3. Roti Sisa

Sudah setengah jam kepala Tara berpangku dua tangan di atas meja rias, semenjak pulang dari akademi. Gadis itu hanya termenung memandangi pantulan dirinya dalam cermin, dan mengamati saksama wajah barunya ini.

Sekarang dia adalah Elona, dan bukan Tara. Hilang sudah wajah tirus karena setiap hari hanya  makan dua kali sehari. Kini, berganti menjadi pipi gembul, dilengkapi tumpukan lemak di bawah dagu sebanyak satu lipatan.

Setelah kejadian tadi siang, Tara, yang mulai sekarang sebut saja sebagai Elona, memutuskan untuk pulang ke rumah saja. Lebih baik begitu, daripada harus menahan cemoohan dan tatapan sinis para siswa di sekolah.

Seperti biasa, Elona menemukan rumahnya dalam keadaan sepi, dan hanya para pelayan yang menyambut, persis seperti yang terjadi dalam webtoon. Maka, gadis itu segera pergi ke kamar dan mencari papan timbangan.

Berkali-kali, Elona menimbang tubuhnya yang sekarang. Seberat 75 kg, dengan tinggi badan hanya 160 cm. Bila dihitung secara Indeks Massa Tubuh, yang mana berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter, maka tubuhnya kini sudah memasuki kategori berat badan berlebih. Belum memasuki obesitas, tetapi hampir ke arah sana.

“Haaah .…”

Helaan napas panjang gadis itu menandai kegalauannya. Akan tetapi, tak lama kemudian Elona mendengkus.

Kenapa aku harus bingung? Aku sudah diberi kesempatan sekali lagi untuk hidup. Kali ini tidak akan kusia-siakan.

Jangan berteman dengan orang-orang yang hanya merugikan diri sendiri.
Selalu waspada barangkali orang lain tidak sepenuhnya tulus padaku…
… dan jangan mudah jatuh cinta lagi.

Brak!

Suara kedua daun pintu menuju kamar Elona dibuka secara tiba-tiba. Seseorang dengan seragam pelayan menyeruak masuk. Wajahnya terlihat begitu panik. Lalu, ketika menemukan sosok Elona di dalam kamar, pelayan tersebut bergegas memegang kedua pundak Elona.

“Nona Elona! Nona tidak apa-apa?”

“Ah?”

Elona sampai menganga saking kagetnya. Memorinya tentang orang di hadapannya ini muncul. Dia adalah pelayan kepercayaannya bernama Mai. Sudah lama sekali, Mai ikut dalam keluarga Locke sebagai pelayan, bahkan sejak ia baru berusia sembilan tahun. Elona menemukan gadis itu di jalanan. Karena iba, Elona meminta pada orangtuanya untuk mempekerjakan Mai sebagai pelayan pribadi.

“Aku tidak apa-apa, Mai. Jangan khawatir, ya!” Elona memberikan senyum tulus di wajahnya terhadap pelayan yang terlihat sekali sangat menyayanginya.

“Yakin …?” tanya Mai tidak percaya. Elona mengangguk.

Namun jelas, Mai merasakan ada sesuatu yang berbeda. Nona muda majikannya itu biasanya pulang dengan marah-marah saat terjadi sesuatu yang membuat kesal, apalagi bila berhubungan dengan Louis Vandyke dan Kiara Perez.

Akan tetapi, hari ini ada sedikit aura kebahagiaan terpancar di wajah nona mudanya itu. Helaan napas lega terdengar dari mulut Mai.

“Lalu, apa rencana Nona selanjutnya?” Mai bertanya penasaran. Nona mudanya pulang dengan tidak marah-marah, Mai curiga akan terjadi sesuatu setelah ini.

“Hmm, tidak ada!” Elona menjawab singkat.

“Tidak ada ...?”

“Yap! Hmm, oh, aku memutuskan untuk mengakhiri pertunanganku dengan Louis!”

“Apa?!!”

Mai terkejut sejadi-jadinya. Bagaimana mungkin, Nona Elona yang sangat mencintai Tuan Louis dan selalu mengikutinya ke manapun itu, memutuskan untuk mengakhiri semuanya? Mai dapat mengerti kalau yang melakukannya adalah dari pihak Louis.

Tapi ini … Nona Elona yang memutuskannya?

*****

Sebelas tahun yang lalu.

Seorang gadis kecil berlari ketakutan di tengah derasnya hujan yang turun. Kedua tangannya memeluk sesuatu di depan dada, melindungi benda tersebut dari basah. Namun, benda itulah yang membuatnya dikejar-kejar oleh pria bertubuh tambun saat ini.

“Hei! Pencuri! Pencuri!”

Pria tersebut terus meneriaki si gadis kecil dengan tongkat penggiling adonan di tangan. Teriakannya menggelegar, membuat semua orang di sekitar menoleh penasaran.

Napas yang tersengal-sengal mulai terdengar dari mulut si gadis kecil. Kakinya terus berlari kencang melawan gempuran angin bercampur air hujan. Kepalanya terus-terusan menoleh ke belakang untuk mengawasi si pria tambun yang semakin dekat. Matanya tak memperhatikan jalanan yang ia pijak dengan telanjang kaki.

Hanya dua potong roti. Sebenarnya, hanya dua potong roti yang tidak laku di hari itu yang ia curi. Ia terus berlari dengan air mata mengalir di pipi, segera tersapu oleh hujan. Tak punya keluarga yang memberi makan, mengasuh dan menaungi dengan tempat tinggal, membuatnya harus melakukan hal ini.

Kenapa? Kenapa aku harus terlahir miskin? Kenapa aku harus kelaparan seperti ini!

Gadis itu hanya bisa menggigit bibir menahan kenyataan takdir yang pahit.

Bruk!

Jalanan yang licin membuat si pencuri itu terjatuh menyungsup. Lututnya menghantam jalanan amat keras hingga darah mengalir. Namun, dia masih bersikeras memeluk roti-roti itu di dada. Sementara itu, si pria tambun itu sudah tiba di hadapannya dengan napas yang juga hampir habis.

“Dasar pencuri sialan! Mau mati kau ya? Hah!!”

Tongkat penggiling kue di tangannya terangkat ke atas. Kerutan di wajah dan pelototan matanya menandakan bahwa pria itu akan melancarkan pukulan keras. Si pencuri hanya bisa memejamkan mata begitu takutnya.

“Tunggu!”

Seorang gadis kecil lainnya datang, dengan gaya berpakaian yang sangat berbeda. Si pencuri hanya memakai sebuah tunik kebesaran lusuh, sedangkan anak perempuan ini mengenakan baju dress berwarna merah muda pastel dengan dekorasi renda di bagian bawah. Sesuatu yang hanya akan dikenakan oleh anak-anak keturunan bangsawan.

Si nona muda ini bergegas ke arah si pencuri kecil, sementara seorang butler mengikuti di belakangnya dengan payung di tangan guna melindungi nona muda dari siraman hujan. Nona kecil itu membungkuk, lalu meletakkan kedua tangannya ke pundak si pencuri.

“Apa yang anda lakukan, Nona? Nanti tangan Anda kotor!” Si butler memperingatkan dengan khawatir. Namun, si nona muda tidak menggubris. Ia menatap mata si pencuri lekat-lekat.

“Kenapa kamu mencuri?”

Ditanya seperti itu oleh seseorang yang statusnya jauh berbeda darinya, membuat si pencuri sungguh ketakutan. Tangannya semakin memeluk erat roti-roti tersebut. Bibirnya meringis menahan tangis.

“Aku … lapar ... .”

“Hei, Nona! Sebaiknya, Anda jangan ikut campur! Dia ini sudah mencuri di toko rotiku. Kalau kulepaskan, esoknya pasti dia akan datang untuk mencuri lagi. Aku bisa rugi besar!” Pria tambun itu mengatakan pembelaannya.

“Tapi bukankah ini sudah malam? Berarti, yang dia curi ini hanya roti sisaan yang tidak terjual, kan? Kenapa tidak kau beri saja padanya?” Nona kecil itu balik bertanya sembari kembali berdiri dengan tegap menatap pria tersebut, membuat si penjual roti mendengkus kesal.

“Roti sisaan juga masih bisa diolah kembali, apa kau tahu?” jawabnya. “Bukannya aku mau kurang ajar, tapi Nona kaya sepertimu tidak mungkin mengerti cara kami, para rakyat biasa, mengolah makanan kami.”

“Hei! Jaga ucapanmu!” seorang prajurit wanita maju ke depan dan mengeluarkan sebuah pedang dari sarungnya. Lalu, dia melintangkan pedang tersebut di depan leher si penjual roti, membuat pria itu bergidik ngeri.

“Apa kau tidak tahu dia siapa?! Dia adalah Nona Elona Locke, putri Marquess Edward Locke. Sekali saja kau bersikap kurang ajar padanya, maka aku akan-“

“Cukup!” Nona bangsawan bernama Elona Locke itu menghentikan prajuritnya dalam satu teriakan. Si prajurit wanita langsung mematuhinya, dan memasukkan kembali pedang ke dalam sarung.

“Tenang saja, Pak, aku akan membayar rotimu dua kali lipat!” Elona berseru.

Si gadis pencuri itu terkesima. Tubuh nona cilik di hadapannya ini memang masih kecil dan lebih pendek darinya, mungkin usia mereka terpaut tiga tahun. Tapi nona ini memancarkan kharisma yang hanya dimiliki oleh para bangsawan.

Andaikan aku bisa seperti dia…

“Namamu siapa?” Nona itu bertanya lagi, setelah membantunya berdiri.

“Mai .…”

“Hmm, nama yang bagus!” Nona itu tersenyum. Senyum yang tidak akan pernah dilupakan oleh Mai seumur hidupnya.

“Paman Ron,” Elona memanggil butler yang sedari tadi memegangi payung untuknya. “Tolong bayarkan roti yang diambil Mai, dua kali lipat!”

“Baik, Nona.”

“Ikut denganku, yuk. Mau?” dengan riang, Elona menggandeng tangan Mai yang kotor terkena lumpur.

“Ke mana?”

“Ke rumahku. Kamu akan jadi temanku mulai dari sekarang!”

***

Sepuluh tahun yang lalu.

Setahun telah berlalu sejak kejadian itu. Mai diberi atap untuk bernaung dan makanan untuk mengisi perut. Tak ada lagi kisahnya yang harus dikejar-kejar karena mencuri roti. Mai sekarang telah menjadi pelayan pendamping Elona.

Meski sebagai pelayan, Elona tidak pernah memandang rendah diri Mai. Senyum kebahagiaan selalu terpancar dari wajahnya, seperti tidak pernah ada kesedihan yang muncul dalam hidup. Mai pun senantiasa selalu hadir dan menemani di sisinya. Karena kejadian sepotong roti sisa, kini Mai mendapatkan tujuan hidup, yaitu menjaga senyuman nona kecilnya itu.

Hingga suatu hari, kabar kematian Tuan Marquess Edward dan Nyonya Reina Locke karena mengalami kecelakaan sampai ke telinga Elona.

Berhari-hari, Elona hanya mengurung diri di kamar. Nafsu makannya hilang sama sekali. Sehari-hari hanya diisi dengan melamun menatap keluar jendela, seperti sedang menunggu sesuatu. Mai sangat tahu, bahwa nonanya itu sedang menunggu kepulangan orangtua yang tidak mungkin bisa kembali lagi.

Sudah dua minggu berlalu, namun tidak ada perubahan yang berarti dari diri Elona.

“Nona Elona … Anda sudah kurus sekali … ayo makanlah sedikit, ya?” Mai mencoba membujuknya. Elona hanya menggeleng lemas dengan tatapan kosong.

“Akan aku siapkan semua makanan kesukaanmu. Makan ya … Nona?”

Elona menoleh ke arah Mai dengan lunglai. Terdapat kantung hitam yang membengkak di bawah kedua mata Elona, pertanda bahwa dia banyak menangis dan tidak bisa tidur.

“Aku … ingin ke dapur … aku lapar …”

Secercah harapan terlihat dari wajah Mai. Setidaknya, nona mudanya itu mau makan. Meski ia heran kenapa harus ke dapur. “Biar saya bawakan ke sini saja, Nona!”

“Tidak … aku mau ke dapur .…”

Dengan bingung, Mai hanya bisa menuruti majikan kecilnya itu.  Mereka berdua berjalan menuju ke dapur yang ada di lantai bawah. Para pelayan dan tukang masak yang bekerja sudah selesai merapikan dapur, yang biasanya penuh dengan bahan-bahan makanan berserakan di atas meja.

Elona berjalan lunglai menuju lemari makanan. Di dalamnya, para juru masak menyimpan bahan-bahan siap masak seperti roti, sayuran, dan buah-buahan. Elona mengulurkan tangan, mengambil roti yang ada. Gadis itu menggapainya, dan memakan perlahan.

“Hmm … enak .…”

“Nona, aku bisa menyiapkan sesuatu yang lebih enak lagi dari roti itu. Ayolah, kita kembali ke kamar Anda, ya?”

Akan tetapi, Elona tidak mengindahkan perkataan Mai. Tangannya terus menyuapi roti tersebut ke dalam mulutnya yang kecil. Awalnya perlahan-lahan, namun lama-kelamaan semua dilahap dengan rakus. Elona mengambil persediaan roti yang ada, lagi dan lagi. Dengan dua tangan, ia menjejalkan semua roti yang ada masuk ke dalam mulutnya.

“Enak!"

Krauk krauk! Hap! Nyam nyam!!

"Enak!!”

“Nona! Sadarlah, Nona!! Hentikan!”

“Enak! Enak!! Kenapa selama ini aku tidak tahu kalau roti biasa ternyata seenak ini?!”

Mai menjerit-jerit ngeri seraya menangis. Ini bukanlah Nona Elona manis yang selama ini ia kenal. Senyuman ceria yang selalu hadir di wajah majikan kecilnya itu, berubah menjadi seringai kelaparan layaknya seekor serigala menemukan mangsa.

Elona baru berhenti saat persediaan roti di dapur hampir habis. Gadis itu pun tertidur begitu saja setelahnya. Lalu paginya, dia jadi lebih ceria. Meski belum sepenuhnya tersenyum seperti biasanya, tetapi setidaknya, tidak semurung sebelumnya.

“Apa perut Nona tidak apa-apa?”

Elona menggeleng heran saat Mai bertanya begitu. “Memangnya ada apa?”

“Ah tidak ada apa-apa .…”

Mai berpikir bahwa hanya kali itu saja Elona makan hingga rakus. Namun, ternyata dirinya salah. Kini, setiap nona kecilnya itu menghadapi masalah yang amat membuatnya sedih, ia akan berjalan menuju dapur dan mengulangi semua kengerian yang Mai takuti itu.

Kebiasaan Elona pada akhirnya diketahui oleh keluarga. Saat dokter memeriksa, beliau memberi diagnosa.

“Nona Elona Locke menderita gangguan makan berlebihan.”

***

Novel ini sudah tamat di Noveltoon pada bab 73! Kalian bisa baca gratis dengan klik link paling bawah di lynk.id/author_ryby | Baca gratis tanpa apk, bisa lewat browser, kecuali kalau mau like per babnya, yang mana Ryby akan sangat berterimakasih :)

* cover art by instagram.com/fuheechi_


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top