R 0.5 - Hitam
PENGUMUMAN
DIBERITAHUKAN UNTUK TIDAK MENGGUNAKAN PAKAIAN DAN AKSESORIS LAINNYA YANG BERWARNA HITAM KETIKA FESTIVAL SEKOLAH BAHADUR BERLANGSUNG. APA PUN YANG TERJADI KEPADA PIHAK LUAR SEKOLAH, SMA BAHADUR TIDAK AKAN BERTANGGUNGJAWAB.
SEKIAN
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
SMA Bahadur ...
Aku menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi, hanya beberapa siswa melintas dengan kaus berwarna hitam. Ini kali pertamanya sejak kejadian itu, aku melihat para pelajar SMA Bahadur kembali mengenakan kaus hitam di Festival Sekolah seperti sekarang ini. Cukup diketahui banyak orang kalau SMA Bahadur pernah mengalami kejadian mengerikan dimana sepuluh pelajar dinyatakan hilang dan ditemukan tewas mengerikan dengan kaus hitam berlumuran darah.
Sepertinya akan ada makan besar untuk para babi nih. Aku tertawa ringan mendengar isi pikiran gilaku. Masuk ke kelas yang hanya ada beberapa siswa yang berkemas siap untuk pulang.
Buk! Suara itu menghentikan semua aktivitas yang ada. Bulir keringat ketakutan mulai bermunculan diseluruh wajah yang ada. Lara mengeratkan cengkramannya pada lengan kiriku dan beberapa teman sekelasku yang hendak keluar langsung mundur dan bersembunyi di pojok belakang kelas.
"Jo, apa yang kau lihat?" tanyaku setelah menyadari kalau Bejo sedang memposisikan dirinya sebagai mata-mata dengan mengintip dari balik tirai yang memberikan sebuah celah.
"Ssttt ... akan aku beritahu nanti." Jawabnya dengan nada pelan, tak mau kalau orang diluar sana mengetahui keberadaan kami di kelas.
"KAU DAN TEMAN-TEMANMU TELAH BERANI MENANTANGKU!" kami semua hanya mampu menutup telinga mendengar jeritan mengerikan itu.
"M-Maafkan kami ... i-ini perintah Tuan Tokeino." Terdengar permohonan pembebasan dari kematian.
"TUKIMAN SIALAN!!"
Deruan napas mengerikan mulai terdengar, tubuh Lara yang tenang langsung gemetar dan itu mempengaruhi ketenangan yang selama ini aku jaga.
"Tolong ... aku tidak mau mati."
"JANGAN PAKAI WARNA HITAM JIKA TIDAK MAU MATI, ANAK BODOH!" teriakan mengerikan kembali terdengar dan ingin rasanya aku melihat pelaku dan korban diluar kelasku.
"Sen ... ja." Semua temanku dengan gemetar menunjuk sesuatu didepan kelas, mataku mengikuti tangan mereka yang masih bergetar.
AKU BERI KALIAN KESEMPATAN HIDUP. TAPI JIKA HITAM DITUBUH KALIAN, AKU TAK SEGAN-SEGAN UNTUK MENCICANG TUBUH KALIAN DAN MEMBERIKANNYA KEPADA BABI KESAYANGANKU!!
"Senja, sekarang apa yang harus kita lakukan?"
"Ikuti saja perintahnya."
**
"Senja!"
"Ya? Eh, Gerry ... ada apa?"
"Kau lucu jika terlalu serius." Gerry memahat senyum diwajahnya, sungguh manis, dan itu adalah hal yang aku suka dari pria ini.
Aku sedang menunggu sahabatku yang tengah bertanding. Menunggu di Tribune Selatan sekaligus menyemangati tim tuan rumah yang mulai menjaga kedudukan untuk menang. Dari bangku penonton, aku dapat melihat dengan jelas seluruh bagian sekolah dan betapa tingginya gedung belajar siswa. Sungguh menakjubkan.
Mataku menangkap sesosok pria dengan gerak-gerik mencurigakan dibawah pohon di sudut Tribune Utara. Sebelah kanannya memegang tongkat baseball terbuat dari besi, dan sebelah kirinya seperti kepala manusia yang terlepas dari badannya. Pria berjubah hitam itu berjalan dengan santainya masuk ke lapangan tanpa takut terhantam si kulit bundar, melewati beberapa pemain yang menyebabkan para pemain itu terhempas kebelakang. Berjalan terus dan berhenti di bangku cadangan.
"Nja ...," suara itu membuyarkan semuanya, dan tampaklah sahabatku yang sedang meminta waktu untuk mengisi energi. "air mineral."
Aku memberikan sebotol air mineral dari boks pendingin dan memberikannya pada Duka –sahabatku–. Kembali mencari pria misterius berjubah hitam yang tiba-tiba menghilang ketika aku sedang mengambilkan minum untuk Duka.
"Aaaa!!"
Kembali terdengar di ruang dengarku suara menyayat hati. Teriakan kesakitan dan meminta tolong, namun tak mampu berbuat banyak untuk melarikan diri dari hal tak kasat mata seperti itu.
"Duka, apa kau mendengarnya? Teriakan kesakitan."
"Tidak ... aku tidak mendengarnya." Jawaban yang tak diharapkanku akhirnya keluar dari mulut Duka.
Aku beralih menatap Gerry, berharap kalau pria ini mendengar apa yang aku dengar. Gerry terdiam sejenak seperti berpikir, lalu ia meghela napas dan tersenyum, kemudian ia membuka mulutnya dan mengatakan ...
"Aku juga tidak mendengarnya."
"Mungkin aku salah dengar." Aku mengembangkan senyum dan disambut lemparan handuk kecil oleh Duka dan lari begitu saja seperti tidak merasa berdosa.
**
Hari ini entah kenapa guru memulangkan kelas tambahan lebih cepat. Semua wajah tampak bahagia, kecuali Lara yang menekuk wajahnya tanpa sebab. Bejo sang ketua kelas tampak kesal karena semua rencananya untuk menjahili Lara terbongkar oleh seseorang. Kegaduhan pun berlangsung cukup lama sampai tiba-tiba saja lampu kelas seperti mengalami kerusakan dan suhu ruangan menjadi panas walaupun pendingin ruangan masih menyala.
Hari ini puncak acara Festival Sekolah, berarti ... segel R 0.5 terbuka. Oh Tuhan ... semoga hal buruk tidak terjadi. Aku menatap keluar kelas dan tampak wajah-wajah ceria menyambut puncak acara yang bisa dibilang cukup lancar.
TING ... TING!
Suara tabrakan tongkat besi dengan pagar anak tangga. Suasana mencekam sepertinya akan kembali terjadi, namun wajah-wajah ceria masih ada walaupun suara itu semakin lama semakin jelas ditelingaku. Aku keluar kelas untuk memastikan bahwa pria misterius itu tidak benar-benar ada, dan apa yang aku dengar hanya khayalan.
Seorang pria dengan jubah hitam berjalan gontai di lorong lantai 2, menghempaskan semua siswa yang dilintasinya. Pria itu masuk ke kelasku tanpa ekspresi apa pun. Aku mengikutinya sampai mulut pintu dan menyaksikan apa yang sedang ia lakukan. Ia berjalan ke sudut belakang kelas dan melemparkan sesosok tubuh yang entah datang dari mana. Ia juga melemparkan tongkat itu ke tumpukan mayat dengan aroma yang sudah menyakitkan hidung.
Titik hitam terjatuh di punggung tanganku dan membuatku mendongakkan kepala. Diatas sana tergantung papan kelas. Tidak ada yang aneh, namun cat hijaunya berubah menjadi hitam dan menjatuhkan identitas kelas yang terpasang. Aku mundur beberapa langkah dan terbacalah tulisan yang selama ini tertutupi oleh identitas kelas, tulisan itu adalah "R 0.5".
Pelaku menjalankan aksinya dan mengumpulkan korbannya di teras R 0.5, dan aku pastikan sarang pelaku R 0.5 adalah kelasmu saat ini. Jadi berhati-hati karena pelaku akan menjadikan teman-temanmu sebagai mainan sekaligus sandera untuk membawamu menyaksikan kegiatan kejinya, jika ia melihatmu tidak puas, kau akan dibunuh saat itu dan juga teman-temanmu akan mati. Jadi kuatkan dirimu apa pun yang terjadi. Para babi sangat menginginkan daging sang kunci. Aku masih ingat betul ucapan teman kakakku yang juga pernah menjadi sang kunci delapan tahun lalu, dan sekarang aku mulai mengerti.
"Senja ... ada apa?"
"Tidak ada ... aku sedang berpikir, sepertinya asyik menonton thriller movie."
Aku langsung menarik Lara masuk ke kelas. Memerintahkan Bejo untuk memutarkan film yang berada di desktop laptopku dan memutarnya dengan volume besar. Semua riuh berhenti dan digantikan backsound yang menegangkan sampai terdengar suara melingking. "Kalian berada di wilayahku ... R 0.5."
"Senja ... aku takut." suara Lara bergetar, ia yang berdiri disampingku tiba-tiba saja sudah duduk dengan wajah ketakutan.
"Tetap bersamaku dan semua akan baik-baik saja."
"Senja ...,"
Lara seperti tertarik menjauh dariku dan semuanya juga saling menjauhi satu sama lain. Melihat diri mereka masing-masing yang mulai lenyap menjadi tinta hitam yang menyedihkan. Lantai yang aku pijak tergenang cairan hitam pekat, membuatku sulit untuk berjalan. Mayat-mayat mulai berjatuhan bagai hujan dan berubah menjadi cairan hitam –tinta– saat menyentuh lantai.
Segel R 0.5 akan terbuka ditandai dengan lunturnya cat bagian dalam ruangan, tercium aroma anyir yang menyakitkan dan kau merasakan terjadi fenomena hujan mayat. Ilusi. Itu hanya sebuah ilusi. Setiap tahun hanya ada satu orang yang diperbolehkan pelaku untuk melihat aksi kejinya selama tiga hari. Setelah segel terbuka, disaat itulah sang pelaku memberi pilihan antara hidup dan mati kepada orang yang beruntung itu –sang kunci–. Jika sang kunci itu memilih mati, maka sekitar sang kunci akan berubah menjadi hitam dan hampa. Sedangkan jika sang kunci memilih hidup, whoosh! Lucky seven yang bermain. Jadi, berhati-hati saat memilih.
Semua akan berakhir jika pelaku memberikan pilihan kepadaku, tapi hingga sekarang pertanyaan itu tak kunjung datang juga. Aku hanya dibuat bingung dengan sekitarku yang mulai asing. Aku seperti dibawa ke masa lampau saat ia –pelaku– mencabut nyawa para korbannya. Seperti terbawa ratusan hari, aku merasakan napasku terengah-engah terlalu letih. Meyandarkan tubuh pada dinding untuk menstabilkan sistem pernapasan.
Mataku beralih pada papan tulis putih bersih yang sedikit demi sedikit mulai terisi dengan tulisan dengan tinta merah yang mengerikan. Tubuh-tubuh teman-temanku yang menghilang kini kembali tak berdaya dan mengkhawatirkan. Bau anyir kembali tercium, sosok pelaku muncul dan menghilang dengan tangan berlumuran darah yang menambah kesan menyeramkan. Papan tulis itu tertulis ...
NYAWA SATU KELAS ATAU NYAWA SATU KOTA!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top