√28

Aku tak memerlukan apapun di dunia kecuali dua hal. Kamu dan senyummu.

Athanabil Adventiano

***

Cahaya mentari memasuki celah-celah jendela bertirai putih di kamar Thalia. Silau, gadis itu bangun dari mimpi indahnya walau enggan. Burung-burung berkicauan menyambut Thalia yang menguap lebar sembari merentangkan tangannya ke udara, seolah memberi tambahan vitamin kebahagiaan Thalia saat ini.

Jarum jam menunjukkan angak setengah enam. Baik, sepertinya ia bangun terlalu awal dari biasanya. Tapi itu tak apa. Bukannya ia kembali ke ranjang hingga menunggu seseorang membangunkannya, Thalia justru meraih handuk dan bergegas mandi dengan senyuman, tanpa paksa.

Gadis itu memakai baju seragamnya sembari menggigil karena tubuhnya belum bisa beradaptasi dengan air dingin karena mandi sepagi itu. Bahkan menurut Thalia jam setengah enam sangatlah pagi. Thalia bergumam menyanyikan lagu dari Blackpink - Lovesick Girls sembari menyisir rambutnya yang tergerai sepanjang bahu. Tak lupa ia juga mempoles wajahnya dengan make up tipis dan liptint dengan warna tak terlalu mencolok.

"Idih, cantik banget sih gue!" gumamnya pede sembari tersenyum bak orang gila. Thalia memutar di depan kaca lalu mendekat ke arah benda itu. "Te Amo Thalia," ucapnya sembari menutup mukanya yang merah merona.

Sebenarnya Thalia tak tau arti kata itu. Tapi ia benar-benar penasaran. Kemudian, perempuan itu segera mencari di nenek tercintanya, Mbah Google. Awalnya ia menulis Temo, Tumo, atau Te apalah itu. Namun dirinya tak membuahkan hasil. Salahkan saja pada Athan yang berbicara pelan tanpa menatapnya. Apalagi ngomongnya nggak jelas.

Akhirnya gadis itu berhasil mencari setelah hampir satu jam lamanya berkutat pada kata aneh itu dan hasilnya sungguh sepadan. Thalia jingkrak-jingkrak kegirangan hingga Anggi yang ada di lantai dasar menemuinya karena khawatir Thalia kenapa-kenapa.

"Ommo!" pekik Thalia terkejut ketika ia membuka pintu, sudah ada Athan yang bersandar di dinding dengan kedua tangannya yang masuk ke dalam saku.

"Selamat pagi Athan!" sapa Thalia dengan senyuman lebar.

Athan mengangguk samar lalu mendekat ke arah Thalia. "Nyenyak?"

"Apanya?"

"Tidurnya."

Thalia mengangguk. "Nyenyak banget! Sampe mimpi Athan juga," kekeh gadis itu.

Athan tersenyum samar lalu melangkah meninggalkan Thalia untuk pergi ke lantai dasar. Thalia segera menyetarakan langkah kakinya sembari berceloteh ria. "Athan, kemarin malam..."

Lelaki itu berhenti, membalikkan badan agar bisa memandang Thalia. "Kenapa?"

"Itu... Anu... Apa bener Athan cin—"

"Bener." Athan memegang bahu Thalia sembari menatap manik mata Thalia yang sangat hangat nan teduh. "Mau?"

"Mau apa?" tanya Thalia bingung.

"Jadi princessnya Athan."

***

"Ih Athan, Thalia malu," ucap Thalia sembari menutup mukanya yang merah padam lantaran setelah mobil Athan terparkir apik di parkiran SMA Gajah Mada, lelaki itu segera menggandeng tangan Thalia untuk memasuki koridor bersama.

Athan tersenyum simpul menatap wajah Thalia yang sudah memerah bak tomat. "Bukannya ini yang lo mau?"

Thalia mengangguk. Digenggam Athan adalah salah satu impian terbesarnya. Dahulu, ia sangat berharap jika suatu saat Athan mau mengakui keberadaannya dan menunjukkan pada orang-orang bahwa dirinya milik lelaki itu seutuhnya. Hey tetapi mengapa Thalia sungguh gugup jika hari yang ia nantikan terjadi saat ini juga?

"Tapi Athan—"

"Udah yuk, masuk." Athan segera menyeret Thalia untuk memasuki koridor kelas. Dan benar saja, baru beberapa langkah saja ia dan Athan sudah menjadi pusat perhatian siswa-siswi yang hilir mudik di area koridor. Banyak dari mereka yang menganga tak percaya atas kejadian itu, bagaikan keajaiban dunia baru saja terjadi di sekolah berstandar internasional itu.

"Athan, Thalia bener-bener malu," bisik Thalia pelan.

"Oh udah punya malu ternyata. Kirain udah hanyut di laut." Athan terkekeh lalu melanjutkan ucapannya. "Lo pake baju Thalia, nggak usah malu."

Ih, itu kan bukan yang Thalia maksud! Tapi sudahlah, lagipula Thalia hanya harus bersikap acuh tak acuh bukan, seperti biasanya? Dan bagaimana mungkin Thalia akan melewatkan kejadian digenggam Athan hanya karena sibuk meladeni omongan orang? Yang ada hanya memperkeruh suasana hatinya saja.

"Jangan tidur mulu ya Boo."

"Boo?"

"Kebo."

Thalia segera memukul lengan Athan dengan keras-keras hingga lelaki itu mengaduh kesakitan, namun Thalia segera menghentikan aksinya setelah kedua tangannya dipegang erat oleh lelaki itu. "Nah, gini dong, diem. Jangan kayak cacing kepanasan."

Thalia diam mematung, tak dapat lagi berbicara dengan kata-kata. "Semangat belajarnya," ucapnya sembari mengacak-acak rambut Thalia dengan gemas.

"Athan juga," balas Thalia malu-malu.

"Cantik," kata Athan singkat lalu pergi meninggalkan Thalia yang sudah sesak seperti kekurangan oksigen di ruang dadanya. Apa katanya? Cantik? Ya Tuhan, seorang Athan mengatakan dirinya cantik? Rasanya mau pingsan saja Thalia saking bapernya.

"Nafas Mbak nafas!" Debby muncul sembari mengerling jahil, siap menggoda.

"Udah nafas nih, huh hah huh hah." Thalia menarik nafas lalu membuangnya, menarik nafas lalu membuangnya berkali-kali. Bermaksud untuk menetralkan detak jantungnya yang menggila namun tentu saja sama sekali tak berhasil. Good job Athan, gara-gara lo Thalia hampir terkena serangan jantung!

***

"Widih, kalo Farell ada di sini nih, pasti dia bakal ngomong 'Hmm sepertinya saya mencium bau-bau orang jadian ini'," goda Reza sembari tertawa menyambut Athan yang baru saja masuk kelas.

Athan hanya tersenyum singkat, mendorong dada Reza agar tak menghalangi jalannya. "Apaan sih lo!"

Reza heboh seketika. Ia segera menuju depan kelas untuk memberikan pengumaman yang sangat gila.

"Gaes-gaes dengerin gue ngomong dulu, bentaaar aja."

Langsung saja seisi kelas menatap Reza dengan raut wajah penasaran. Yang sedang menyalin PR pun langsung menghentikan aktivitasnya, yang bergosip langsung diam, dan yang lagi bokep langsung mempause videonya walaupun gerombolan yang ada di pojok sana sudah hampir mencapai klimaksnya. Bukan, mereka melakukan itu bukan karena mereka memperhatikan dan penasaran atas apa yang akan Reza katakan, melainkan mereka takut jika desahan yang ada di video itu terdengar di kelas yang sudah senyap ini. Bisa digepukin tim perempuan nantinya.

Seketika suasana kelas langsung sepi, senyap. Bahkan jika ada jarum yang jatuh, pasti akan terdengar, yaelah lebay! "Cieee kepo!" Reza segera tertawa puas hingga siswa-siswi di sana menyerukan kata huuu disertai barang-barang seperti pulpen, sampah, penghapus, panci melayang ke arahnya. Ha? Panci?

"Woy sabar woy serius amat dah!" Reza segera berdehem. "Jadi, berhubung teman satu kelas kita lagi jadian hari ini, KITA DITRAKTIR MAKAN SEPUASNYA DI KANTIN! NGGAK KENYANG, NGGAK PULANG! Ya nggak Than?" Reza menarik turunkan alisnya menggoda.

"HOREEEE!" semua siswa sontak ramai sembari jingkrak-jingkrak kecuali seseorang yang ada di bangku tengah yang menatap Reza dengan kilatan tajam, seolah berkata 'liat aja lo, bentar lagi cuma ada nama lo di batu nisan yang ada di dunia ini.

Bangku Athan pun ramai dengan teman-teman sekelasnya yang memberi ucapan selamat kepada lelaki itu, tak lupa mengucapkan doa agar mereka diberikan hubungan yang langgeng dan bahagia selalu. Athan hanya menanggapinya dengan tersenyum tipis, sembari mengamini dalam hati.

Yah, mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur, mau tak mau Athan harus menguras uang tabungannya untuk kali ini. Dan semua itu demi Thalia, ah masih sebentar tak bertemu mengapa ia sudah rindu?

Jam istirahat sudah berdering nyaring. Alisa yang hari itu duduk sebangku dengan Thalia menyenggolkan lengannya untuk membangunkan gadis itu dari tidurnya. Sebenarnya Thalia sudah berusaha untuk fokus dalam pembelajaran, apalagi kata-kata Athan yang menyebutnya kebo selalu terngiang-ngiang di benaknya. Ingin sekali ia membuktikan bahwa ia bisa tak tidur di kelas, namun ekspetasi hanyalah ekspetasi. Angin jendela yang menerpa wajahnya mampu membius gadis itu untuk masuk ke dalam alam bawah sadarnya.

"Kuy, kantin!" Debby menghampiri Thalia dan Alisa untuk mengajak mereka berdua memenuhi kebutuhan perutnya yang sudah meronta-ronta sedari tadi.

Mereka bertiga dibuat melongo dengan pemandangan kantin yang luar biasa ramai dibanding biasanya. Apalagi kebanyakan dari mereka membawa makanan tak hanya satu porsi, seperti tiga piring siomay, dua mangkuk bakso, dan chiki-chiki yang dibungkus kresek besar. Hell, mengapa mereka begitu rakus hari ini? Apa hari ini adalah peringatan hari gratis sedunia hingga mereka berperilaku demikian?

Namun, pikiran ketiga gadis itu terjawab sudah ketika Reza datang untuk menyambut mereka, lebih tepatnya kepada Thalia. Langsung saja semua siswa yang ada di kantin menyorakkan kalimat. "ATHAN THALIA LANGGENG YA!" secara bersamaan dan kompak.

Thalia membekap mulutnya tak percaya, ia segera mengedarkan pandangannya kepada seisi kantin untuk menemukan pacar barunya. Siapa lagi kalau bukan Athan. Tangan Alisa dan Debby diapit oleh Reza yang berada di tengah-tengah. "Yuk, makan gratis nih kita!"

"Serius?"

Reza mengancungkan jari tengah dan telunjuknya. "Duarius malah." lalu mengangkat dagunya pada bangku pojokan. "Tu si Bos yang traktir."

Thalia langsung memandang bangku yang dimaksud oleh Reza. Di sana sudah ada Athan yang memainkan ponselnya seolah tak tertarik dengan keramaian yang disuguhkan disertai earphone yang menyumpal di telinga. Gadis itu segera berlari dengan kegirangan menuju tempat itu lalu duduk di samping Athan, melepas salah satu earphone untuk disumpalkan di telinganya.

"Judulnya apa?" tanya Thalia.

"All I Want."

Thalia mengangguk-anggukan kepalanya seirama dengan nada lagu itu. Lagu yang tenang dan sangat mengena di hatinya. Athan segera melepas earphone dari telinganya dan telinga Thalia. "Makan dulu, gue nggak mau lo sakit." ia menyodorkan sepiring nasi goreng ke arah Thalia.

"Hehe tau aja kalo laper," ucap Thalia sembari memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya. "Oh ya Ath—"

"Ditelen dulu."

Menurut, Thalia mengunyah nasi goreng itu dengan cepat lalu menelannya. "Athan nggak makan? Mau sepiring berdua lagi?"

Athan menggeleng. "Gue udah kenyang."

Thalia mengangguk, memasukkan lagi sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya. "Oh ya Athan—"

"Ditelen dulu, entar keselek."

"Ih bawel! Selama enam belas tahun Thalia hidup, nggak pernah tuh uhuk uhuk uhuk." Thalia terbatuk seketika. Nampaknya gadis itu tengah mendapatkan karmanya. Sukurin! Dibilangin ngeyel sih!

Athan berdecak pelan lalu menyodorkan segelas es teh untuk Thalia sembari menepuk punggungnya pelan. "Makanya dikasih tau jangan ngeyel!"

Setelah dirasa sudah mendingan, Thalia mengangguk pelan. "Ini semua Athan yang traktir?"

Lelaki itu mengangguk.

"Untuk hari jadi kita?"

Athan tersenyum. Akhirnya antara dirinya dan Thalia menjadi sosok 'kita' di mana mereka berdua bukan hanya bersama, melainkan bersatu menjadi sepasang kekasih yang saling melengkapi satu sama lain. Ya, seperti kehidupan princess dan prince yang hidup forever after.

"Nanti bon-nya bagi dua ya."

"Nggak usah," tolak Athan.

"Usah, kan ini hari kita berdua, jadi Thalia harus ikut nyumbang juga dong."

"Nggak usah, Kutu."

"Ih Athan! Kok manggil pacar sendiri Kutu sih! Tadi kebo sekarang kutu, besok apa ha!" Thalia memukul lengan Athan dengan sebal sedangkan lelaki itu hanya terkekeh.

"Monyet, mau?" goda Athan mempertambah kekesalan yang sudah Thalia rasakan.

"Au ah! Athan nyebelin!"

Athan mengusap rambut Thalia pelan. "Iya-iya, Sayang."


AAAAA MANUSIA KUTUB SUDAH MENCAIR GUISSSSSSSS HELPPP DIA SWEET BANGED BANGED BANGEDDDD

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top