T U J U H
___
“Kau pasti tahu persis bagaimana rasanya berjalan tanpa arah di jalanan lengang, seolah-olah kau sedang bermimpi disesatkan oleh iblis, sebuah penjelajahan tanpa akhir yang menyesakkan. Kau berharap ada seseorang yang bisa kau ajak berbincang untuk memecah sepi, tetapi yang kau temukan hanyalah dirimu sendiri.”
___
Kesalahan terbesar yang baru saja kulakukan ialah memutuskan untuk pergi sendirian. Aku memahami itu sejak awal. Namun, hal yang baru saja kumengerti adalah bukan saja kewarasanku yang kemungkinan besar telah direnggut oleh sisi buruk prasangka yang kubangun sendiri, melainkan aku tak tahu bagaimana caranya mengendalikan diri dari rasa panik akan ketidaktahuanku.
Masalahku yang lain bukan saja rasa takut dan khawatir, tetapi juga rasa panik yang menyertainya. Kekosongan Schuraze bukanlah puncak dari segala hal-hal ganjil yang kusaksikan, meski sejak awal rasanya aku sudah berjalan di sebuah distrik mati, aku tak menyangka bahwa itu bukan hanya sekadar perasaanku yang berlebihan, tetapi itulah kenyataannya.
Tidak ada penanda waktu yang berfungsi sebagaimana mestinya. Jam besar di pusat kota yang biasanya berdentang setiap jam sebagai tanda, jarum-jarumnya berhenti merotasi sewaktu aku melewatinya. Bagiku, hal itu ganjil. Sebab pada situasi normal, jam itu tidak pernah dibiarkan mati, dewan distrik selalu melakukan perbaikn dan menjaga agar waktu tetap terdeteksi. Kemudian hening yang keterlaluan tidak pernah mendera Schuraze kendati tengah malam atau sebelum fajar. Selalu ada suara yang menenangkan, paling tidak suara serangga malam. Namun, kali ini tak ada apapun, tak ada siapapun.
Dan puncaknya ialah sewaktu aku tiba di tujuanku yang sebenarnya, rumahku sendiri dan juga rumah Erik yang jaraknya hanya sekian langkah, keduanya tampak miring. Salah satu daun jendela di depan rumahku tergantung miring dengan ganjil, seolah telah bertahun-tahun tidak dihuni. Tetapi hanya itu yang tersisa. Sewaktu aku mendaki tangga melewati pintu utama, pemandangan malam terbentang, selain sisi depan dan sisi samping yang bersebelahan dengan rumah Erik, hanya ada lantai kotor yang kejatuhan sisa-sisa atap, kemudian langit, dan sisi lain kota.
Pelan, aku memasuki puing bangunan itu dengan kewaspadaan tingkat tinggi, seakan lantai rumah itu takkan mampu menopang bobot tubuhku. Bisa saja aku salah mengenali lokasi rumahku sendiri, maka aku berjalan ke arah yang kuyakini adalah perpustakaan keluargaku. Semua hal tentang keluargaku ada di sana. Di balik reruntuhan, kertas-kertas tua terlepas dari sampulnya, sebagian besar lepek dan basah terkena air, sebagian lainnya hanyalah bekas-bekas serbuk sisa dimakan rayap. Ya, itu memang perpustakaan milik orang tuaku. Di sisi lain, gelas ukur, tabung reaksi, labu-labu milik ayahku yang sangat kukenali sesuai penempatannya di rak, semuanya kini hanyalah serpihan kaca yang tak termakan waktu.
Tidak ada yang tersisa kecuali puing. Aku bergegas meninggalkan rumah itu, tak ingin berekspektasi tentang apa pun yang terjadi di Schuraze pada suatu masa. Jika semua barang itu memang betul milik orangtuaku, artinya aku berada jauh di masa depan. Di kehancuran Schuraze, suatu masa yang tidak ingin kulihat. Tujuanku selanjutnya adalah memeriksa keadaan rumah Erik. Semakin larut, aku semakin berharap akan menemui manusia lain yang bisa kuajak bicara untuk memastikan apakah aku berdiri di atas kenyataan atau dalam khayalanku saja.
Aku bertanya-tanya apakah ini yang ditemui oleh setiap orang yang berusaha bermain-main dengan waktu? Apakah ini adalah hal yang dilihat ayahku sewaktu ia masih muda sehingga memicu kesintingannya? Aku tidak tahu, aku akan bertanya langsung padanya jika berhasil kembali ke waktu sekarang. Sejenak aku merasa bodoh karena tidak membawa arloji di tanganku, seandainya punya, aku pasti bisa memastikan berapa lama aku terjebak dalam lingkaran waktu yang salah.
Rumah Erik tampak lebih utuh daripada rumahku, meski komposisinya agak terlihat rusak, bangunan itu masih utuh. Tak membuang waktu, aku masuk ke ruang kerja Rowane, ayahnya Erik. Letak perapian itu persis sama seperti yang terakhir kali kuingat. Begitu pula ruangan yang lain. Tidak ada tanda-tanda telah terjadi ledakan atau kebakaran di rumah itu, sehingga aku masih tidak tahu apa penyebab dari kekosongan distrik. Kekecewaanku bertambah sewaktu menemukan foto Erik dan Jyra tergantung miring di ruang keluarga, melihatnya saja membuatku yakin bahwa aku sedang berada jauh di depan, mendahului waktu.
Sebelum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Schuraze dan diriku sendiri di masa depan, aku tidak ingin pulang dengan hampa. Karenanya aku keluar dari rumah Erik untuk kembali menjelajah jalanan. Jika tidak ada manusia yang bisa kuajak bicara, paling tidak aku bisa menemukan petunjuk yang tertinggal di jalanan yang menjelaskan tentang keadaan yang saat ini kusaksikan. Kau pasti tahu persis bagaimana rasanya berjalan tanpa arah di jalanan lengang, seolah-olah kau sedang bermimpi disesatkan oleh iblis, sebuah penjelajahan tanpa akhir yang menyesakkan. Kau berharap ada seseorang yang bisa kau ajak berbincang untuk memecah sepi, tetapi yang kau temukan hanyalah dirimu sendiri. Itulah yang kualami hampir semalaman ini.
Ketika nyaris putus asa dan terlalu berkeringat, angin dingin berembus terlalu keras sampai-sampai aku mengira telah terjadi badai. Lalu selebaran kertas menampar tulang keringku, terlalu besar untuk bisa diabaikan. Bulan yang sedaritadi diselimuti awan tetap enggan memberi sinar sehingga wajah langit masih tetap suram. Tulisan-tulisan di selebaran itu agak buram, sehingga aku memutuskan untuk membawanya ke tempat yang lebih terang, di dekat gedung dewan. Kemudian aku berhenti mengharapkan kehadiran seseorang di Schuraze yang sudah mati itu, melangkah lebih cepat sehingga hentakan kakiku agak menggema di tengah keheningan.
Setelah tiba di tempat yang cukup terang, barulah aku duduk di bawah lampu jalan dan melihat dengan seksama apa yang tertulis di kertas yang sudah cukup kusam itu. Ternyata kertas itu adalah sepotong surat kabar tua yang bertuliskan headline berita tentang percobaan mutasi manusia yang gagal di Schuraze dan wabah yang menyerang distrik. Tidak banyak informasi yang kudapatkan dari selembar robekan surat kabar itu, tetapi itu sudah cukup menjelaskan apa yang sudah terjadi. Meskipun aku masih penasaran, apakah semua penduduk terserang wabah manusia mutasi yang gagal itu? Dan jika memang mereka semua terserang wabah, di mana mereka sekarang?
Aku berencana untuk meneruskan perjalanan hingga ke perbatasan untuk memastikan apakah wabah itu hanya menyerang Schuraze, atau menyerang seluruh negeri. Tetapi kemudian aku menemukan potongan surat kabar lain yang bertuliskan salah satu penduduk yang dijadikan kelinci percobaan laboratorium distrik berhasil kabur dan menyerang Jyra, aktris tersohor dari Karnelian, ayahnya menuntut pertanggungjawaban Erik Lamaze selaku ilmuwan yang melakukan percobaan ... kemudian sambungan kalimatnya menghilang.
Aku tidak tahu berapa lama waktu berlalu pasca serangan makhluk mutasi itu hingga sekarang, aku tidak yakin selang waktunya, tapi melihat bangunan-bangunan yang banyak berubah sewaktu aku melaluinya malam ini, dan wajah Erik di potongan surat kabar itu—meski hanya separuh wajah, itu adalah wajah berusia empat puluhan. Maka jika rentang waktunya dicocokkan dengan masa sekarang, bencana itu akan terjadi sekitar dua puluh sampai tiga puluh tahunan dari sekarang. Dan aku sama sekali tidak terlibat di dalamnya. Tetapi tetap saja aku takbisa memperkirakan di tahun berapa aku sekarang, mengingat aku tak punya petunjuk tentang berapa lama distrik ini menjadi mati sejak serangan pertama.
Kemudian aku kembali menemukan potongan surat kabar lain yang sebelumnya tidak pernah kusadari keberadaannya. Aku melewati semuanya sembari berjalan menuju rumahku tadi, dan menganggapnya sama sekali tidak penting karena kupikir aku bisa menemukan hal yang lebih penting daripada berita-berita tentang keadaan distrik, tetapi kini aku memerlukannya. Hanya dari surat kabar yang tercecer itulah aku bisa mendapatkan petunjuknya sekarang.
Kali ini berita tentang kematian ayahku, berita yang tidak ingin kudengar, sebetulnya. Tetapi di sana tertulis pula sesuatu tentangku, sesuatu yang cukup mengejutkan.
Nash Acasha tutup usia dalam dekapan Adette Acasha, kira-kira itulah judul beritanya. Ayahku, bersama ibuku di akhir hayatnya? Itu kabar yang cukup membahagiakan meskipun mungkin aku tidak ada di tengah-tengah mereka saat itu terjadi. Kemudian narasi yang selanjutnya tertangkap mataku agak sedikit menohok: sementara putri mereka satu-satunya, Abrianna Acasha tidak pernah kembali dari penjelajahan waktunya. Adette menyatakan bahwa Nash dan dirinya sepakat untuk menganggap Aby telah tiada. Ucapan bela sungkawa datang dari seluruh Schuraze dan kolega keluarga Acasha dari luar distrik ....
Aku tidak pernah kembali? Apakah aku akan selamanya tersesat di Schuraze yang telah mati ini? Jika aku membangun semuanya dari awal, apa peradaban baru masih mungkin? Tidak. aku tidak bisa menghadapi ini sendirian. Jadi, daripada banyak berandai tentang kehidupanku di sini, lebih baik aku berusaha kembali ke masa sekarang dan mencoba mencegah kemungkinan terburuk yang baru saja kusaksikan, aku yang tak bisa kembali dan Erik yang memusnahkan seluruh populasi distrik.
Kemudian aku bergegas kembali ke padang rumput dekat perbatasan, mendekati sumber detik yang bergerak konstan hingga suaranya makin jelas di telingaku. Mencoba mengabaikan bayangan-bayangan buruk masa depan yang baru saja kusaksikan. Jika masih mungkin, aku akan meyakinkan Erik untuk menghentikan apa pun rencananya. Akhirnya aku sampai di dekat mesin waktu milikku, masuk ke dalamnya, mencoba mengatur sistemnya agar kembali ke waktu semula. Aku tidak menyadari betapa pengapnya udara di dalam mesin rancanganku itu, hingga aku kembali dan seakan terbangun dari mimpi buruk dengan tubuh bersimbah keringat.
Aku masih bisa pulang. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top