Chapter 14
Prilly sampai di rumah dengan Digo. Di lihatnya mobil Ali sudah terparkir rapi di teras depan rumah, tak biasanya Ali pulang cepat. Prilly keluar dari mobil di ikuti Digo dari belakang. Rumah terasa sepi saat mereka masuk ke dalam, hanya suara televisi yang terdengar dari televisi yang sedang di lihat Ali.
"Dari mana kalian?" tanya Ali dingin tanpa menoleh ke arah Prilly dan Digo.
"Kenapa lo adik kecil?" Digo memjawavnya dengan pertanyaan lagi.
"Kenapa nggak di jawab?" tanya Ali lagi.
Aura yang terjadi sedang tidak baik. Sepertinya Ali tak menyukai kedatangan mereka yang bersama itu. Ali memiliki rasa cemburu walaupun pada kakaknya sendiri. Digo yang menyadari itu tak ingin menggoda Ali lagi, dia tak mau jika adiknya menjadi marah.
"Gue abis antar Prilly ke ru ...." Belum sempat melanjutkan ucapannya Prilly sudah melihat Digo dengan tatapan memohon. Digo mengerti itu dan hampir saja kelepasan.
"Gue abis anter Prilly ke rumah makan depan sana, biasa kan kalau perempuab hamil nyidamnya nggak nunggu waktu. Gue kan nggak mau ponakan gue ileran. Ya udah ya gue mau ke kamar dulu." Digo beralih ke kamarnya, hari ini Digo kembali menginap di rumah Ali.
Prilly masih saja tertunduk tak berani melihat Ali. Ada rasa bersalah di hati karena harus membohongi suaminya. Ali mendekat dan memeluk Prilly erat. Entah kenapa Ali merasa takut sekali kehilangan Prilly.
"Maafin aku, aku nggak maksud marah sama kamu sayang. Kamu nggak apa-apa kan?" Ali menangkup kedua pipi Prilly.
"Aku nggak apa-apa sayang. Kita duduk di taman belakang ya." Ajak Prilly saat melihat rintikan hujan mulai turun dari langit di senja hari.
"Tapi kan hujan di luar sayang." Ali tak melepas pelukannya di pinggang Prilly.
"Hujan kan romantis Li, kalau bisa kita menari-nari di luar sambil nyanyi biar kaya Sharuk Khan sama Kajol."
"Emangnya film India apa. Ya udah ayo, tapi kalau udah dingin masuk ya."
"Iya sayang," ucap Prilly dengan mengulum senyum.
Ali membawa Prilly ke tras belakang.bau rerumputan yang tersiram air terasa segar. Titik-titik hujan yang semakin lama semakin deras mulai turun membasahi tanaman yang ada. Udara terasa sejuk dan nyaman. Prilly merapatkan duduknya ke Ali, mencari kehangatan dalam dekapan laki-laki yang sangat di cintainya.
Kebahagiaan sederhana yang mereka ciptakan dan hanya mereka juga yang rasakan. Digo memperhatikan dua adik tersayang dari dalam.
"Jaga dia baik-baik Li, jangan sampai lo nyesel nantinya. Dia berjuang buat lo dan kebahagiaan lo. Gue nggak mau lo ngalamin hal yang sama, sama apa yang pernah gue alami dulu. Jaga perempuan istimewa itu adik kecil." Digo mengulum senyum dari balik tirai.
***
Pagi harinya kini Ali dan Digo sudah sama-sama terlihat rapi begitu juga dengan Aleya.
"Papa baru pulang mau langsung kerja pa?" Tanya Aleya sambil mengunyah roti di tangannya.
"Iya sayang, papa lagi banyak kerjaan makanya langsung masuk." Digo mengusap rambut putrinya lembut.
Prilly hanya diam ikut duduk di samping Ali, Ali yang heran dengan sikap istrinya yang tiba-tiba terlihat hanya diam saja.
"Kamu kenapa sayang? Sakit atau gimana?" Tanya Ali panik meraba kening Prilly memastikan suhu tubuh Prilly.
"Nggak kok, udah habisin makanannya setelah itu kerja nanti kamu telat loh," ucap Prilly mencoba mengalihkan pembicaraan.
Ali mengerutkan alisnya, tak biasanya Prilly banyak diam. Setiap paginya Prilly biasanya selalu manja dengan Ali.
"Yaudah aku berangkat dulu ya, bang mau berangkat bareng nggak?"
"Nggak, gue mau ngantar Aleya dulu lo berangkat dulu aja." Ali mengangguk mengerti.
Prilly mengantar Ali kedepan, seperti biasa Ali selalu saja cerewet sebelum berangkat kerja.
"Masih ingat kan, ja ..."
"Jangan banyak-banyak kerja, jangan kecapeaan, jangan lupa minum vitamin, jangan lupa makan. Itukan yang mau kamu bilang?" Prilly memotong ucapan Ali sebelum Ali menyelesaikan pekataannya.
"Pinter istri aku." Ali mengelus rambut Prilly kemudian mengecup kening Prilly singkat.
"Ingat jangan nakal ya," pesan Ali lagi sebelum masuk kedalam mobilnya.
"Aku nggak akan nakal sayag." Prilly melambaikan tangannya mengantarkan kepergian Ali. Tak lama juga Digo dan Aleya berangkat untuk melakukan aktivitas mereka masing-masing.
Prilly kembali masuk ke dalam rumah, perutnya yang semakin membuncit tak membuat dia berhenti melakukan aktivitas yang biasa di lakukannya. Hanya saja, sekarang dia lebih mudah lelah dari biasanya.
"Bertahan ya nak, mommy akan terus jagain kamu. Kita sama-sama berjuang, kamu harus hadir di antara mommy dan juga daddy. Kami menunggu mu sayang." Prilly mengusap perutnya, merasakan pegerakan yang mulai semakin terasa di dalam. Anaknya seperti mengerti apa yang sedang di rasakan mommynya.
Dari hari kehari Prilly berjuang sendiri, dia masih saja terus bersembunyi dari kata 'lelah' jika Ali memergokinya. Tak ada yang bisa dia lakukan selain bertahan untuk keluarganya.
Waktu terus bergulir begitu cepat, Prilly dengan setia masih menunggu Ali di ruang tamu sambil menukar-nukar cahanel tv yang tidak menarik. Sebenarnya bukan suara di tv yang tidak menarik hanya saja suasana hati Prilly yang sangat khawatir pada Ali.
Bagaimana tidak waktu sudah menunjukkan pukul 8 tepat dan itu artinya waktunya Ali pulang sejam yang lalu namun sampai saat ini belum ada tanda-tanda mobil Ali.
"Udahlah Prill, lo tidur aja mungkin Ali lagi kejebak macet makanya telat udah sana istirahat." Ucap Digo sambil meminum secangkir tehnya.
"Gak bang Prilly bakal nunggu terus, gak biasanya Ali pulang telat gini. Prilly khawatir bang." Jelas Prilly meremas-remas bajunya.
'Tit ... tit ... tit ...
"Itu pasti Ali bang!" Ucap Prilly sangat bersemangat langsung saja ia berlari kecil ke arah pintu.
"Eh, Prilly jangan lari ...." Digo berteriak panik melihat Prilly yang berlari kecil ke arah pintu padahal perutnya sudah mulai membuncit.
Prilly tidak mengindahkan perkataan Digo, langsung saja Prilly membuka pintu. Dilihatnya Ali yang berdiri dengan wajah lelah.
"Aliiiii!" Prilly berhamburan ke pelukan Ali. Kalau saja Ali tidak sigap menahan pasti mereka akan terjatuh ke belakang.
"Ali kamu kenapa telat?" Prilly membenamkan wajahnya di dada Ali, tidak ada balasan dari Ali, Ali hanya diam saja.
"Kamu kenapa?" Tanya Prilly mendongakkan wajahnya menatap Ali.
"Aku capek Prill, udah ya jangan manja-manja dulu." Ucap Ali melepaskan pelukan Prilly di pinggangnya.
Hati Prilly terasa sakit mendengar Ali yang mengatainya manja. Apa selama ini ia terlalu manja hingga membuat Ali mulai bosan? Berbagai pikiran negatif berkecamuk di otak Prilly. Dadanya naik turun menahan sakit di hati, matanya memerah melihat Ali yang acuh saja berjalan ke sofa d a n duduk dengan santai pula seolah tidak sadar dengan perkaannya itu sudah membuat Prilly sakit.
'Brakkkkkk ...
Prilly membanting pintu kamarnya keras hingga bunyi gemaan pintunya terdengar begitu keras.
"Lo kenapa sih begitu sama Prilly?" Tanya Digo terlihat kesal dengan perkataan Ali pada Prilly tadi.
"Gue pusing bang, pasien gue banyak tadi terlebih ada ibu-ibu yang ngancam gue kalau anaknya meninggal karna gue. Padahal ibu itu yang memang udah terlambat membawa anaknya kerumah sakit, akhirnya anaknya meninggal." Jelas Ali mengacak-ngacak rambutnya hingga terlihat berantakan.
"Iya gue tahu lo lagi banyak masalah, tapi setidaknya lo bisakan ngasih kabar? Lo tahu Prilly udah nunggu lo lama dari jam 6 tadi, dan pas lo datang tiba-tiba lo bilang gitu ama dia."
Ali menghela nafas kasar, di usapnya wajahnya kasar. Ternyata Ali baru sadar terhadap perkataannya tadi pada Prilly.
"Gue salah bang ...." ucap Ali dengan nada menyesal.
"Udah sana bujuk bini lo ntar makin ngamuk dia." Suruh Digo yang hanya di angguki Ali.
***
Nah nah itu ada apa lagi? Emang ya kagak habis-habisnya ngambekannya whhahhhha.
Keep vote coment selalu sedih comentnya berkurang :" . Jangan nyariin authornya ya, authornya mau liburan dulu wkwkwkwk babayyyy
Love
Biie
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top