Bab 2 : Susu Diet Untuk Dona


Aku berangkat ke kantor seperti biasa dengan motor metik kesayangan.Sebentar lagi motor yang kupakai kurang lebih hampir tiga tahun ini sudah waktunya bayar pajak.

Motor ini memang tidak bisa membonceng istriku, Dona. Dia justru punya mobil sendiri untuk kebutuhannya bepergian, salut sebenarnya punya istri yang bisa bawa mobil sendiri, sedangkan aku sama sekali nggak paham gimana nyetir mobil.

Aku bekerja di salah satu kantor ekspedisi, tempat pengiriman barang. Jabatanku sebagai supervisor di sana, tapi bisa serabutan juga buat bantu-bantu yang lainnya ngecekin barang.

“Mas Ali, besok Minggu ada acara nggak?” tanya salah seorang rekan kerjaku yang baru saja sampai di parkiran.

Aku yang masih duduk di atas motor, melepas helm terlebih dahulu,baru menanggapi ucapannya.

“Memang kenapa?”

“Si Vira kan ultah tuh, nah kita mau kasih kejutan aja buat dia nanti. Anak-anak udah ngerencanain sesuatu buat dia. Mas Ali mau ikutan nggak?”

“Emang mau di mana?”

“Kita kerjain nanti di kafe merah marun pinggir jalan sana.”

“Oh oke deh, patungan apa gimana?”

“Nanti deh, Mas aku masukin ke grup ya. Biar kita bahas di wa aja.”

“Oh oke siap.”

Aku dan cowok bernama Andi pun lalu masuk ke kantor. Kantor yang terletak di pinggir jalan, dan lebih bisa dibilang adalah ruko.

Baru saja aku masuk ke ruangan, ponselku berdering. Sebuah panggilan dari Mama.

“Ya Assalamualaikum, Ma. Ada apa?”

“Ali, gimana uangnya, udah dapet belum?”

“Udah, Ma. Sebentar ya, aku transfer.”

“Iya, oh iya, istri kamu nggak kerja?”

“Nggak, lagi kurang enak badan dia. Biar istirahat di rumah dulu.”

“Duuhh, kalau sakit itu jangan dimanja, Ali. Nanti kebiasaan,harusnya dia keluar, berjemur kek. Nggak di kamar aja gitu, gimana nggak makin kaya buntelan kasur kalo di kamar melulu. Trus kalo dia nggak kerja, nanti nggak dapet duit dong. Trus kita nanti gimana, Ali?”

Aku menghela napas mendengarkan ocehan Mama. Tanpa menjawab atau menanggapi, aku langsung memutus panggilan telepon saja, dan mengirimkan wa pada Mama.

[ Maaf, Ma. Ali sibuk, ini aku transfer uangnya ya. ]

Aku lantas segera mengirim uang yang tadi diberikan oleh Dona padaku. Lalu hanya itungan detik, uang tersebut sudah berpindah ke rekening Mama.

Setelah ditransfer, Mama tak lagi berisik. Tak hanya itu, ucapan terima kasih pun tak pernah ada.

“Pagi, Mas Ali,” sapa seorang perempuan rekan kerjaku yang bertugas sebagai admin, dia duduk tepat di sebelah kanan meja kerjaku.

“Pagi Dewi. Kamu tiap pagi saya perhatiin bawa minuman itu terus.Itu apa sih? Susu?” tanyaku yang salfok sama Tumbler ukuran hampir 2L kayanya. Selalu dibawa setiap pagi, tapi aku tidak tahu apa isi dan fungsinya.

Dewi lalu meletakkan tas dan bawaannya di atas meja. Kemudian duduk dan menatapku seraya menunjukkan Tumbler tersebut.

“Ini buat diet, Mas. Jadi minum ini tuh bisa nahan nafsu makan Sampe sore, kalau rutin sebulan bisa turun sampe 10kg loh, tapi harus imbang sama olah raga juga,” jelasnya.

Wah boleh juga nih buat istriku di rumah, siapa tahu Dona bisa kurus kan.

“Oh gitu, tapi kamu kan nggak gendut banget. Kenapa harus diet?”

“Diet itu kan bukan buat orang gemuk aja, Mas. Tapi biar sehat juga, soalnya untuk jaga pola makan. Kolesterol aku sama gula aku tinggi. Jadi,aku kurangin banyak makanan berlemak sama yang manis-manis gitu. Kan susah ya, makanya mending aku minum ginian deh.”

“Berapaan emang harganya?” tanyaku penasaran.

“Oh, kalau Mas mau, nanti aku kirimin linknya ya. Harganya variasi,soalnya paketan gitu jualnya.”

“Oke deh, oke. Makasih infonya ya, Dewi.”

“Sama-sama. Buat istrinya ya, Mas?” tanya dia tiba-tiba dengan pandangan seperti mengejek.

“Iya.”

“Kayanya kalau istri Mas Ali yang minum, butuh beberapa paket eh. Sama teh hijaunya juga, buat melancarkan pencernaan, jadi cepet kurusnya. Semangat ya, Mas.”

“Iya, makasih.”

Aku menghela napas pelan, kenapa sih selalu saja perempuan gemuk itu dipandang sebelah mata. Tak hanya oleh laki-laki, bahkan sesama perempuan pun mereka bisa menghina.

.

Sepulang kerja, aku mampir terlebih dahulu ke apotik untuk membelikan obat istri.

Tanpa sengaja aku melihat susu diet yang tadi diberitahu oleh Dewi, ternyata ada juga dijual di sini. Iseng aku tanya kalau di sini harganya berapa.

“Mbak, itu buat diet ya?” kataku menunjuk sebuah tempat berbentuk tabung dan di luar tertulis merk susu tersebut.

“Oh iya, Pak. Bapak mau?”

“Saya nanya harganya dulu.”

“Harganya 350ribu.”

“Oh, yaudah saya nanya dulu. Saya beli obat ini dulu saja.”

“Baik, Pak. Terima kasih.”

Setelah membayar dan mendapatkan obat untuk Dona, aku bergegas pulang karena cuaca kembali mendung. Ternyata susu itu mahal juga, dan kemungkinan nggak sampai sebulan juga sudah habis, ya kalau langsung kurus, kalau nggak?

Uang segitu kan lumayan kalau untuk ongkos aku sama bensin beberapa hari ke depan.

Udahlah, nggak usah mikirin badan Dona. Tapi, kalau nggak dipikirin,kasihan dia selalu dibully oleh keluargaku sendiri.

Sampai di rumah, aku terkejut melihat Mama yang duduk di ruang tamu sambil menikmati makanan yang banyak banget di meja.

Kesal, aku duduk dan menaruh tas dengan kasar di atas lantai.

“Ma, Mama apa-apaan sih, katanya duitnya buat arisan. Kok malahbeli makanan segini banyak sih? Kan mubadzir kalo nggak habis, siapa yang mau makan nanti?”

“Mama nggak beli kok,” jawab Mama santai sambil mengambil sebutir anggur dan memasukkannya ke mulut. “Eum, manis banget, seger, nih mau nggak?”

“Nggak! Trus kalau nggak beli, Mama dapat dari mana makanan sebanyak ini? Ngutang lagi?”

“Nggak kok.”

“Eh, Nak Ali sudah pulang kerja tow?” tiba-tiba seorang wanita paruh baya dengan suaminya muncul dari balik dinding.

Aku menelan ludah, lalu menghampiri dan menyalami keduanya, yang tak lain adalah ibu dan bapak mertuaku.

“Ibu sama Bapak yang bawain makanan, soalnya Ibu dengar katanya Dona sakit. Jadi, Ibu ke sini beli buah sama makanan kesukaan Dona,” ujar Bu Fitri,ibunya Dona.

“Iya, Bu. Terima kasih, jadi ngerepotin,” kataku malu.

“Begini, kan Nak Ali kerja, Ibu sama Bapak mau bawa Dona pulang,biar kami rawat di rumah. Soalnya, Dona itu kan manja, kasihan kalau Nak Ali nanti kecapean habis kerja harus melayani Dona.” Ibu mertuaku mengungkapkan keinginannya datang ke sini.

Mama yang duduk tak jauh dariku, lalu mendekat dan berbisik ke telingaku.

“Jangan, biar istri kamu di sini aja. Kalau dia di rumah orang tuanya, Mama nggak bisa minta uang lagi nanti. Kan lumayan nih kalau tiap hari dikirimin makanan banyak kaya gini.”

Astaghfirullah, Mama.

.






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top