D U A

___

"Keadilan adalah sebuah kata asing bagi bumi pasca bencana."

___

Schuraze merupakan bagian paling terbuang di antara distrik lain di kota Amethys. Letaknya jauh dari jantung kehidupan Amethys, tersudut dekat bibir pantai di sisi selatan, sementara di sisi utara menempel persis di bawah kaki perbukitan. Tidak ada pemerataan teknologi di Amethys. Jika enam distrik lainnya diberi akses Rapidcart—atau kereta super cepat dengan fasilitas yang setara mansion mewah untuk melakukan perjalanan antar distrik, antar kota bahkan antar negara—barangkali Schuraze harus menciptakan sapu terbang sendiri agar bisa bepergian tanpa perlu mengalami diskriminasi.

Jalur perlintasan selain Rapidcart dan jalur udara—yang juga tidak ada di Schuraze, merupakan jalur darat biasa yang bisa dilalui dengan berjalan kaki, atau menaiki transportasi listrik dan tenaga surya. Jalur ini cukup riskan untuk dilalui, karena setiap kali seseorang perlu melewati perbatasan distrik, kota, bahkan negara, diperlukan surat izin resmi dari pemerintah setempat yang harus ditulis tangan dengan tinta darah milik si pemohon. Bayangkan jika kau ingin menjelajah dunia, dan setiap kali melewati perbatasan kau harus menyedot darahmu sendiri untuk mendapatkan selembar surat izin berdarah. Kupastikan kau akan mati lemas sebelum mampu menjelajah dunia. Belum lagi surat izin itu hanya berlaku tiga hari. Jika kau adalah seorang Schuraze dan bukan pejabat dewan atau anak pejabat dewan, tiga hari tidak akan pernah cukup untuk melewati satu distrik, karena kau hanya punya kedua kakimu yang lemah.

Peraturan-peraturan ketat ini muncul sejak banyak imigran gelap yang mengeksploitasi lahan dan sumber daya di banyak distrik di muka bumi. Banyak pasar gelap yang memperdagangkan barang-barang curian itu yang berhasil dikuak oleh badan keamanan dunia. Karenanya, jika kau bukan pejabat dan bangsawan, tidak seorangpun yang akan percaya bahwa perjalananmu hanyalah sebuah ‘jalan-jalan’. Apalagi jika kau seorang penduduk distrik kaya yang miskin seperti Schuraze. Maksudku, sumber daya alam kami melimpah, kami bekerja keras untuk mendapatkannya, tapi semua kekayaan itu diekspor dengan harga rendah. Ada dua kemungkinan, yang pertama dan yang sering kudengar: Schuraze dilarang memiliki penduduk kaya, karena kaya membuatmu malas. Jika penduduk Schuraze malas, tamatlah Amethys. Mereka tidak akan bisa mendapatkan bahan pangan, sandang bahkan papan. Kamilah satu-satunya distrik yang hidup tanpa sokongan artificial intelligence. Tanpa kami, mereka hanya akan menyantap nasi atau roti semu yang dipancarkan alat-alat proyektif di depan muka. Kemungkinan kedua yang paling sederhana: dewan pemerintah kami melakukan ekspor gelap dan korupsi besar-besaran. Yah, tidak pernah ada yang bersedia menjadi saksi bagi kemungkinan kedua.

Alih-alih diperlakukan dengan baik karena menjadi sumber penghidupan seluruh masyarakat Amethys, bahkan dunia, kami malah diperlakukan seperti gelandangan yang tidak punya tempat ke manapun kami pergi, kecuali tanah kelahiran kami. Kota paling miskin di muka bumi yang seharusnya dihukum atas perdagangan hasil sumber daya curian pun tidak menderita seperti kami. Padahal mereka lah penyebab utama setiap daerah mengharuskan tinta darah untuk akses selama tiga hari. Okraa, bangsa penyamun yang menjadi biang keladi dari semua kegiatan eksploitasi sumber daya di muka bumi ini, mereka bisa tidur nyenyak dengan akses teknologi terbaik di seberang samudera, berdampingan dengan Karnelian. Penduduknya hanya meringkuk di atas kasurnya sepanjang hari dan hanya perlu menekan satu tombol untuk mendatangkan segala hal. Tidak, keadilan adalah sebuah kata asing bagi bumi pasca bencana. Semua kota bangkit pasca bencana, tapi rakyat Schuraze tetap tenggelam dalam bencana kami sendiri.

Bertahun-tahun kami menjalani hidup tanpa memahami bentuk dunia luar selain distrik kami. Setiap distrik dibatasi tembok besar dan pagar pembatas untuk jalan raya sehingga akses untuk sekadar mengintip distrik lain adalah mustahil. Orang-orang dari luar Schuraze sering berdatangan untuk ‘menonton’ kami. Kudengar, hanya distrik kami yang tetap melakukan cocok tanam dan berlayar mencari ikan yang masih bisa dimakan.Secara sederhana dan halusnya, Schuraze adalah tempat paling tradisional di muka bumi. Kasarnya, kami adalah distrik yang paling terbelakang, yang terisolasi di balik tembok pembatas antar distrik yang dijaga superketat oleh para polisi penjaga.

Akses informasi juga hanya terbatas pada berita-berita lokal distrik yang disebar melalui siaran serentak di layar proyektor kecil di rumah masing-masing. Aku yakin inilah satu-satunya teknologi yang berhasil menembus peradaban Schuraze kecil kami. Selain itu, kami menjalani segalanya dengan  cara sendiri. Bersenang-senang dengan festival-festival perayaan, menonton pertunjukan teater, atau mengelilingi sabana di dekat perbatasan distrik. Meskipun seringkali aku penasaran dengan segala macam kecanggihan yang dibesar-besarkan setiap pengunjung yang datang ke distrik kami, tetapi kami tak pernah punya pilihan selain menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Tatkala masih sangat belia, aku senang jika orang-orang dari distrik sebelah atau orang-orang dari pusat kota Amethys datang ke distrik kami dan memutuskan tinggal di penginapan berhari-hari, terlebih jika mereka membawa anak-anak mereka yang sebaya denganku. Orang-orang itu hanya perlu sedikit didekati dan dipancing perasaan angkuhnya, kemudian mereka akan meluapkan semua pengetahuan-pengetahuan penting yang menyenangkan untukku. Jika kau penasaran darimana aku mendapatkan semua pengetahuan tentang piciknya dunia ini terhadap kami, maka jawabanku adalah semua pengunjung asing itu. Merekalah sumber informasi yang paling akurat di Schuraze, selain buku-buku tua di perpustakaan berdebu di sudut distrik.

Jyra Cenakia, misalnya. Gadis itu datang ke Schuraze sekitar tiga tahun yang lalu. Usianya saat itu masih enam belas, seumuran dengan Erik dan lebih tua satu tahun dariku. Gadis itu memiliki mata biru safir yang cemerlang, berambut pirang sepinggang dan bertubuh tinggi. Semua orang termasuk diriku percaya bahwa dia adalah titisan bidadari, kecuali Erik. Siang itu sekonyong-konyong ia duduk di sampingku, di bangku penonton teater Schuraze, sembari menyuguhkan senyumnya yang menawan. Jika saja aku seorang laki-laki, mungkin aku akan serta merta jatuh hati padanya. Waktu itu Erik sedang tampil sebagai tokoh utama pria. Jyra menoleh sejenak padaku dengan gaya formal hanya untuk menanyakan padaku siapa nama Erik. Aku tahu, jika memberitahu Jyra sedikit lebih banyak tentang Erik, maka aku akan mendapatkan informasi yang berharga darinya mengenai Karnelian. Aku tetap berkeras mengajaknya bicara meski pria paruh baya yang duduk di sebelah Jyra sudah memandangku jijik. Aku tahu siapa pria itu, Hugo Cenakia, ayah kandung dari Jyra yang juga seorang pejabat yang cukup berpengaruh di dunia. Sayangnya, aku sudah kebal dengan tatapan semacam itu, dan sejauh ini, tatapan jijik orang lain belum bisa membuatku mundur dari tekad.

“Jadi, siapa namamu?” Gadis itu akhirnya menanyakan tentang diriku setelah banyak hal tentang Erik dan Karnelian tertukar dari bibir kami masing-masing.

“Abrianna Acasha, Erik biasa memanggilku Aby.” Sebetulnya bukan hanya Erik, semua orang di Schuraze memanggilku Aby. Aku hanya ingin sedikit menunjukkan pada Jyra, bahwa aku adalah orang penting bagi Erik. Dan Jyra tidak bisa menyingkirkanku hanya karena ia bangsawan dan lebih cantik dariku. Sekali lihat saja aku sudah tahu, perempuan-perempuan mana yang tertarik dengan Erik.

Di atas panggung teater, Erik adalah malaikat pujaan seluruh penduduk distrik. Nyaris separuh populasi gadis lokal menggilainya karena akting memukaunya dalam pementasan teater. Meski di luar itu semua, banyak orangtua yang tidak menyukai tingkah lakunya yang kasar dan tidak sopan. Dan jangan lupa, semua orang tidak suka menatap matanya secara langsung, sebab keahliannya selain berakting adalah menghipnotis orang lain untuk mengelabuinya. Akulah satu-satunya orang yang tidak pernah dihipnotis olehnya. Tatapan matanya yang tajam itu adalah favoritku di dunia. Aku tumbuh besar bersamanya, tinggal bersebelahan, dia menyaksikan bagaimana ayahku menjadi profesor sinting yang gagal dalam percobaan berkali-kali, juga menyaksikan bagaimana ibuku pergi meninggalkan rumah dan menelantarkanku. Rumahku adalah pelariannya setiap kali ayahnya mabuk dan mulai melempari Erik dan ibunya dengan perkakas dari gudang besi. Kami berbagi segalanya dalam segala hal, termasuk mimpi kami yang paling liar dan mustahil: menjamah setiap jengkal bumi. Termasuk bagian-bagian yang terisolasi pasca bencana, juga menyelami daratan yang terjun dan terkubur di bawah perairan. Maka, tidak ada gadis lain yang akan mencurinya dariku, tidak pula perempuan asing jelmaan bidadari itu.

Seusai pertunjukan, Jyra—atas izin ayahnya—mengikutiku ke belakang panggung untuk bertemu Erik. Aku tahu Erik tidak akan suka, tapi kurasa ia akan mengerti jika nanti kuberitahu bahwa aku berutang informasi berharga tentang Karnelian dari Jyra. Erik dan aku tahu, ibuku kini menetap di Karnelian dan menjadi dokter di sana.

“Erik,” Jyra yang memanggilnya. Lelaki itu masih terus berjalan menuju ruang ganti, sesuai dugaanku, ia tidak menggubris panggilan perempuan asing yang tidak dikenalnya.

“Erik,” panggilku.

Kali ini ia menoleh untuk kemudian berbalik dan merentangkan kedua lengannya seakan-akan ingin memerangkapku, lalu tersenyum lebar. “Hei, Aby!”

Langkahku semakin cepat menghampirinya, balas tersenyum lebar dan dengan senang hati tenggelam dalam pelukannya. Biar kau lihat sendiri, Jyra! Hatiku berteriak keras. Entah mengapa, sampai hari ini aku tak pernah menyesal dengan tingkah kekanakan itu. Menyenangkan rasanya, bisa memenangkan Erik berkali-kali. Meski hari ini aku harus kalah.

Aku tidak ingat bagaimana akhirnya Erik mau menemui Jyra, seorang diri, tanpaku. Yang jelas, sehabis pertemuan itu, Jyra berkata bahwa ia akan tetap tinggal sampai ia bisa mendapatkan Erik. Dan sialnya, ternyata selain seorang bangsawan, gadis itu juga aktris tersohor di Karnelian. Tentu saja semua orang di Schuraze menerima kehadiran bidadari itu dengan baik. Mereka pun sering memasangkan peran Erik dan Jyra dalam satu pertunjukan. Hanya butuh tiga tahun untuk membuat Erik berpaling dariku. Sementara kami sudah membangun semuanya selama bertahun-tahun. Mimpi-mimpi kami terlupakan, sebab Jyra telah menamparku telak dengan kenyataan, bahwa yang bisa membawa Erik menjelajah dunia bukanlah mimpi, melainkan status dan kekayaan.

Belakangan—penyesalan memang selalu muncul belakangan—aku menyadari bahwa seharusnya aku tidak pernah menggubris pertanyaan Jyra tentang Erik. Seharusnya aku tidak memberitahunya nama Erik, seharusnya aku tidak mengajaknya ke belakang panggung untuk menemui Erik, seharusnya aku tidak perlu mengetahui Karnelian darinya. Informasi tentang Karnelian sama sekali tidak sepadan dengan kehadiran Erik di sampingku.[]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top