√2

Tuhan, saat ini aku punya dua pertanyaan untuk menghilangkan segala kegelisahan ini. Apakah ini takdir yang sudah Engkau atur dengan mempertemukanku dengannya? Jika iya, apakah kisah ini akan berakhir dengan kebahagiaan atau sebuah kepedihan?

Thalia Novenda

***

"Kenapa muka lo Tha?" tanya seseorang yang ada di samping Thalia ketika gadis itu baru saja mendaratkan pantatnya di atas kursi.
Sejak kejadian tadi pagi, semangat Thalia benar-benar terkuras habis. Wajahnya lesu dan pikirannya berkecamuk antara senang mendapatkan tetangga baru yang mirip dengan pangerannya atau malu karena kesan pertama yang ia berikan begitu buruk. Sangat buruk Ya Tuhan!

"Gue males aja," ucap Thalia sekenanya sembari menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan.
Alisa menatap Debby dengan bingung. Namun yang ditatap hanya mengangkat bahu, juga tak tahu. Mungkin, untuk saat ini membiarkan Thalia bersama pikiran sendiri adalah jalan terbaik karena mereka berdua yakin jika gadis itu sudah siap, maka ia akan bercerita dengan sendirinya.

"Apa! Pangeran lo nyata?" Alisa dan Debby memekik bersamaan setelah mendengar cerita dari Thalia.

Thalia langsung saja membekap kedua mulut sahabatnya itu dengan tangan karena gara-gara pekikan itu mereka bertiga sekarang tengah menjadi pusat perhatian seantero kantin. Hey, membuatnya tambah malu saja!

"Nggak usah teriak juga anjir!" Thalia melotot, kedua gadis itu nyengir tak berdosa.

"Gimana ceritanya, Tha?" Alisa memelankan suaranya. Takut jika Thalia akan marah lagi dan ia akan mendapatkan plototan gratis dari gadis itu.

Setelah acara tidurnya di kelas dan Thalia bertemu lagi dengan pangerannya di dalam mimpi, mood gadis itu berubah drastis seolah kejadian tadi pagi bukanlah masalah yang besar. Memang, obat paling ampuh melupakan masalah untuk sejenak adalah tidur dan di sinilah Thalia, Alisa, dan Debby berada.

Di kantin dengan siomay Mang Ujang dan es teh menemani mereka untuk mendengarkan kisah Thalia yang disambut penuh antusias.

"Waktu itu gue disuruh nyokap ngasih makanan ke tetangga sebelah yang baru pindahan trus gue ketemu sama pangeran gue! Sumpah demi Allah ganteng banget, anjir! Lengannya berotot! Pokoknya keren abis dah! Trus gue dikasih uang 50 ribu katanya gue itu—woy! Kalian berdua dengerin gue nggak sih?" Thalia menatap kedua sahabatnya yang menatap ke arah lain dengan mulut yang terbuka lebar seolah baru saja melihat kejadian luar biasa yang datang secara tiba-tiba hingga ceritanya diabaikan begitu saja.

Thalia yang penasaran dengan objek yang membuat kedua sahabatnya serta seluruh pengunjung kantin cengo segera menoleh. Mata gadis itu melotot tak percaya dengan pemadangan yang di suguhkan saat ini. Lelaki itu... Pangeran Thalia berada di ujung kantin bersama dua orang yang Thalia tahu namanya adalah Farell dan Reza. Wajahnya yang tampan membius seluruh kaum hawa yang ada di sana, bak malaikat yang turun dari surga.

Thalia ikut melebarkan mulutnya dengan tak percaya. Tatapan lelaki itu bertemu dengannya. Namun, dalam sepersekian detik saja pandangan lelaki itu segera beralih ke kedua lelaki yang mengajaknya duduk di bangku pojokan tadi.

"Ganteng banget anjir!" gumam Alisa tanpa sadar. Tangannya menarik-narik kemeja Debby dengan gemas.

"Iya, cakep banget. Jodoh gue tuh!"

Alisa menatap Debby dengan tak suka. "Enak aja! Mana mau dia sama tumpukan upil!"

"Yee daripada sama kutil ikan!"

Thalia mendengus. Ia meraba dadanya yang berdetak kencang lagi seperti saat pertama kali mereka bertemu. Tanpa sadar, senyum simpul mengembang di bibirnya. Perasaan aneh jenis apa ini?

"Eh ngapain lo senyum-senyum sendiri? Gila?" Alisa melempar kacang ke arah Thalia. Namun segera ditangkap oleh perempuan itu dan dimasukkan ke dalam mulutnya. "Gue lagi seneng!"

"Seneng kenapa? Eh cerita lo tadi gimana Tha?" Debby meneguk es tehnya dan bertanya seolah tanpa dosa mengingat ia baru saja bersikap acuh tak acuh kepada sahabatnya yang tadi bercerita.

"Alah udah basi!" ucap Thalia sembari memasukkan siomaynya ke dalam mulut.

Vote?

Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top