#10 - A Good Roommate
I thought
I would be good by now
I'd have it figured all out
(Jeremy Zucker - Supercuts)
https://youtu.be/eVwyvMVPd8U
***
"Rapat kita akhiri, terima kasih untuk semua yang sudah hadir."
Setelah berjam-jam lamanya, akhirnya atasan Juang mengucapkan kalimat tersebut. Pria itu langsung ikut beranjak seperti rekan-rekannya yang lain. Sambil berjalan keluar ruangan, direnggangkan seluruh otot tubuhnya yang mulai kaku.
Rapat ini gila, selain lama dan sangat menegangkan, Juang dengan bodohnya meninggalkan ponsel di kubikelnya. Maklum, hari ini dia kebagian melakukan presentasi. Mau tak mau super sibuk, sampai-sampai banyak hal yang terlupakan termasuk ponsel.
Baru saja berbelok menuju kubikel, langkah Juang terhenti. Tanpa bisa dicegah, senyum pria itu tercetak. Kinan tengah duduk di kursi kubikelnya sendiri. Tak melakukan apa pun selain bermain ponsel.
"Nan," panggil Juang seraya mendekat. "Kok lo belum pulang?"
Kinan menoleh. Dengan senyum lebar, wanita itu menggeleng. "Nungguin elo, lumayan 2 jam lebih molor untuk pulang kerja. Rapat kali ini intens banget sampai nggak ada jeda."
Juang manggut-manggut. "Banyak hal yang dibahas. Kenapa lo tungguin gue, Nan? Mau nebeng balik?"
Buru-buru Kinan menggeleng. "Gue mau ngajak lo ke rumah gue akhir pekan ini, gimana? Bisa, kan?"
Untuk sesaat Juang mengernyitkan kening. Tidak biasanya Kinan perlu bertanya untuk mengajaknya pergi, biasanya wanita itu langsung menyuruh. "Biasanya lo langsung nyuruh kalau ngajak pergi, Nan. Terus akhir pekan juga masih beberapa hari lagi, kenapa ngomongnya sekarang?"
Kinan meringis. "Siapin waktu seharian aja sabtu ini, Juang. Gue nggak mau dengar alasan lo batalin acara. Oke?"
Tidak ingin mengecewakan, Juang pun mengangguk. Apa pun yang Kinan rencanakan di akhir pekan ini, selama bisa membawa senyum wanita itu, Juang akan selalu setuju.
"Kalau gitu, gue balik dulu, Juang."
Kinan melambaikan tangan, sebelum akhirnya beranjak dari tempatnya menuju lift. Juang sendiri memilih fokus pada kubikelnya. Membereskan barang-barang, memeriksa ponsel, lalu pulang.
Namun, saat baru menyalakan layar ponselnya, sebuah pesan dari Lembayung sukses menghentikan seluruh aktivitas Juang.
From : Lembayung
Mas, saya tungguin kamu di taman depan perpustakaan ya. Sampai ketemu nanti.
"Dia ... nggak nungguin gue, kan?" gumam Juang tanpa sadar. Terlebih saat menemukan pesan dikirimkan sekitar satu jam yang lalu.
Merasa tidak tenang dan tidak enak hati, Juang mempercepat bersih-bersih mejanya. Kemudian, dia berlari kencang menuju lift.
Pria itu berharap Ayu pulang lebih dulu, setidaknya wanita itu selamat sampai di rumah. Bagaimanapun ini sudah hampir pukul 8 malam, Juang akan merasa sangat bersalah apabila menemukan Ayu menunggunya sendirian di tempat kerjanya. Karena, bisa-bisa wanita yang menjadi istrinya itu semakin terlihat berbeda.
***
Jalanan malam ini tidak terlalu macet saat menuju perpustakaan kota. Hanya saja saat sampai di sana, pagar masuk area perpustakaan sudah ditutup. Tempat itu terlihat sepi. Entah mengapa Juang bersyukur kalau Ayu benar-benar sudah pulang saat ini.
Hanya saja ketika menjalankan mobil lebih dekat, seketika pedal rem diinjak kuat-kuat. Matanya memelotot menemukan Ayu tengah duduk di dekat pos satpam. Wanita itu tampak sibuk dengan buku di tangannya.
"Dia ... menunggu," gumam Juang tanpa sadar. Rasa bersalah seolah membanjiri hatinya.
Bergegas pria itu turun dari mobil. Namun, baru saja melangkah, seorang pria berjalan mendekati Ayu. Kemudian, memberikan sebotol air mineral di tangannya.
Untuk sesaat Juang mengerutkan kening. Matanya menyipit untuk mencari tahu siapa yang tengah bersama Ayu. Hingga ingatan saat di kafetaria rumah sakit kembali muncul dalam benaknya.
"Laki-laki itu lagi," gumam Juang. Segera dia kembali mendekati Ayu. Kemudian, sedikit berteriak saat memanggil, "Ayu!"
Ayu menoleh kepadanya. Senyum lebar itu langsung terpasang saat wanita itu beranjak dari duduknya. "Mas Juang!"
Setelahnya, Ayu berbasa-basi singkat dengan pria yang Juang kenal sebagai Rizky itu, sebelum akhirnya mendekati Juang. "Mas, ayo pulang!"
Juang mengangguk lambat-lambat. Sebelum akhirnya, keduanya bergegas masuk mobil.
Selama perjalanan pulang, tidak ada satu pun yang mulai membuka suara. Meski begitu, mendadak konsentrasi Juang terbelah terbelah antara jalanan dan juga Ayu. Wanita itu rela menunggunya berjam-jam tanpa kepastian. Bahkan, sampai rela duduk di dekat pos satpam karenanya. Namun, dia tidak menemukan ekspresi kesal di wajah wanita itu.
Bagaimana bisa?
Sebagai seorang pria sekaligus suami Ayu, Juang merasa jadi super jahat. Padahal kalau dipikir-pikir wanita yang yang dia nikahi ini bukanlah orang jahat. Bisa dibilang, Ayu cukup baik. Wanita itu juga selalu membelanya di depan Yulia dan sekarang, Ayu terlihat tidak mempermasalahkan Juang yang datang berjam-jam lamanya.
"Yu." Panggilan Juang memecahkan keheningan.
Ayu yang sejak tadi bersenandung pelan sambil memperhatikan jalanan langsung menoleh. Senyum kecilnya masih terpasang di wajah. "Kenapa, Mas?"
"Kamu ... nungguin saya berapa lama tadi?"
"Berapa, ya?" Ayu bergumam pelan sambil merenung. "Tiga jam mungkin."
Seketika Juang mendelik. "Yu, kenapa nggak pulang aja sih? Gimana kalau saya nggak datang jemput kamu tadi?"
Gelengan Ayu membuat kening Juang mengernyit. "Entah kenapa saya yakin, Mas Juang, datang semalam apa pun itu. Saya percaya, walau kamu nggak begitu suka dengan pengaturan Mama untuk antar-jemput saya, tapi saya yakin kamu bakal datang. Jadi, saya tungguin kamu."
Jawaban Juang membuat rasa bersalahnya pada Ayu semakin bertambah. "Kamu ... nggak marah sama saya karena saya bikin kamu nunggu 3 jam?"
"Kamu pasti punya alasan kenapa terlambat, Mas, jadi saya nggak masalah." Ayu tiba-tiba saja meringis. "Tapi, karena saya terlalu larut banget pulangnya, saya nggak sempat bikin makan malam. Kamu nggak apa-apa makan seadanya? Kayaknya tadi saya cek ada telur dan beberapa bahan lagi."
Juang mendesah panjang, lalu mengangguk. "Nggak masalah. Lagi pula hanya kita berdua di rumah."
Hening sesaat, sebelum akhirnya Juang kembali bersuara, "Yu, makasih ya. Dan ... maaf."
"Iya, Mas. Nggak apa-apa."
Jawaban Ayu yang masih dengan senyum lembutnya, entah mengapa membuat Juang semakin tidak tenang. Sekali lagi, pria itu berbicara, "Saya juga minta maaf dengan segala sikap buruk saya ke kamu dulu hingga saat ini. Maaf ya, Yu."
Ayu menganga, sedangkan Juang tersenyum. Mereka saling bertatapan sekilas, sebelum akhirnya pria itu fokus kembali pada jalanan.
"Kita berdua sama-sama terjebak situasi saat menikah. Harusnya, saya nggak melemparkan kekesalan saya ke kamu karena sebenarnya kamu juga korban, Yu." Juang menoleh. "Walaupun pernikahan ini akan berakhir cepat atau lambat, saya akan mencoba untuk melihat kamu sebagai teman. Jadi, sekali lagi maafin saya."
Beberapa detik penuh keheningan, sebelum akhirnya Ayu mengangguk. Juang sadar, dia sudah sangat keterlaluan pada Ayu, terlebih malam ini. Jadi, pria itu akan berusaha keras untuk bersikap baik demi teman barunya di rumah.
***
Surabaya, 17 Desember 2021
Hai hai, terima kasih untuk kamu yang sudah membaca kisah Ayu dan Juang sampai bab ini! Jangan lupa meninggalkan jejak di setiap babnya yaaa karena apresiasi kecilmu bikin penulis semakin semangat ;)
Fyi, kemungkinan 2 minggu depan alias sampai akhir tahun update Istri Berisi bisa dikurangi intesitasnya. Tapi kamu tenang aja, banyak ceritaku di tempat lain yang terus update lho!
Buy Me A Boyfriend di Hipwee.com tayang setiap senin dan kamis lho! Segera baca kisah Amira ini di bit.ly/buymeHP yaaa.
Love,
Desy Miladiana
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top