5. Mempertanyakan Keputusan

5. Mempertanyakan Keputusan




PUTRA Mahkota Kerajaan Asy-Syams benar-benar seperti apa yang Riv duga.

Terlihat penuh percaya diri cenderung angkuh, sangat yakin dengan segala ucapannya, penuh persuasi atau provokasi, tetapi juga masuk akal dalam keputusan-keputusannya. Dari mengobrol satu hari saja, Riv sudah yakin bahwa Arraf dapat menjadi raja yang kuat, yang sangat berkuasa.

Raja yang sangat dia hindari.

Bukan tanpa alasan Riv memilih mengembara alih-alih menjadi pelindung para penyihir di Hutan Byzantine. Riv merasa butuh keluar dari tempatnya dibesarkan untuk belajar lebih banyak hal dan memiliki berbagai pengalaman guna membantu peradaban. Namun selain itu, dia juga tak ingin terlalu bersentuhan dengan orang-orang dengan kepentingan dan penuh kuasa. Kekuasaan itu nikmat yang menakutkan. Orang yang paling baik pun bisa terkorupsi oleh keinginan untuk berkuasa lebih.

Arraf sangat berbahaya, pikir Riv selagi dia membuat sihir Portal Komunikasi untuk berkomunikasi dengan Jashinta, salah satu temannya di Hutan Byzantine. Bagaimana kalau suatu saat nanti Arraf terbutakan oleh keinginannya berkuasa? Untuk sekarang saja, dia masih terasa mencurigakan meskipun bisa menjadi kawan bicara yang menyenangkan.

Portal Komunikasi muncul di hadapan Riv dari debu-debu cahaya kehijauan. Ini sihir tingkat sedang.

Wajah Jashinta yang sedang menguap muncul di portal itu, terlihat jengkel. "Riv, sebaiknya kau menghubungiku selarut ini karena kau ada kabar baik. Seperti, kau dapat kekasih baru, misalnya," ujar Jashinta. Riv bisa melihat bahwa Jashinta sekarang sedang berada di kamarnya. "Eh? Sebentar, kenapa wajahmu sudah kembali dalam wujud normalmu? Ke mana wajah penyamaranmu sebagai 'Reim'?"

Riv mendecak. Karena Arraf, penyamaran dengan sihir tingkat tingginya untuk penyamaran sebagai Reim jadi harus terlepas. Arraf pasti takkan percaya bahwa dia mage jika dia tak menunjukkan tato tulisan kuno di dahinya—yang hanya ada dalam tubuhnya sebagai Riv, bukan sebagai Reim. "Itu akan kuceritakan nanti. Karena sekarang aku ingin mendiskusikan hal lain," ujar Riv. Menatap Jashinta lurus-lurus. "Putra mahkota Asy-Syams sudah mendatangiku."

Seketika, wajah Jashinta terlihat awas. Matanya membola. "Secepat itu? Kukira setidaknya dia butuh waktu satu minggu lagi!"

"Entahlah." Riv menghela napas. "Dia cukup tajam, jelas bukan pangeran bodoh yang hanya memanfaatkan gelarnya untuk berfoya-foya. Kau sudah tahu dia hendak membuat aliansi antarkerajaan yang menghapus hukum pelarangan penyihir di dalam kerajaan?"

"Ya, aku sudah tahu," jawab Jashinta. "Dia memang... tajam, Riv. Sangat strategis, penuh percaya diri, pandai berdiplomasi. Segala perangainya menunjukkan seolah dia benar-benar dilahirkan untuk jadi raja. Itu agak menakutkan."

Menakutkan. Ya, itulah kata yang tepat bagi Riv sebagai kesannya menggambarkan Arraf pada pertemuan pertama. "Aku pun juga merasa agak takut, Jashi."

"Lalu?" Jashinta penasaran. "Apa yang terjadi setelah kalian bicara tentang kembali menjalin kerja sama antara manusia dengan penyihir?"

"Dia...," Riv mengalihkan mata, merasa masih tak percaya akan permintaan Arraf terhadapnya. "Dia... melamarku...."

Sedetik hening, rahang Jashinta lalu spontan terjatuh. Terlihat syok. Matanya membeliak. "Kau bercanda?"

"Aku harap lamarannya itu candaan. Sayangnya tidak."

"Astaga! Apa yang dipikirkan Pangeran Asy-Syams itu? Dia pikir dia bisa menikahi seorang Mage semudah yang dia bayangkan?"

"Mungkin dunia sudah terlalu sering berjalan sesuai kehendaknya." Riv mengangkat bahu. "Aku tak menjawab permintaannya. Tapi, aku jelas tak mau mengorbankan diriku sendiri dalam pernikahan yang dia rancang untuk membuat orang-orang empati terhadapnya."

"Oh, syukurlah." Jashinta menghela napas. "Penawaran pertamanya kepada kami padahal membuat posisi baru di Kerajaan Asy-Syams untuk Mage. Posisi ini setara raja dan bisa membuat kebijakan tanpa campur tangan raja. Apa dia tak menawarkan hal yang sama kepadamu?"

"Dia menawarkan hal itu juga, Jashi. Tapi, dia berkata sebaiknya aku menempati posisi ratu saja. Aku paham maksudnya. Pernikahan akan terasa lebih personal, lebih mudah menarik empati rakyat. Apabila rakyat sudah empati kepada penguasa, akan lebih mudah bagi Arraf untuk mencapai tujuan hidupnya."

"Memang apa tujuan hidupnya?"

Riv terdiam. Dia masih mengingat ucapan Arraf yang membuatnya kaget tadi. "Kebenaran, kedamaian, dan kemajuan zaman. Akan lebih mudah baginya melakukan segala rencananya jika orang-orang mencintai atau empati terhadapnya."

"Visioner sekali," komentar Jashinta. Wajahnya terlihat menimang-nimang. "Sejujurnya, Riv. Ketika dia ke Hutan Byzantine dan berkata dia ingin kembali menjalin kerja sama dengan para penyihir, tujuannya ini mengingatkanku kepadamu. Kau juga pernah bilang bahwa kau ingin penyihir dan manusia kembali hidup berdampingan, bukan?"

"Ya," jawab Riv, lemah. Dia memang menginginkan hal itu sampai sekarang. "Tapi, tentu tidak harus bekerja sama dengan menikahinya. Lagi pula, Mage memiliki aturan ketat untuk pernikahan. Kami hanya boleh menikahi orang yang sudah direstui oleh Morq-e Amin."

"Ah, ya. Si burung raksasa yang lucu itu." Jashinta tersenyum. "Yah, kalaupun kau menerima lamarannya, belum tentu juga si pangeran Asy-Syams itu mendapat restu salah satu hewan suci negeri ini."

Riv tersenyum. "Aku ingin menerima tawarannya untuk kembali bekerja sama dengan manusia. Namun, apakah Baba Warzikh dan para Konselor Penyihir sudah memberi keputusan untuk menerima tawarannya?"

"Kami semua cenderung setuju, Riv," jawab Jashinta. "Kau sendirilah yang dari dulu mengusulkan untuk kembali hidup berdampingan dan bekerja sama dengan manusia. Kau juga menunjukkan bahwa penyihir sudah cukup banyak yang vitalitas hidupnya menurun, lantas sakit-sakitan karena kita sudah lama tak membantu manusia. Dengan kerja sama kembali untuk membantu manusia, vitalitas para penyihir bisa lebih kuat. Dan kini, si pangeran Asy-Syams itu datang menawarkan hal yang sama dari pihak manusia."

Riv mengangguk. Bertahun-tahun dia mengembara untuk mencari cara agar dia para penyihir bisa kembali bekerja sama dengan manusia secara damai. Dan dia juga harus memastikan kejadian seperti Raja Abrisham tak lagi terulang. Kedatangan Arraf yang menawarkan hal yang sama dari pihak manusia, dengan visi yang tak jauh berbeda, jelas menciptakan harapan baru bagi para penyihir. "Aku akan kembali ke Hutan Byzantine bersama pangeran Asy-Syams dan dua temannya. Kita akan membuat keputusan di sana."

"Siap," ujar Jashinta sambil memberi hormat dengan menaruh tangan kanannya di depan dada. "Sampai jumpa, Riv. Kami semua menantimu di Hutan Byzantine."

Riv mengangguk. Tak lama, Portal Komunikasi pun terputus dengan lesapan. Memberi jejak debu-debu dengan cahaya hijau yang berterbangan dan perlahan hilang.


***


"Kau mau menikahi Mage?! Seorang Mage?"

Seruan Lyanth itu sontak dibungkam Jafar dengan menutup mulut Lyanth dengan tangannya. "Kecilkan suaramu! Kita sedang dalam penyamaran," ujar Jafar.

Sadar akan kesalahannya, Lyanth melepas diri dan mengangkat kedua tangan. "Oke, oke, maaf. Tak seharusnya aku berteriak seperti tadi."

Arraf menghela napas. Untung saja dia menempati penginapan sepi, sehingga tak banyak orang yang bisa mendengar seruan Lyanth tadi. "Dimaafkan," ujar Arraf. "Untuk masalah menikahi Mage, kupikir itu adalah suatu tindakan politik yang sangat menguntungkan. Aku dapat memperoleh kepercayaan dari penyihir dengan menikahi Mage mereka, dan ini akan memperkuat kedudukanku sebagai salah satu raja yang berkuasa di Farsi karena para baik penyihir dan manusia takut akan kekuatan Mage."

"Aku paham. Namun... apakah memang harus menikah?" tanya Lyanth. "Katamu, kita akan melakukan perjanjian dan membuat Mage berada pada posisi setara dengan raja? Kau pasti bisa membuat kebijakan membuat posisi baru untuk si Mage, bukan?"

"Tentu bisa," jawab Arraf. "Namun, Lyanth... ternyata sang Mage adalah perempuan, dan dia juga memiliki tujuan yang sama denganku untuk kembali membuat para penyihir dan manusia kembali hidup berdampingan. Visi kami sama, Lyanth. Dan lagi, Riv juga bisa menjadi rekanku yang baik untuk memimpin Asy-Syams. Dia cerdas. Dia bahkan sudah membuat mantra-mantra baru untuk para penyihir. Dia tak hanya memikirkan kesejahteraan para penyihir, tetapi juga kesejahteraan manusia karena dia mau belajar permasalahan para manu—"

"Baiklah!" seru Lyanth, memotong penjelasan Arraf. "Baiklah, 'Amiri. Aku percaya bahwa Mage ini cocok jadi rekan kerjamu. Tapi... apakah memang harus menikah? Menikahi Mage bukan perkara mudah, 'Amiri."

"Maksud Lyanth," Jafar angkat bicara, "kalau-kalau saja kau lupa, orang yang ingin menikahi Mage harus direstui dulu oleh salah satu hewan suci."

"Itu dia!" seru Lyanth. "Ini merepotkan sekali, 'Amiri. Aku lebih setuju kita kembali pada rencana awal: menciptakan kebijakan untuk membuat posisi baru di kerajaan yang diperuntukkan bagi Mage, posisi yang setara dengan raja."

Arraf membuka mulut, baru teringat masalah restu hewan suci bagi siapa pun yang ingin menikahi Mage. "Hm... ya.... Hewan suci, ya." Arraf mengelus dagunya sembari berpikir. Lalu, matanya berbinar dengan senyum tersungging. "Ah, justru ini dapat mendukung rencana baruku!"

Baik Lyanth dan Jafar mengernyit. "Sudikah kau membagi rencana baru yang kau maksud?" tanya Jafar.

"Begini keputusanku." Arraf mengangkat tangan. Memasang wajah serius dan percaya diri. "Kita akan menjalankan rencana baru, yakni aku menjalin kerja sama lagi dengan penyihir, menikahi Mage untuk menjadikannya ratu Asy-Syams, lalu membentuk aliansi antarkerajaan secara resmi. Jadi setelah kita ke Hutan Byzantine dan para penyihir sepakat menjalin kerja sama dengan manusia, aku akan mencari hewan suci untuk mendapat restu menikahi Riv. Dan jika si hewan suci tak merestui, maka kita beralih ke rencana lama."

Lyanth dan Jafar saling berpandangan. Kali ini, Lyanth yang angkat bicara, "Mohon maaf, 'Amiri. Aku masih tak paham. Kenapa kau sekukuh ini untuk menikahi Mage?"

"Karena aku butuh empati orang-orang, Lyanth," jawab Arraf. "Semua orang pasti tahu bahwa menikahi Mage bukanlah perkara mudah. Yakni butuh restu dari hewan suci, bahkan juga dari para penyihir. Jika orang-orang tahu bahwa restu hewan suci saja berhasil kudapatkan, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah ada seorang raja yang beristrikan Mage, bayangkan betapa kuatnya posisi itu di mata semua orang? Di mata para musuh dan penentangku? Mereka semua akan takut baik kepadaku dan kepada ratuku. Asy-Syams akan menjadi kerajaan paling kuat dan paling berpengaruh di seluruh negeri. Tak akan ada yang berani menentangku untuk membuat aliansi antarkerajaan ini."

Mengerjap, Lyanth dan Jafar menelan ludah. Sadar bahwa tekad pangerannya untuk menjadi kuat dan berkuasa sangatlah tinggi. Begitu agung, begitu tertata rencananya, dan semua kekuatan ini hanya bermula dari satu 'bahan bakar' yang telah dipupuk Arraf sejak kecil: ambisi.

[ ].


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top