#12 - Bitter

If you're feeling like you need a little bit of company

You met me at the perfect time

(Dua Lipa - Levitating)

https://youtu.be/TUVcZfQe-Kw

***

Tangan Juang terkepal kuat di dalam salah satu ruangan di rumah Kinan. Kemarahan menyelubungi pria itu. Selain tidak bisa pergi dari acara ini karena dicegat oleh sahabat-sahabat perempuan Kinan, kepala Juang juga dipenuhi tanda tanya. Mempertanyakan mengapa sahabat yang pria itu cinta menutupi acara sepenting ini.

Sebuah ketukan berhasil mengalihkan perhatian Juang. Baru saja pria itu akan bersuara untuk menyuruh siapa pun itu masuk, tahu-tahu saja pintu terbuka. Sosok yang menjadi pemicu kekesalannya muncul. Memamerkan senyum yang sukses menurunkan sedikit kemarahannya.

Kinan berjalan lambat-lambat mendekat. Jarik kebaya yang begitu ketat menyulitkan sahabatnya bergerak. Bagian atasnya berwarna biru tua sesuai dengan tema dekorasi acara ini. Rambut panjangnya yang selalu digerai kali ini ditata secantik mungkin. Sikap hebohnya pun berganti menjadi sosok yang lemah-lembut.

"Juang," sapanya. Kemudian, ekspresi sebalnya terpasang. Sambil merapikan jariknya, dia mengomel. "Serius deh ini pakaiannya ribet banget, bikin gue nggak bisa gerak cepat. Tapi, gue cantik kan, Juang?"

Pertanyaan Kinan mau tak mau membuat Juang meneliti Kinan lebih dalam. Riasan di wajahnya yang sederhana menambah kecantikan wanita itu. Lipstik warna cokelat tua andalan sahabatnya terpasang, berikut senyum terlewat lebar. Terlihat bahagia dan merona. Indah.

"Cantik." Juang tidak bisa berbohong. "Sangat cantik."

"Terima kasih." Kinan terdengar riang. "Makasih juga sudah tetap hadir walaupun gue nggak bilang acara apa pagi ini."

Ucapan Kinan mengembalikan akal sehat Juang. Pria itu menarik napas dalam-dalam, lalu pertanyaan yang sejak tadi tinggal dalam kepalanya pun meluncur dari mulutnya, "Kenapa, Nan? Kenapa lo harus menutupi kalau hari ini lo mau tunangan sama Arya?"

Kinan meringis. Wanita itu semakin mendekat, membuat Juang memilih untuk berdiri dari sofa. Mereka saling berhadapan.

"Karena gue punya firasat kalau lo tahu hari ini gue tunangan sama Arya, lo nggak akan datang kan, Juang?"

Juang mengangguk. Sama sekali tidak menutupi ketidaksukaannya. "Lo bener, Nan, kalau gue tahu hari ini lo tunangan sama cowok itu, gue nggak mau datang."

"Tuh kan!" Kinan mengerucutkan bibirnya. Kedua tangannya berkacak pinggang. "Gue udah cukup lama kenal sama elo, Juang, makanya gue nggak bilang kalau hari ini gue mau tunangan. Itu juga yang bikin gue bilang ke sahabat-sahabat gue buat menahan lo begitu lo datang."

"Nan, jujur gue nggak paham, sepeting itukah gue buat lo sampai lo bohongin gue buat hadir ke acara ini?"

"Lo itu penting, Juang, sangat penting," jawab Kinan cepat. Wanita itu menghela napas dalam. "Lo bukan hanya rekan kerja yang selalu setia menemani gue, tapi juga sahabat terbaik. Lo nggak pernah meninggalkan gue di saat-saat gue susah, selalu mendukung gue, bahkan lo selalu berusaha melindungi gue sekuat tenaga lo. Itulah kenapa, Juang, di salah satu hari bahagia gue, gue ingin lo hadir."

"Kalau gue sepenting itu harusnya lo dengerin pendapat gue tentang Arya!" Tanpa sadar Juang berteriak frustrasi. "Dia pernah selingkuh!"

"Dia nggak selingkuh, Juang. Udah berapa kali sih gue menjelaskan?" Giliran Kinan yang berteriak. "Kami sudah meluruskan masalah dan Arya dengan tanggung jawabnya langsung melamar gue. Dia ingin gue nggak lagi insecure dan salah paham seperti yang dulu-dulu. Tolong, Juang, lo tahu benar bahwa gue mencintai Arya."

"Benar ya, Nan, kata orang, jatuh cinta bisa bikin orang paling pintar jadi super bodoh sampai-sampai nggak bisa membedakan salah dan benar."

Juang tidak tahan lagi, tapi ekspresi sedih Kinan menahan pria itu memuntahkan unek-uneknya. Tidak tega membuat sahabatnya itu meneteskan air mata, terlebih beberapa saat lagi wanita itu harus menghadiri acara pertunangannya dan disaksikan banyak orang.

"Kinan, gue nggak tahu mesti bilang apa atau berbuat apa sekarang, tapi yang perlu lo tahu adalah segala hal yang gue lakukan itu demi kebaikan elo, Nan." Juang menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya kuat-kuat. Kembali dia bersuara. "Kalau memang tetap bersama Arya adalah keputusan terbaik, gue mencoba memahami itu. Hanya satu hal yang perlu lo ingat, Nan, perselingkuhan itu lingkaran setan, sekali masuk, maka nggak akan pernah bisa keluar."

Juang bergerak. Ditepuknya pundak Kinan beberapa kali, lalu berjalan menuju pintu. Sebelum keluar ruangan, pria itu berbalik sejenak. "Nan, jangan nangis nanti riasan lo rusak. Gue keluar dulu."

Setelahnya Juang pun beranjak. Menutup pintu cukup keras, sebelum akhirnya turun ke lantai bawah dan menghilang dalam keramaian. Dia berharap dia tetap bertahan melihat kebahagiaan Kinan bersama pria lain selama beberapa jam ke depan.

***

"Iya, saya menerima lamaran, Mas Arya."

Suara tepuk tangan yang terdengar berhasil meredam suara hati Juang yang patah. Dia sudah terlanjur datang, jadi dia memaksa diri untuk tetap hadir hingga acara berakhir. Sesakit apa pun yang pria itu rasakan saat ini.

Padahal Juang sudah berdiri di sisi terjauh, bahkan dua sosok di pemilik acara hanya terlihat siluetnya saja, tapi tetap seluruh prosesi acara terdengar hingga memekakkan telinga.

Hingga getaran di saku celana mengalihkan perhatian Juang. Segera pria itu meraihnya ponselnya. Saat menemukan nama Ayu di sana, entah mengapa pria itu merasa luar biasa lega.

Buru-buru Juang berlari keluar rumah, lalu menuju ke tempat sepi. Setelahnya baru menjawab panggilan Ayu. Tanpa sadar, suaranya terdengar lemah, "Ayu."

"Mas, suaramu kok lemas banget. Kamu baik-baik aja?" tanya Ayu terdengar khawatir.

"Saya ...." Juang berhenti sesaat. Sedikit bingung haruskah dia jujur atau tetap menutupi kesedihannya. "Kamu udah selesai kerja, Yu? Udah mau pulang?"

"Iya, Mas. Saya telepon hanya mau kasih tahu itu."

Juang mendesah panjang. Rasanya dia sudah tidak tahan di sini. "Yu, saya jemput kamu sekarang ya. Saya ... mau ketemu kamu."

"Eh?" Jeda beberapa saat, sebelum akhirnya Ayu kembali bersuara. "Boleh kok, Mas, ke sini saja."

"Terima kasih." Kedua sudut bibir Juang akhirnya terangkat. "Tunggu saya ya, Yu."

Juang sudah siap untuk menutup panggilannya, tapi suara Ayu yang kembali terdengar mengurungkan niat pria itu. "Mas, saya nggak tahu apa yang sedang terjadi sama kamu sekarang ataupun yang sedang kamu rasakan, tapi saya rasa kamu harus tahu kalau kamu ... nggak sendirian melalui ini semua. Mungkin pernikahan kita nantinya tidak akan berjalan sebagaimana mestinya, tapi, Mas Juang, seperti yang kamu katakan sebelumnya bahwa kita masih bisa berteman. Dan saya sebagai teman kamu, saya siap dengerin segala keluh kesah kamu terhadap segala hal. Mas Juang, kamu nggak sendirian."

Kata demi kata yang Ayu ucapkan sedikit banyak menenangkan kekacauan di hati Juang. Pria itu tidak langsung menjawab, hanya menganggukan kepala sekalipun tahu orang yang diajak bicara tidak melihat.

Kini, sahabat yang dia cintai telah memilih kebahagiaannya sendiri, menjadikan Juang kehilangan tempat untuk berbagi cerita. Sekarang satu-satunya yang tersisa di sisinya hanya Ayu, istri berisinya. Mau tak mau Juang memang hanya bisa bercerita pada wanita yang telah menjadi teman berbagi kamar dengannya. Ayu benar, dia tidak benar-benar sendiri.

***

Surabaya, 28 Desember 2021

Hai hai, ada yang kangen sama cerita Ayu dan Juang? Sampai-sampai merasa part ini kependekan? Maaf ya, 2 minggu terakhir di bulan 2021 ini saya benar-benar sibuk sampai susah buka naskah ini. Semoga minggu depan sudah bisa update 3x seminggu kayak biasanya, aamiin ya ges.

Jadi, siapa yang sudah mulai merasa simpati dengan Juang? 

Love,

Desy Miladiana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top