#7 - (Not) Meant To Be

I start to imagine a world where we don't collide

It's making me sick, but we'll heal and the sun will rise

(Shawn Mendes - It'll Be Okay)

https://youtu.be/q_HNcBjHlPY

***

Sudah tidak terhitung berapa kali Juang memijat bagian pinggangnya. Sakit, persis selayaknya pepatah di luar sana, sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Sejujurnya, Ayu tidak seberat yang dia pikirkan saat jatuh di atas badannya. Namun, karena pinggangnya menghantam lantai dengan keras, kemudian disusul badan Ayu, Juang sukses terkena encok.

Untuk pertama kalinya Juang menyesal menjadi superhero. Padahal bisa saja dia membiarkan Ayu jatuh di lantai gara-gara kesemutan. Tapi apa daya, Juang tidak tega dan tubuhnya bergerak dengan sendirinya membantu istri berisinya ini.

Pagi yang sial! Belum juga ada seminggu menikah, Ayu sudah memberikan alasan untuk membuat Juang menyesal memiliki teman sekamar.

"Kenapa lo, Juang?"

Sebuah suara mengalihkan perhatian Juang. Refleks, pria itu menoleh. Senyum lebarnya langsung merekah tatkala menemukan Kinan berjalan mendekat. Ada tumpukan berkas di tangannya.

Untuk sesaat Juang terpaku menatap sosok Kinan. Wanita itu berambut pendek dengan wajah bulat. Iris mata yang selalu berubah-ubah warnanya berkat softlens, tapi pagi ini tampak jelas abu-abu. Ekspresi wajahnya terlihat lesu, terlebih setelah menaruh tumpukan berkas di kubikelnya, tepat di samping Juang.

Selain friendzone, dia dan Kinan juga workzone. Tempat duduk mereka sebelahan, walau Juang memiliki posisi lebih tinggi dari Kinan, supervisor bagian HRD, sementara wanita itu masih senior.

Memutuskan untuk mengejar Kinan beberapa bulan terakhir adalah keputusan paling sulit yang Juang ambil. Terlebih kala itu, Kinan baru berpisah dengan Arya. Baru juga mulai memikirkan cara mengungkapkan rasa, Juang dijodohkan dan Kinan kembali bersama dengan Arya. Takdir untuknya dan Kinan sangatlah kejam.

"Juang!" Sentakan Kinan menarik Juang kembali ke dunia. "Lo kok malah ngelamun sambil lihatin gue sih?"

Buru-buru Juang menggeleng. "Nggak, nggak, lo tadi tanya apa, Nan?"

"Itu." Kinan menunjuk pinggang Juang. "Kenapa pinggang lo dari tadi lo pijetin?"

"Ketiban gajah."

Kinan mengangah, sedangkan Juang terkekeh pelan.

Obrolan mereka terhenti saat terdengar dentingan ponsel dari meja Kinan. Sahabatnya itu langsung meraih ponsel untuk dia baca.

Tiba-tiba saja kedua sudut bibir Kinan tertarik ke atas. Mata wanita itu pun berbinar sambil menatap layar. Kepala Juang langsung memunculkan nama. "Arya, ya?" tebaknya.

Anggukan kepala Kinan dengan senyum tersipu yang menggemaskan itu sukses mematahkan hati Juang. Sayangnya, pria itu harus menahan ekspresi wajahnya untuk tetap tenang.

"Nan, gue boleh tanya sesuatu nggak?" Akhirnya Juang mencoba memberanikan diri bertanya setelah berminggu-minggu menahan diri. "Ini sudah balikan yang ketiga, bahkan yang terakhir kemarin udah putus sekitar tiga bulan. Kenapa lo masih mau balikan sama dia?"

Pertanyaan Juang mengembalikan fokus Kinan padanya. Wanita itu mendesah panjang. "Harus kasih alasan, ya?"

Juang mengangguk cepat. Meski rasa penasaran dapat melukai hatinya lebih dalam, tapi dia lebih baik tahu daripada hidup dalam tanda tanya.

"Seperti yang gue kasih tahu waktu itu, putus kemarin hanya salah paham, Juang." Kinan meringis. "Gue juga ada bohong sama lo, sebenarnya hubungan gue dan Arya nggak benar-benar berakhir tiga bulan ini."

Mata Juang mendelik. "Kenapa harus bohong ke gue?"

"Soalnya takut lo marahin, Juang. Tuh kan ... mata lo yang melotot itu serem." Kinan mengerucutkan bibir sambil menunjuk wajah Juang. "Gue tahu kali terakhir gue dan Arya putus karena gue mengira Arya selingkuh. Lo jadi ikutan marah dan sumpah serapah si Arya karena cerita dari sudut pandang gue. Ternyata gue salah paham dan Arya berusaha keras buat memperbaiki keadaan selama tiga bulan terakhir."

"Kinan!" Juang mulai geram. Sakit hati rasanya dibohongi, walaupun sebenarnya Kinan juga tidak salah merahasiakan proses berbaikan dengan Arya. "Hubungan lo sama Arya itu kayak baca buku usang, berkali-kali lo baca endingnya tetap sama, Nan."

Kinan menggeleng. "Kali ini gue memastikan akhirnya akan berbeda, Juang."

Tiba-tiba saja Kinan berdiri, lalu menepuk pundak Juang. "Gue ke bawah dulu, mau makan siang sama Arya. Lo ... jangan lupa makan siang."

Setelahnya, Kinan pun beranjak. Meninggalkan Juang yang kembali termangu sambil menerawang di kejauhan.

Kata-kata Kinan barusan seperti memunculkan pikiran buruk dalam benak Juang. Seolah-olah mengiyakan bahwa takdir mereka memang tak akan pernah bersama.

***

Seketika Ayu mendesah panjang saat menemukan jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Langit di atasnya pun juga sedang tidak bersahabat, gerimis yang agak kencang terus turun entah sampai kapan. Kalau bukan karena rapat, mungkin sudah berjam-jam yang lalu dia pulang.

Ketika berangkat kerja tadi pagi—untuk pertama kalinya setelah menikah, Ayu menggunakan mode transportasi ojek online, hal yang juga tidak berubah bahkan sebelum menikah. Namun berbeda saat pulang, apabila dia pulang sore, maka dia akan memakai jasa ojek online sekali lagi. Tapi, apabila sampai larut, maka dia akan menelepon Ayah untuk menjemput. Sekarang, tumpuannya bukan lagi Ayah, melainkan Juang.

Masalahnya, Ayu ragu menghubungi Juang, terlebih meminta bantuan pria itu. Suaminya terkesan tak memedulikannya, bahkan pria itu juga berkata siap membuangnya kapan saja. Hal yang membuat Ayu hanya memandang sedih layar ponsel yang menampakkan nomor Juang di sana.

Tiba-tiba saja hujan terlihat semakin lebat, Ayu tak memiliki pilihan lain untuk menelepon Juang dan meminta tolong. Mungkin usahanya tidak sia-sia, dia berharap.

Baru deringan pertama, Juang langsung mengangkat panggilan Ayu. Nada suara suaminya terdengar datar. "Kenapa?"

"Mas, saya baru kelar rapat dan ini udah malam sama hujan deras banget di sini." Ayu mendadak bingung mengucapkan keinginannya.

"Oke."

Panggilan ditutup begitu saja oleh Juang, membuat hati Ayu mencelus saking terkejutnya. Dia memang tahu akan ditolak, tapi bukan seperti ini bayangannya. Bahkan, dia belum mengutarakan maksudnya.

Seketika Ayu menghela napas dalam, dia menyerah. Pada akhirnya, dia memilih untuk memanggil taksi online.

Baru saja bersiap untuk membuka aplikasi, suara orang memanggil di belakangnya menghentikan niat Ayu. Dia menoleh dan mendapati Rizky berjalan mendekat sambil tersenyum ramah seperti biasanya.

"Baru pulang, Yu?" tanyanya.

Ayu mengangguk. "Kok belum pulang, Riz? Saya pikir setelah bantuin cari buku, kamu langsung pergi."

"Maunya sih gitu," jawab Rizky sambil terkekeh. "Sayangnya, habis gitu saya keasyikan bikin materi presentasi buat bahan ajar mahasiswa besok. Nggak pulang?"

"Ini mau panggil taksi online," balas Ayu seraya menggoyangkan ponsel di tangan.

"Saya antar pulang aja gimana, Yu?" Rizky memamerkan kunci mobil di tangannya. "Bukan apa-apa, kamu cewek dan ini lagi hujan deras banget, nggak aman lah naik taksi sendirian. Saya antar aja ya?"

"Nggak enak ah, Pak, nanti ada omongan kalau cuma berdua." Buru-buru Ayu menolak. Terlebih statusnya sekarang istri orang, bukan wanita bebas seperti sedia kala.

Tiba-tiba saja Rizky mendesah panjang. "Yu, saya tahu kamu segan, tapi ini keadaan urgent lho. Hujan udah dari sore sampai sekarang belum juga reda. Meskipun taksi online, tapi tetap aja kita nggak tahu kan supirnya seperti apa? Kalau nggak gini aja, kamu anggap saya taksi online, jadi kamu duduk di belakang."

Ayu mengangah. Terkejut dengan usulan Rizky. "Boleh saya ... di belakang."

"Ya." Rizku mengangguk lambat-lambat. "Nggak masalah kamu duduk di mana, selama saya tahu kamu pulang dengan selamat. Ayo, jangan kebanyakan mikir keburu makin malam."

Pada akhirnya, Rizky menang. Lagi pula pada akhirnya dia memang akan diantar lelaki sekalipun itu taksi online. Sekarang setidaknya, orang yang mengantarnya cukup dia kenal.

Begitu mobil Rizky berhenti di depan drop off perpustakaan, Ayu bergegas menerjang hujan untuk masuk ke mobil. Meskipun benar-benar duduk di belakang, tapi Ayu mengusahakan dia terus mengajak Rizky mengobrol. Setidaknya pria itu tidak benar-benar diperlakukan seperti supir taksi, melainkan teman.

Kurang lebih satu jam kemudian, akhirnya Ayu sampai di rumah mertuanya. Dia sempat lupa bahwa dia pindah rumah. Meski begitu Rizky tampak tak mempermasalahkan harus putar balik.

"Makasih ya, Riz, maaf tadi saya lupa kalau ... pindah rumah." Ayu nyengir. "Kebiasaan soalnya."

"Nggak apa-apa, Yu. Sampai ketemu di perpustakaan."

Sekali lagi Ayu bergumam terima kasih, sebelum akhirnya dia beranjak turun. Melambaikan tangan pada Rizky sampai mobil pria itu hilang dalam kegelapan malam.

Bergegas Ayu berbalik memasuki rumah. Baru saja membuka pintu, tahu-tahu saja Juang muncul entah dari mana dan menghadangnya. Mata pria itu memelotot tajam dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Mas, kaget!" aku Ayu.

"Kita harus bicara, Yu!"

Tanpa bisa Ayu cegah, dirinya sudah ditarik Juang entah ke mana.

***

Surabaya, 10 Desember 2021

Hai hai, terima kasih sudah membaca kisah Ayu dan Juang, semoga nggak bosen yaa. Pacenya lambat, angst pula wkwk sabarrr. Jangan lupa voment guys ;)

Love,

Desy Miladiana❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top