan cepat dia berlari ke ruangan Felic.

El berdiri di depan pintu ruang Felic yang terbuka lebar, dilihatnya tubuh Felic sudah tertutup kain putih seleher. Wajah pucat menghiasi kecantikannya. Dul tak henti-hentinya menangis di samping jasad Felic. El berlari memeluk tubuh Felic, dia mengguncangkan tubuh Felic.

"Kakak bangun! Kenapa kalian tega ninggalin kita? Apa kalian tidak ingin membesarkan si kecil bersama? Kita sudah sepakat untuk tinggal dan menjaganya. Kakak buka mata kamu, Kak!" pekik El pada tubuh yang ditinggalkan sukmanya itu.

***

Langit gelap mengiringi pemakaman kedua manusia yang saling mencintai. Seakan langit tahu dan merasakan kesedihan yang sedang menyelimuti keluarga Maya dan Andrian. Kini gundukan tanah bersebelahan telah berhias taburan mawar putih dan merah. Di setiap gundukan tertancap nisan marmer hitam bertuliskan pemilik setiap gundukan itu. Air mata tidak henti-hentinya keluar dari mata setiap pelayat dan keluarga.

Satu per satu pelayat berhamburan meninggalkan pemakaman. Maya masih setia berdiri menghadap makam kedua insan yang saling mencinta itu. Pandangan Maya teralihkan pada sesuatu yang menjulang tinggi seakan itu tangga penghubung bumi dan langit. Terlihat tangan Al dan Felic saling menggenggam, mengenakan pakaian serba putih dan wajah yang memancarkan sinar.

Mereka tersenyum ke arah Maya, entah dari mana datangnya tangga dan cahaya yang bersilau sangat terang itu. Tangga itu terhias sangat indah dan menenangkan hati. Perlahan Al dan Felic membalikan badan dan menaiki anak tangga bersama. Senyum terukir di bibir Maya mengiringi kepergian mereka.

"Selamat tinggal, Sayang. Di sana cinta kalian akan kekal abadi. Di sini kisah cinta kalian akan terlukis dan terbingkai dengan indah yang nantinya akan menjadi sejarah cinta yang penuh pengorbanan dan perjuangan. Biar semua orang tahu bahwa cinta kalian itu sejati. We love you pangeran burung besi dan bidadari burung besi." Maya berucap sangat pelan, mungkin hanya dia saja yang dapat mendengarnya.

Saat tubuh Al dan Felic sudah semakin menjauh, Maya melangkahkan kakinya meninggalkan dua gundukan itu dengan perasaan lega dan senyum terukir di bibir.

Tuhan selalu memberikan jalan hidup yang tidak akan pernah kita tahu dan pahami. Pertolongan Tuhan memang berjalan lambat, tapi Tuhan tidak akan pernah terlambat untuk menolong kita. Tuhan punya rencana yang lebih indah tanpa kita duga, karena rencananya lebih indah dari rencana kita.

INDAH PADA WAKTUNYA

############THE END###########

Mau sekalian Extra part-nya?
terima kasih untuk vote dan komentarnya. 🙏🙏🙏🙏🙇🙇🙇🙇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top