#14 - Ya ....

Does it ever drive you crazy

Just how fast the night changes?

Everything that you've ever dreamed of

Disappearing when you wake up

(One Direction - Night Changes)

https://youtu.be/syFZfO_wfMQ

***

Tawa berkumandang mengisi seantero ruang keluarga. Walau adegan film di TV tidak benar-benar lucu, tapi Juang memaksa tertawa. Dia tidak mungkin menangis, terlebih di depan Ayu, jadi menutupi semuanya dengan tertawa sekeras-kerasnya hingga air matanya sedikit menitik.

"Terkadang apa yang kamu anggap baik, belum tentu itu yang terbaik dari Tuhan. Itulah mengapa Tuhan selalu mematahkan usaha dan hatimu untuk mendapatkan dia, Mas. Ikhlas, ya, cari kebahagiaanmu dan sekarang tanpa dia."

Kata-kata Ayu satu itu memenuhi kepala Juang sejak kemarin. Menyedihkan memang, terlebih faktanya Juang dan Kinan kini sudah memiliki pasangan masing-masing. Seolah teori mengenai bahwa mereka tidak berjodoh adalah hal valid.

Di tengah-tengah menonton, tahu-tahu saja Ayu beranjak dari sofa. Perhatian Juang teralih, mengingat badan berisi istrinya menutupi sebagian layar televisi.

"Ayu," panggil Juang begitu saja. Wajah Ayu yang pucat membuat pria itu tertarik. "Kamu baik-baik aja?"

Ayu mengangguk cepat. Senyum yang terlihat sekali terpaksa tersungging di wajahnya. "Baik kok, Mas. Saya ... ke dapur dulu, mau ambil buah untuk kamu."

Mendapati Ayu yang tidak mau menjawab, Juang hanya membalas dengan anggukan kepala. Hanya saja pria itu berkali-kali mencuri pandang ke arah dapur yang berbatasan langsung dengan ruang keluarga.

Baru saja hendak menghentikan film sejenak, ponsel Juang berbunyi. Refleks, diraihnya ponsel di saku celana. Saat menemukan nama Kinan di sana, senyum pria itu memudar.

Berniat tidak mau mengangkat, tapi Juang tahu benar sifat Kinan. Wanita itu tidak akan menyerah mendapatkan apa yang dia mau. Jadi, apabila panggilan ini tidak diangkat, maka sahabatnya itu akan menerornya.

"Kinan," sapa Juang. Berusaha bersikap tenang, sekalipun hatinya berteriak penuh kekesalan.

"Lo kemarin ke mana, Juang? Pas gue mau samperin setelah kelar acara, lo nggak kelihatan di mana-mana. Kata sahabat-sahabat gue, mereka lihat lo pergi gitu aja di tengah-tengah acara."

Seketika Juang menghela napas panjang. Ada sedikit kesenangan dicari-cari oleh Kinan. Sayangnya, ingatakan akan lingkaran cincin di jari manis wanita itu membuat kesenangan itu musnah begitu saja.

"Ada urusan," jawabnya singkat.

"Urusan apa yang lebih penting dari lamaran sahabat lo ini, Juang?"

"Kehidupan gue nggak selalu berpusat di elo, Kinan. Apalagi kita hanya teman atau sahabat, whatever you named it!" Tanpa sadar Juang memuntahkan sedikit kekesalannya. "Dan iya, ada yang jauh lebih penting kemarin selain lamaran sahabat gue."

Tahu-tahu saja sosok Ayu muncul dari arah dapur. Langkahnya lambat dan sedikit terseok. Ada peluh yang bercucuran di sekitar pelipisnya. Bibirnya semakin tak berwarna dari beberapa menit yang lalu.

"Ayu," panggil Juang begitu saja.

Diabaikannya suara Kinan di ujung sana dan panggilan sahabatnya itu segera diputusnya. Bergegas pria itu mendekati Ayu, kemudian memindahkan piring buah ke meja kopi.

"Kamu baik-baik aja, Yu?" tanya Juang.

Belum sempat menjawab, tubuh Ayu limbung. Refleks, Juang melingkarkan tangannya di sekitaran pinggang dan punggung Ayu. Untungnya kali ini pria itu lebih siap, jadi tidak ada adegan kejatuhan hingga sakit pinggang seperti dulu.

Segera digiringnya Ayu menduduki sofa. Mata wanita itu terpejam rapat. Tangannya memijat-mijat area perut bagian atasnya.

"Perut kamu sakit, Yu?"

Ayu mengangguk. Air matanya ikut menitik. "Maag ... kambuh."

"Ada obat untuk kamu minum, Yu?"

Gelengan Ayu sukses menambah kekhawatiran Juang. "Habis, Mas. Semalam ... saya minum semua. Saya ... mau muntah."

Mendengar itu, Juang bergegas berlari menuju dapur. Diambilnya sebuah baskom kosong, kemudian dibawa kembali ke Ayu. Meminta istrinya itu untuk mengeluarkan isi perutnya di sana.

Hanya saja, muntahan itu terus terjadi. Rintihan terdengar. Juang tidak tega. Sebuah keputusan pun pria itu ambil, "Kita ke rumah sakit sekarang."

***

Rasa bersalah menyelubungi Juang. Terlebih saat melihat Ayu terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Keningnya berkerut menahan sakit. Semantara ada infus yang terpasang di tangannya.

"Saya sudah menelusuri dari makanan yang Ibu konsumsi, penyebab utamanya telat makan dan makanan pedas. Dua hal itu seharusnya adalah pantang untuk penderita maag akut seperti Ibu Ayu. Karena dari tadi terus muntah, jadi saya memasukan obat-obatan melalui infus. Hari ini dan besok harus istirahat total ya, Pak. Karena tidak mau menginap, jadi kalau kambuh lagi harus segera ke UGD. Dan tolong untuk tidak makan makanan yang sudah saya tulis di catatan resep."

Penjelasan dokter memenuhi kepala Juang. Berkat patah hati kemarin, dia malah mengajak Ayu makan pecel lele pedas kesukaannya. Sekarang, dia malah membuat istrinya terbaring lemah di rumah sakit.

Dering ponsel mengalihkan perhatian Juang. Ketika meraih ponsel di saku celana, pria itu menghela napas lega karena nama Mama di layar.

"Juang, gimana keadaan Ayu?" todong Yulia di ujung sana.

Tadi saat kejadian, Yulia dan Pras sedang berada di rumah saudara. Juang pun hanya memberitahukan keadaan Ayu via teks kepada orang tuanya.

"Sekarang Ayu sedang diinfus, Ma. Kayaknya habis ini boleh pulang kok."

"Ya udah, kamu rawat istrimu yang bener lho, Juang! Awas aja kalau kamu lalai dan malah bikin Ayu makin sakit," perintah Yulia.

Juang meringis. Diiakan perintah Mamanya, sebelum panggilan pria itu putus.

Kembali ditatapnya Ayu lekat-lekat. Ini kali pertama Juang menemukan istrinya tampak lemah. Tidak ada senyuman di wajah wanita itu, hanya ringisan menyakitkan.

Sebuah ide tiba-tiba terlintas di kepala Juang. Besok Ayu masih harus tinggal di rumah, jadi sebagai bentuk tanggung jawab, Juang harus menelepon Kinan untuk minta cuti. Walaupun enggan menelepon Kinan, tapi wanita itu memang bertanggung jawab masalah cuti karyawan di perusahaannya.

Segera saja dia mengambil ponsel. Agak ragu sesaat menatap kontak Kinan di layar, tapi pada akhirnya tetap dia hubungi.

"Hai, Nan," sapa Juang saat mendengar suara halo di ujung sana.

"Bagus lo telepon lagi, Juang. Kita lanjutkan pembicaraan—"

Kata-kata Kinan seolah menghilang saat perhatian Juang teralihkan oleh Ayu. Istrinya itu berusaha untuk mendudukan diri di ranjang. Refleks, Juang menaruh ponselnya begitu saja di sisi ranjang yang kosong.

"Kamu mau ngapain, Yu?" tanya Juang seraya membantu Ayu duduk.

"Minum," bisik Ayu lemah. "Haus."

"Saya ambilkan. Kamu jangan gerak-gerak," perintah Juang yang dibalas anggukan lemah Ayu.

Dengan cekatan Juang menyodorkan segelas air mineral di nakas. Kemudian, membantu Ayu meminumnya dengan sedotan yang ada.

"Jadi, gimana keadaanmu sekarang, Yu?" tanya Juang seraya menaruh kembali minum ke nakas sebelah tempat tidur.

"Buruk, Mas." Ayu meringis. "Tapi saya nggak mau tinggal di rumah sakit, Mas."

Juang mengangguk. "Tadi saya bilang ke dokter kalau kita mau rawat jalan aja, tapi sebagai gantinya kamu besok nggak boleh kerja dan kalau perutmu sakit lagi, kita harus segera ke rumah sakit."

"Tapi ... besok saya—"

Mata Juang memelotot. "Kamu berani bantah kata suami kamu, Ayu? Lagi pula besok nggak hanya kamu aja yang izin, tapi saya juga. Kamu tiduran lagi sambil nunggu infusmu habis, biar kita bisa pulang."

Pada akhirnya, Ayu mengangguk patuh. Kembali Juang membantu istrinya untuk berbaring.

Saat menemukan ponselnya, seketika dia memaki dirinya sendiri. Kalau obrolannya dengan Ayu tadi terdengar, Kinan pasti tahu statusnya telah berubah menjadi suami orang sekarang.

Diraihnya ponsel, kemudian mendekatkannya ke telinga. Juang berpura-pura santai, "Sori, Nan, keputus tadi. Gue hanya mau bilang kalau besok gue cuti."

"Juang, lo ... udah nikah?"

Pertanyaan Kinan mengembangkan senyum getir di wajah Juang. "Ya."

Sekarang, setelah semua yang terjadi, Juang rasa sudah tidak ada gunanya menutupi status pernikahannya dari Kinan. Karena, sudah tidak ada lagi kesempatan dirinya dan Kinan bersama.

***

Surabaya, 5 Januari 2022

Hai hai, terima kasih yang sudah menunggu kisah ini dan voment yaaa. Jangan lupa meninggalkan jejak ;)

Masih belum ada yang mau peluk Juang nih? :') kasihan lho dia butuh pelukan.

Love,

Desy Miladiana❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top