Chapter 13

Siapa yang tahu nasib manusia? Kadang manusia itu terlihat sehat dari luar namun belum tentu di dalam bukan?

***

"Bang, gimana lo udah dapat pengganti kak Sisi belom?" Tanya Ali mencoba menggoda Digo yang nampak acuh saja.

"Nggak."

"Kenapa?" Tanya Ali lagi, ntah bagaimana Ali sangat penasaran dengan Abangnya ini yang selalu menolak jika ada wanita yang ingin dekat dengannya.

Jika di tanya kenapa tidak mencari istri baru, Digo pasti akan selalu menjawab cintanya penuh perjuangan dan tidak akan mungkin bisa di lupakan begitu saja.

"Prilly mana Li?"

"Di dapur lagi masak," jawab Ali sedikit kesal karena Digo yang mengalihkan pembicaraan.

Banyak topik pembicaraan yang terjadi antar dua kakak beradik ini hingga mereka tidak sadar jika makanan sudah di sajikan di hadapan.

"Daddy, papa makan dulu ini malah ngobrol mulu." Omel Aleya ketika melihat Papa dan Daddynya hanya asik berbincang-bincang saja.

"Iya, iya sayang ini papa makan ...." Digo menurut saja apa yang Aleya suruh karena nanti jika tidak segera di turuti pasti jurus Aleya adalah ngambek dan berlari kedalam kamar, jika itu sudah terjadi maka akan susah mengembalikan mood Aleya.

Aleya tidak pernah merubah sikapnya meski kini ia jauh lebih dewasa, namun manjanya tetap sama saja.

Prilly ikut duduk di samping Ali mengambilkan sedendok nasi ke atas piring Ali, Ali menatap makanan di hadapannya dengan pandangan berbinar. Sambil menggosok perutnya yang sudah keroncongan Ali langsung saja menyerbu makanannya.

"Pelan-pelan dong sayang ...." Prilly menegur Ali yang makan tanpa jeda.

Drrrrttttttt ...

Bunyi ponsel disaku Ali yang membuat Ali dengan terpaksa harus menghentikan aktivitas makannya.

"Halo ...."

"Halo Li, sorry gue ganggu tapi lo harus ke rumah sakit sekarang pasien lo sedang kritis sekarang." Terdengar suara Lisa nampak panik dari ujung sana.

"I ... iya gue kerumah sakit sekarang."
Sambungan terputus, Ali menghela nafas berat menatap Prilly di sampingnya yang pasti sangat penasaran siapa yang menelpon.

"Tadi yang telpon Lisa, dia bilang aku harus ke rumah sakit sekarang katanya ada pasien aku yang lagi kritis. Padahal aku berencana mau seharian bersama kamu dan abang tapi ..."

"Tunggu apa lagi? Kamu mau buat pasien kamu kehilangan nyawanya dengan bersedih-sedih disini? Pergilah sayang, nyawa pasien mu lebih penting aku akan nunggu kamu sampai pulang." Potong Prilly tegas sebelum Ali menyelesaikan pembicaraan.

"Betul kata Prilly, lo dokter nggak mungkinkan lo nyia-nyiain nyawa pasien lo karena lo yang merasa bersalah sama kita-kita. Ayolah adik kecil kalau sampai itu terjadi gue bakal nendang lo dari sini dan biarin gue jadi bapak dari anak lo." Ancam Digo sambil tersenyum menepuk bahu Ali layaknya seorang abang pada adiknya.

"Baiklah kalau begitu aku akan pulang, bang jaga Prilly ya gue mau nyelamatin pasien gue. Kalau sampai lo ambil anak gue,kagak segan-segan gue suntik rabies lo," ucap Ali bercanda kemudian ia mengecup dahi Prilly.

Prilly memberikan jas milik Ali yang sudah ia sediakan, setelah Ali pergi Prilly membereskan makanan di bantu dengan Aleya sedangkan Digo ia sudah beralih duduk di sofa sambil menonton tv.

"Ssshhhh ...." Prilly meringis memegangi punggungnya, setelah pinggang kini punggung Prilly tak mengerti sampai kapan ia akan menyembunyikan semua rahasia ini.

Aleya telah kembali ke dalam kamarnya hanya tinggal Prilly yang sedang menata piring-piring.

"Sakittt ...." Prilly tak kuasa menahan rasa sakitnya, air mata mulai membendung di pelupuk matanya. Rasa sakit yang terasa di tusuk-tusuk begitu dalam teramat menyiksanya.

"Prilly ...!" Digo berlari kearah Prilly yang sudah berada di lantai masih meringis kesakitan.

"Bang Digo a ... aku nggak apa-apa." Prilly menahan Digo yang ingin beranjak menelpon Ali.

"Nggak Prilly! Kalau bayi lo kenapa-napa gimana?" Digo bersikeras akan menelpon Ali namun Prilly terus menahan Digo.

"Aku mohon bang ...!" Prilly meringis sambil memohon pada Digo.

Mau tak mau Digo hanya bisa pasrah, Digo membopong Prilly kedalam mobilnya tanpa sepengetahuan Aleya.

"Aku mohon bang, jangan kerumah sakit tempat Ali ...." lagi-lagi Prilly memohon pada Digo yang nampak mulai khawatir pada keadaan Prilly.

"Oke, kita nggak kerumah sakit tempat Ali. Yang penting bayi lo nggak kenapa-napa Prilly." Digo nampak bingung dan khawatir rasanya bercampur menjadi satu.

Digo tak bisa tenang setiap kali mendengar suara rintihan kesakitan Prilly.

Sesampainya dirumah sakit Digo membopong tubuh Prilly masuk. Untung Digo mengenal salah satu teman dokter kandungan, jadi tanpa menunggu antri Prilly bisa langsung di chakeup.

"Jadi gimana Na keadaan Adik ipar gue?" Tanya Digo sangat khawatir.

"Lo nggak tahu Go gimana keadaan adik ipar lo?" Tanya Dokter Dina itu terkejut.

Digo menggeleng pelan, ia bahkan tidak dapat berpikir jernih karna terlalu khawatir pada keadaan Prilly.

"Baik, gue jelasin. Bahwa adik ipar lo itu punya satu ginjal, dan dia sekarang lagi mengandung 4 bulan jalankan? Dan dengan kondisi ginjal yang satu itu sangat membuat kondisinya menurun, bahkan ginjal Prilly yang hanya satu itu mulai terlihat rusak. Jadi akibatnya dia akan mengalami gejala-gejala sakit di bagian pinggang dan lain sebagainya. Penyakit ginjal Prilly ini di sebut penyakit ginjal kronis, penyakit ginjal ini berbeda dari penyakit ginjal yang lainnya. Dimana penyakit ini tidak memiliki gejala dan gejalanya dapat di prediksi saat sudah mulai parah. Meski ada harapan dia bisa bertahan dengan satu ginjalnya sampai dia melahirkan, gue gak tahu kalau nyawanya bakal selamat atau bayinya malah yang akan selamat, sejauh ini memang terdapat banyak kasus seperti itu, hanya ada beberapa orang yang bisa selamat dengan kondisi ginjal satu."

Digo hanya diam membeku, ada rasa sedih dan bingung bagaimana cara dia akan menjelaskan semuanya pada Ali.

"Sekarang Prilly gimana?" Tanya Digo berubah datar dia tak ingin banyak berekspresi meski rasa tak percaya menyerbu hati.

"Gue udah kasih dia obat pengurang rasa sakit, mungkin Prilly sedang tidur." Ucap Dina yang hanya mendapat anggukan Digo.

Digo berjalan mendekati ranjang Prilly, kedua lututnya lemas memandangi wajah pucat Prilly.

"Prill ...."

Prilly membuka matanya, Prilly tersenyum kearah Digo.

"Kenapa?"

Prilly menyerngitkan alisnya tak mengerti dengan maksud pertanyaan Digo yang tiba-tiba.

"Kenapa lo nggak cerita kalau lo hanya punya satu ginjal ...!" Bentak Digo tiba-tiba yang membuat Prilly diam.

"Kenapa diam? Lo takut kalau gue akan bilang sama Ali? Tapi asal lo tahu Prill, Ali akan lebih sakit saat dia tahu nanti hanya satu yang bisa di selamatkan!" Digo mengepalkan jarinya erat, emosi dan rasa kecewa dalam hatinya telah ia tumpahkan.

"Maaf ...." Prilly memejamkan matanya, air matanya sudah mengalir di pipi.

"Gak, lo gak salah gue yang minta maaf karna udah bentak lo." Kini nada bicara Digo kembali normal.

Prilly hanya menangis membisu, tak ada gunanya ia menyesal saat ini juga, lambat laun semua akan terbongkar. Rahasia yang selama ini ia tutup rapat-rapat akan terbongkar juga.

"Prilly mohon bang, jangan bilang pada Ali. Prilly nggak mau Ali sedih, biarkan Ali bahagia dengan anak di kandungan Prilly ini bang, Prilly janji suatu saat nanti akan memberi tahu Ali sendiri. Jadi untuk saat ini Prilly mohon agar abang jangan bilang sama Ali, Prilly mohon bang."

Digo tak tega juga melihat Prilly yang menangis sesegukan di hadapannya sambil menggenggam tangannya.

"Baiklah Prill, tapi untuk sekarang dan sampai nanti. Biarkan gue ikut menjaga lo gue bakal ngejaga kesehatan lo dan janin lo," Digo mengusap air mata Prilly.

"Udah baikan? Kita pulang sekarang takutnya Ali udah pulang nanti." Ajak Digo yang hanya di angguki Prilly, Digo kembali membantu Prilly berjalan agar sewaktu-waktu tidak terjatuh karna kondisi tubuh Prilly yang masih lemah.

****

Terimakasih buat kalian semua yang udah mau baca dan comment, terimakasih juga buat yang udah berkenan mampir sayang banget sama kalian semua.

Salam sayang

Ira


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top