√20

Aku membencimu ribuan tahun, namun kau hanya butuh satu detik untuk merubahnya menjadi cinta.

Irreplaceable

***

Kehidupan Athan dan Thalia berubah drastis setelah kejadian itu. Tak di rumah, tak di sekolah, rasanya tetap sama saja. Tak bisa membuat keduanya akur atau kembali seperti semula. Walaupun mereka dalam satu atap yang sama, mereka tak pernah bertegur sapa. Bahkan memandang pun tidak. Rasanya ada dinding yang menjulang tinggi sebagai pemisah diantara mereka.

Dari penglihatan Thalia, Athan nampak biasa saja dengan ada atau tidak adanya dirinya di samping lelaki itu. Well, ini membuat Thalia semakin yakin jika ia sama sekali tak ada artinya di hidup seorang Athan selama ini.

Thalia sendiri juga berusaha sebiasa mungkin menyikapi hal ini terlebih ketika kehadiran Dave yang mampu mengalihkan perhatiannya ketika pikiran Athan kembali mucul ke permukaan. Dave selalu ada untuk Thalia. Bukankah seharusnya gadis itu bersyukur akan hal itu? Di saat gadis itu merasa bosan dan merindukan Athan pun, Dave hadir menepis itu semua. Dave juga rela mengantar jemput gadis itu selama dirinya dan Athan belum berbaikan. Mungkin, lebih baik begitu. Mereka tak perlu baikan saja sampai kapanpun.

Permusuhan yang dilakukan antara Thalia dan Athan berdampak pula bagi sahabat-sahabat mereka. Reza dan Farell yang sudah terbiasa makan bersama Alisa dan Debby harus mengurungkan niatnya mengingat bosnya itu tak sudi bertatapan muka dengan Thalia. Begitupula dengan Thalia yang langsung berlari ketika melihat wajah Athan.

"Than, bangku kantin udah penuh. Gabung sama Thalia aja yuk!" Farell mengajak Athan dan Reza untuk bergabung karena memang hanya meja itu yang masih muat untuk diduduki tiga sampai empat orang. Reza mengangguk setuju, namun Athan masih diam membisu. Ditatapnya meja yang ada di ujung kantin. Benar, ada Thalia, Debby, dan Alisa di sana.

Athan hendak menyetujui ajakan Farell ketika perutnya benar-benar tak bisa diajak kompromi lagi karena ia tadi belum sempat sarapan mengingat ia lebih memilih berangkat duluan daripada sarapan bersama Thalia plus melihat gadis itu berangkat bersama si brengsek Dave. Ia benar-benar tak sudi melihatnya!

Namun, ketika laki-laki itu hendak mengangguk menyetujui, seorang laki-laki mendahuluinya. Dave nampak duduk di samping Thalia sembari menlontarkan candaan yang mau tak mau membuat Thalia tertawa. Shit, mengapa Athan merasa nyeri melihat Thalia tertawa bersama laki-laki lain?

"Lo aja. Gue nggak jadi makan." Athan akhirnya tak jadi membeli semangkuk bakso yang sudah ia incar sedari tadi. Ia lebih memilih membeli roti dan juga sekotak susu lalu segera pergi dari kantin yang tiba-tiba terasa panas ini. Ah, kantinnya yang panas atau hatinya yang panas?

"Lah, kenapa tu orang?" Reza bertanya dengan bingung yang langsung diberi jitakan keras oleh Farell. "Dia cemburu bego. Liat! Ada Dave di sana."

"Trus kita gimana?" Reza bertanya lagi.

"Ck! Kita ngikutin Athan aja lah. Setia sama sohib dan nggak mendua."

"Tapi gue laper."

Farell memegang perutnya yang tiba-tiba saja berbunyi nyaring. "Gue rasa Athan nggak bakal marah kalo alasan kita kelaperan." lelaki itu berucap sembari berjalan menuju bangku tempat Thalia dkk berada.

Benar-benar teman yang setia kawan bukan?

***

"Tha, udah seminggu lo musuhan sama Athan. Nggak kangen?" tanya Alisa di sela jam kosong mereka di akhir pelajaran hari ini.

Thalia menggeleng pelan. Mengapa ia harus rindu? Ia harus terbiasa dengan ini. Jika seminggu saja ia sudah merindu, bagaimana dengan esok? Itupun jika Thalia masih hidup hingga esok hari.

"Muka lo lempeng banget pas berantem gini. Buruan deh baikan. Nggak baik lho musuhan lama-lama. Dosa," timpal Debby dengan khawatir lantaran selama seminggu ini Thalianya bukanlah seperti Thalia yang ia kenal. Thalia yang ceria dan mudah tertawa hilang berganti Thalia yang muram dan pendiam. Memang Dave selalu menghibur dirinya, tapi itu pun tak membantu banyak.

"Memang harusnya kayak gini dari dulu." Thalia menatap kosong ke arah jendela. Ya. Ini pilihan terbaik diantara mereka. Thalia benar-benar tak ingin merusak hubungan orang lain karena itu sangat menyakitkan dan Thalia sendiri sudah pernah merasakannya.

Debby menghela nafas panjang, lalu sebuah ide muncul di otak cemerlangnya. Dengan penuh semangat, ia menarik Alisa untuk pergi ke kamar mandi. Ada sebuah rencana yang sungguh benar-benar luar biasa di pikirannya.

Alisa dan Debby berusaha meyakinkan Dave untuk membawa gadis itu berkeliling hingga larut malam. Dave tak curiga sama sekali dan malah merasa senang. Akhirnya ia memiliki banyak kesempatan untuk berdua dengan gadis itu lagi.

Thalia awalnya sempat menolak karena ingin langsung pulang dan tidur, namun, melihat begitu kukuhnya kedua sahabatnya untuk membujuk dirinya membuat Thalia mau tak mau harus mau. Ia pikir dengan berjalan-jalan akan membuat pikirannya kembali fresh. Apalagi walaupun tak membantu banyak, berjalan berdua dengan Dave mampu mengalihkan pikirannya tentang Athan untuk sementara waktu.

Mereka berdua akhirnya jalan-jalan di sekitar taman, membeli berbagai macam jajanan jalanan, seperti siomay, cireng, odading, es krim, dan lain sebagainya hingga matahari terbenam. Rasanya mereka sedang melakukan Bandung Street Food saking banyaknya makanan yang mereka beli.

"Thanks Dave. Gue masuk dulu," pamit Thalia langsung masuk ke dalam rumah minimalis bercat putih milik keluarga Darwis tanpa menunggu jawaban lebih lanjut dari Dave.

Thalia segera masuk ke dalam rumah itu, yang ia rasa sangat sepi. Biasanya Anggi akan menyambut kepulangannya dengan kecupan hangat. Lantas kemana wanita itu pergi?

Tak mau ambil pusing, Thalia segera masuk ke dalam kamarnya setelah menatap pintu kamar sebelahnya yang selalu saja tertutup rapat. Thalia mendesah pelan lalu masuk ke dalam kamar bernuansa pink-toscanya.

Setelah mandi, Thalia berniat mengcharge ponselnya yang lowbat. Namun, tiba-tiba saja semua ruangan terasa gelap. Thalia tak dapat melihat apa-apa. Gadis itu memekik keras. Ia takut. Kegelapan ini bisa membunuhnya perlahan-lahan.

Thalia tak bisa tinggal diam. Ia meraba sekitarnya untuk keluar dari ruangan ini. Ah, nyatanya percuma saja. Ternyata di luar kamar juga sama gelapnya. Thalia takut. Ia menangis dan entah mendapat dorongan darimana ia mengetuk pintu kamar di sebelahnya dengan keras.

Tak mendapat respon, Thalia segera membuka pintu itu. Good, pintu tak terkunci.

"Athan?" panggil Thalia dengan suara sesenggukan.

Athan yang baru saja tidur nampak terkejut mendengar suara Thalia di dalam kamarnya disertai dengan tangisan. Lelaki itu tak terkejut sama sekali dengan kegelapan ini karena ia memang terbiasa tidur dengan lampu yang dimatikan. Namun, ketika ia hendak menyalakan lampu, gelap masih menjalar. Sekarang ia tau alasan gadis ini menemuinya setelah cukup sekian lama.

"Ngapain lo ke sini?

"Athan, Thalia takut gelap," ucap Thalia di sela-sela tangisnya.

"Kenapa gue perlu tau? Bukannya ada Dave yang selalu jagain lo?" Ah, ternyata lelaki itu sangat bodoh. Bisa-bisanya ia mengungkit hal yang tak berguna itu disaat-saat seperti ini.

"Athan pikir Dave ngelakuin itu semua karena apa? Karena Athan udah bikin Thalia kecewa. Athan... Bisa nggak sih, bilang kalo Athan udah punya yang lain? Biar Thalia per—"

Cup!

Tiba-tiba saja sebuah benda kenyal membungkam ucapan Thalia selanjutnya. Thalia mendelik tajam ketika Athan memperdalam kecupan mereka. Benda kenyal itu sungguh manis, bahkan membuat Thalia memejamkan matanya untuk menikmati sensasi luar biasanya.

Perasaan Thalia sungguh di awan-awan. Bukan, bukan ini respon yang ia harpankan. Ini jauh dari ekspetasinya. Sangat jauh! Ini semua benar-benar di luar dugaannya.

Hell, Thalia harus sadar diri. Mana mungkin ia bercumbu dengan kekasih orang lain? Ini tidak benar. Ya lord, mengapa benteng pertahannya ini runtuh hanya dengan kecupan singkat?

Dalam beberapa menit, lampu kembali menyala. Tangan Athan yang menangkup wajah Thalia segera ia turunkan bersamaan dengan selesainya kecupan tepat di bibir yang Athan berikan. "Cerewet," ucap lelaki itu sembari berjalan menjauhi Thalia sebelum dirinya benar-benar khilaf.

Thalia memandang kosong di depan sembari memegang bibirnya yang baru saja dikecup dengan bibir milik Athan. Walaupun cepat, tak urung membuat jantung Thalia berdebar hebat, bahkan ia dapat merasakan darahnya berdesir hangat. Rasanya semua ini begitu tiba-tiba. Apakah ini mimpi? Thalia menampar pipinya beberapa kali. Sakit. Dia tidak bermimpi.

"Athan, i—ini first kiss Thalia." Thalia berucap tanpa sadar dengan ragu.

Athan menoleh sembari tersenyum miring. "Lo pikir gue enggak?" ucapnya sembari keluar dari kamar itu.

Thalia cepat-cepat sadar. Ia segera memekik keras yang membuat Athan geleng-geleng kepala dibuatnya. "Athaaaan kurang lamaaaa! Athaaaaan lagiii!"

Hmm... Nampaknya Athan salah bertindak. Lelaki itu segera turun ke lantai dasar dan menghiraukan pekikan Thalia yang meminta ciuman lagi dengan tak tau malunya. Dia benar-benar gadis gila!

Athan hendak mengambil air karena kerongkongannya merasa haus malah mendapati Anggi baru saja masuk rumah dengan peralatan perkakas di tangannya bak maling saja."Mama barusan dari mana? Kok bawa perkakas?" tanya Athan selidik.

Mendengar pertanyaan dari anaknya membuat Anggi berusaha bersikap biasa saja walapun ia sempat terkejut melihat Athan sudah ada di hadapannya. "Benerin mobil. Mobil Mama kan mogok."

"Mobil Mama udah Athan bawa ke bengkel tadi sore."

Skakmat! Anggi hanya nyengir sambil segera pergi dengan cepat-cepat sebelum putranya yang jenius itu tahu tentang akal-akalannya yang membuat seisi rumah padam disaat rumah lainnya nampak terang benderang. Bahkan beberapa pengguna jalan nampak bergidik ngeri ketika melewati rumah itu dan mengatakan jika rumah itu berhantu.

Bermodal cara mematikan listrik rumah melalui jejaring internet, Anggi nekat melakukannya. Ia juga tak memikirkan bagaimana jadinya jika ia tersetrum saluran listrik atau rumah itu terkena arus pendek. Anggi tak berpikir sejauh itu. Yang wanita ia pikirkan adalah hubungan yang membaik antara anaknya dan Thalia. Yah, seharusnya ia tak percaya dengan ucapan Thalia yang mengatakan bahwa semuanya sedang baik-baik saja. Untungnya ia memiliki dua detektif yang dapat ia andalkan sehingga membuat Anggi nekat bertindak demikian. Ia juga tak memikirkan jika Darwis bisa marah besar lantaran ia tak memikirkan keselamatannya.

Ah, mendengar pekikan Thalia tadi mampu membayar rasa takut Anggi tadi. Usahanya tak sia-sia. Sepertinya Athan dan Thalia sudah berbaikan dan tak ada kebahagiaan yang dapat melebihi hal itu.

Athan melihat punggung ibunya yang menjauh dengan senyuman yang terpatri jelas. "Thanks mom. You are the best mom in the world."


Emang yaaa kalo Tante Anggi udah bertindak semuanya seakan baik2 sajaa hihi. Big Thanks untuk Mama Anggiii

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top