√17
SELAMAT DATANG DI PART YANG HILANG IRREPLACEABLE :)
Bagaimana aku bisa pindah ke lain hati jika perpaling darimu sudah membuatku lupa diri?
Thalia Novenda
***
"Mau kemana lo?"
Pertanyaan itu hanya sederhana, tapi mampu membuat seorang Thalia yang biasanya cerewet menjadi diam seribu bahasa.
Kini, di hadapannya sudah ada Athan yang bersandar pada tepi pintu dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku, seperti biasanya. Apalagi lelaki menatapnya dengan selidik, membuat Thalia gugup setengah mati. "Gue tanya, lo mau ke mana?" tanya Athan sekali lagi lantaran sedari tadi gadis yang diajui pertanyaan tak kunjung menjawab.
Thalia panik. Ia menggigit kuku tangan kanannya sembari melihat ke sana-ke mari untuk mencari alasan yang tepat. Ia bisa saja mengatakan akan keluar bersama Dave, tapi entah mengapa Thalia tak bisa. Lidahnya seolah kelu dan tentu saja ia tak ingin terjadi kesalahpahaman antara dirinya dan Athan walaupun Thalia tak yakin jika lelaki itu akan peduli apalagi merasa cemburu. Padahal diam-diam di dalam hati, Thalia menginginkan hal itu. Bukankah cemburu tanda sayang?
"Thalia, jawab! Emang pertanyaan gue sesusah ujian akhir tahun sampe lo diem kayak gini?" Athan berdecak di tempatnya, merasa gemas sendiri dengan Thalia yang menampilakan wajah begonya, selalu.
Tiba-tiba sebuah ketukan pintu menggema di rumah keluarga Darwis. Thalia segera menengok ke bawah, lalu nyengir. "Eh ada tamu! Thalia buka pintu dulu ya Athan." Thalia hendak pergi, namun tangannya segera dicekal oleh Athan.
"Nggak usah. Biarin aja."
Mampus!
Thalia tak bisa lagi mencari alasan untuk menghindari situasi seperti ini. Situasi yang mencekam dan membuat bulu kuduknya merinding. Bahkan situasi ini lebih horror dari film hantu maupun setan yang pernah ia lihat kemarin bersama Debby dan Alisa.
Pintu itu diketuk lagi dengan keras seolah entah siapapun yang ada di balik pintu tak sabar untuk segera masuk ke dalam rumah. Athan menatap ke bawah. Biasanya ibunya sedang membaca majalah di ruang keluarga. Namun, ruang itu terlihat sepi. Mungkin ia sedang pergi.
"Lo mau ke mana?"
"Hmm... Anu... Emang ngapain tanya gitu Than?" Thalia memberanikan diri bertanya hal itu dengan sisa keberanian yang ada.
Mendapat pertanyaan seperti itu tak urung membuat Athan salah tingkah. Ia meruntuki dirinya sendiri yang sangat penasaran ke mana dan dengan siapa Thalia akan pergi sehingga melupakan bagaimana alasan yang tepat untuk mendasari pertanyaan itu. Bukankah seharusnya Athan bersikap cuek saja dan tak memperdulikan gadis itu hendak melakukan apa? Tapi nyatanya rasa penasaran itu menggerogoti hatinya hingga pertanyaan itu lolos dari mulutnya tanpa berpikir panjang.
Athan menggaruk rambutnya yang tak gatal, kini giliran dirinya yang bingung mencari alasan yang tepat. "Hmm..."
Melihat Athan yang salah tingkah membuat Thalia melangkah mendekati laki-laki itu. "Cieee Athan udah mulai suka sama Thalia nieee? Athan udah berani kepoin Thalia nih ya? Cie cieee... Hmm Athan... Athan kapan nih rencana mau nembak Thalia? Sekarang juga boleh! Ayo Athan, Thalia udah siap bilang IYA!"
Athan berdecak. "Ck, siapa juga yang suka sama lo. Nggak usah pede. Nih gue titip seblak deket Indoapril. Nggak pedes, kerupuknya banyak." Athan menyodorkan selembar uang biru di hadapan Thalia lalu melenggang pergi dengan wajah yang merah padam, menahan malu. Dalam hati ia meruntuki dirinya sendiri yang tertular virus ceroboh dari gadis itu. Bodoh! Bodoh! Bodoh!
Thalia tersenyum menatap punggung lelaki itu yang sudah tenggelam di balik pintu. Hatinya tiba-tiba berdesir hangat. Menatap Athan yang mulai peduli dengannya membuat Thalia bahagia. Lebih bahagia dari tak melakukan remidi di pelajaran Matematika.
Lalu tiba-tiba senyumnya luntur ketika lagi-lagi pintu itu digedor dengan keras, yang artinya ia harus segera turun atau makhluk yang ada di sana akan mendidih menahan amarah. "Yaelah tu curut kenapa sih! Nggak bisa gitu biarin gue bahagia sebentar? Argh!"
"Lo ngapain aja sih di sana Tha? Nguras samudra? Lama bener!"
Thalia menatap Dave datar, lalu melewati lelaki itu tanpa kata dan seolah tanpa rasa bersalah karena sudah membuat Dave menunggu terlalu lama. Intinya Thalia nampak tak peduli. "Tega bener sih lo Tha! Gue udah nunggu sampe lumutan dan lo ngasih gue wajah datar kek gitu? Sakit mbak! Sakit!" Dave memegang dadanya dramatis. Namun Thalia menatapnya jijik. "Lebay lo! Buruan masuk!"
Dave mendesah pelan lalu masuk ke mobil dengan gerutuan. "Okay! Jangan harap kalo lo bisa selamat gue setirin karena bentar lagi gue mau ngebut. Waktu kita tinggal lima menit lagi!"
"Makanya buruan! Jangan bacot mulu! Lama-lama gue timpuk juga tuh mulut pake odading!"
Dave melotot tak terima lalu ia mengemudikan mobilnya dengan cepat. Dan benar saja, dalam jarak rumah Athan dengan tempat tujuan yang terbilang cukup jauh, lima menit itu sudah mampu membuat keduanya ada di tempat itu, tepat waktu. Bagaimana tidak? Lelaki itu ngebut sana-sini sampai lupa kalau sedang membawa nyawa orang lain juga. Ya Tuhan, setelah melihat senyuman Athan tadi, Thalia benar-benar belum ingin mati. Ia ingin selalu melihat senyum itu hingga maut memisahkan mereka.
***
Dua jam sudah berlalu. Dave menatap pintu putih yang ada di depannya dengan harap-harap cemas. Sedari tadi doa selalu ia panjatkan kepada Tuhan agar seseorang di balik pintu itu kuat dalam menjalani segala hal yang menyakitkan di dalam sana.
Beberapa saat kemudian, pintu itu terbuka, menampilkan seorang wanita berpakaian seba putih yang mempersilahkan Dave untuk masuk ke dalam. Dave tau, dia adalah Suster Diana, asisten dari Dr. Dira, dokter yang menangani segala hal mengenai tubuh Thalia.
Di dalam ruangan yang serba putih itu, Dave dapat melihat Thalia yang sudah duduk lemas seolah tak punya tenaga di hadapan Dr. Dira. Lelaki itu melangkah menuju Thalia yang sudah berubah. Bibirnya memucat dan matanya sayu, tak berbinar seperti tadi.
Melihat hal itu membuat hati Dave teriris perih. Lebih baik ia dihujat sepanjang masa oleh gadis itu daripada harus melihat dia yang diam membisu seperti sekarang. Rasanya dunianya menjadi kosong saat itu juga.
"Bulan depan ke sini lagi ya, Tha. Alhamdulillah perkembangan kamu cukup baik." Dr. Dira tersenyum penuh arti. "Tetap semangat. Jangan lupa obatnya terus diminum."
Thalia mengangguk lemah. Setelah diberikan nasihat-nasihat lain yang sudah Thalia hafal di luar kepala, akhirnya mereka keluar dari bangunan terkutuk itu. "Tha, makan dulu yuk?" Dave menatap Thalia dengan penuh perhatian. Sedangkan gadis itu tak menanggapi, tetapi malah terus memandang jendela mobil. "Gue lagi nggak nafsu makan, Dave."
"Tha, tapi kan lo barusan—"
"Setiap kali gue makan pasti gue mual. Jadi percuma aja. Pasti nanti makannya keluar lagi."
Benar. Setiap kali Thalia melakukan rutinitasnya itu, perutnya akan terus mual setiap saat. Namun, hal itu tak dapat dijadikan alasan untuk Thalia tak makan. Dave ingat, dulu kata dokter, setelah melakukan itu, diharapkan pasien makan-makanan yang banyak nan bergizi untuk memulihkan tenaga yang sudah terkuras habis dan Dave akan melakukan itu untuk Thalia. Ia sudah berjanji akan menjaga gadis itu sampai kapanpun.
Dave segera mengemudikan mobilnya menuju salah satu restoran Korea yang cukup terkenal di daerah Bandung. Letaknya juga tak jauh dari rumah sakit tempat Thalia tadi melakukan perawatan rutinnya.
Restoran ini terbilang cukup hitz di kalangan remaja jaman sekarang karena memiliki ciri khas tersendiri untuk menarik perhatian pelanggan. Selain dengan dinding yang ditempeli dengan poster boyband girlband asal Negeri Ginseng tersebut, seperti Super Junior, EXO, Wanna One, SHINee, 2PM, SNSD, 2NE1, BlackPink, Twice, TVXQ, NCT, dll yang memenuhi seluruh ruangan yang ada, pelayan disini juga memakai baju tradisioanl Korea atau yang biasa disebut hanbok dengan warna cream di bagian atasnya serta warna pink untuk bagian roknya serta pita maroon di dada, setiap melayani para pembeli. Bahkan rambut pelayan itu juga ditata sedemikian rupa sehingga betul-betul mirip dengan wanita khas Korea sungguhan.
"Anyeonghaseyo. Mau pesen apa?" Pelayan itu meyodorkan buku menu di hadapan Thalia, namun segera ditolak oleh gadis itu karena ia sendiri memang sedang tak ingin pesan apa-apa. Dave yang melihat itu segera mengambil buku menu itu dan melihat-lihat daftar menu yang ada.
"Tha mau makan apa?"
Thalia menggeleng. "Gue nggak nafsu, Dave."
Dave menghembuskan nafasnya kasar. "Ramyeon level dua, bbimbap telur matang satu, kimbap daging satu, ekstra dak-bulgogi satu, tteokbokki satu tapi saus gochujangnya jangan pedes-pedes ya, Mbak. Oh ya satu lagi, teok sama bungeoppang nya dua. "
Pelayan itu mengangguk. "Ada lagi?" tanyanya sembari menatap Dave dan Thalia bergantian.
Dave menggeleng sembari menutup buku menu tersebut. "Nggak ada."
"Ne Oppa Unnie. Ditunggu ya." pelayan itu membungkukkan badan dengan hormat lalu pergi, menyisakan Thalia yang masih bengong di tempatnya. Bagaimana tidak? Sudah hampir dua tahun lamanya ia tak berhubungan bersama Dave tetapi lelaki itu masih mengingat makanan kesukaan Thalia bahkan sampai serinci itu. Thalia pikir, dengan berakhirnya hubungan mereka dulu mampu membuat sosok Dave berubah. Namun ia salah. Dave tetaplah Dave. Lelaki yang mampu membuat Thalia nyaman berada di sekitarnya. Hanya saja yang berubah adalah perasaan Thalia. Gadis itu terlanjur kecewa. Dan seseorang yang sudah dikecewakan akan sangat sulit untuk menjadi seperti dulu.
"Kenapa bengong? Kaget ya gue masih inget makanan kesukaan lo?" Dave mengedipkan sebelah matanya, genit.
"Dave, jangan mulai deh."
Dave tertawa dengan hambar. "Tha, gue tau lo masih cinta gue kan? Ngaku aja, gue kan orangnya emang susah dilupain. Gue nggak kaget sih. Namanya juga resiko orang ganteng." Dave nyengir membuat Thalia melotot tak terima. Tangannya ia ulur untuk mencubit lengan kokoh lelaki itu dengan sekuat tenaga yang ada. "Ih! Siapa juga yang mau balikan sama lo!"
Seketika saja Dave tertawa sekeras-kerasnya melihat reaksi Thalia yang selalu saja menggemaskan. "Ha? Emang gue ngajak balikan? Bukannya gue cuma tanya lo udah move on dari gue atau belum? Atau jangan-jangan, lo ngarep kali pengen balikan sama gue?"
Thalia hendak membalas ucapan Dave, namun terhenti ketika sebuah troli makanan sudah datang di hadapan mereka. Pelayan tadi dengan telaten memindahkan pesanan Dave yang seumbruk hingga memenuhi setiap inci meja.
"Gimana? Udah siap nambah berat badan?" Dave menyodorkan bbimbap di hadapan Thalia.
"Gue kan udah bilang. Gue nggak—" Gadis menghentikan ucapannya lalu menelan ludah tergiur dengan semua makanan yang masih mengepul itu. Kemudian matanya melirik Dave yang sudah ancang-ancang mengambil sumpit untuk makan ramyeon dengan telur setengah matang diatasnya. Bau semerbak racikan rempah-rempah serta bumbu pedas level dua yang membuat lidah menari-nari mampu membuat Thalia lupa diri. Ia segera mengambil sumpit yang ada dan segera mengambil remyeon milik Dave sebelum lelaki itu memakannya.
"Anjir lo Tha! Ramen gue tuh!" Dave menarik panci ramyeon itu dengan gesit, namun Thalia menahannya kuat-kuat. Siapa sih yang mau jika ramyeon dibagi-bagi? Ramyeon itu enaknya dimakan sendiri. Bukan untuk dibagi-bagi!
Akhirnya Dave melepaskan panci itu dengan senyum yang mengembang. "Katanya nggak nafsu," kekehnya sembari melihat Thalia yang masih sibuk memakan ramyeon dengan lahap. Sesekali gadis itu meniup-niupkan mie itu dengan sangat lucu. Kadang ia juga mengibasakan tangannya di depan mulut karena lidahnya terasa terbakar dengan campuran pedas dan juga panas yang beradu di dalam mulut.
Semua yang dilakukan Thalia mampu membuat hati Dave nyaman, hangat, dan merasa bahagia. Namun, ia tahu, kesalahan di masa lalu lah yang membuat dirinya harus memendam perasaan ini dalam-dalam karena Dave tau, pasti Thalia sudah membencinya walaupun gadis itu tak menampilkannya sama sekali.
Dave memegang tangan Thalia, membuat perempuan yang sedang meniup ramyeon itu menghentikan aktivitasnya sejenak untuk menatap mata teduh milik Dave.
"Tha, balikan yuk?"
Hwaaaa ada yang kangen sama nih cerita kagak?
Kira2 Thalia bakal jawab apa ya?
A. Diterima
B. Nggak mau balikan
Jangan lupa vote dan komen ya!
Oh ya bagi kalian yang nggak tau ini cuplikan makanan yang dipesen Dave tadi. Eits jangan ngiler! Inget kalo lagi puasa wkwkw
1. Ramyeon
Makanan sejenis mie gitu sih tapi enak banget sumpah
2. Dak-bulgogi
Nah kalo bulgogi makanan dari daging. Dan khusus dak-bulgogi itu pakai daging ayam. Ada juga sih daging babi, tapi kan haram :(
3. Bbimbap
Bisa disebut nasi campur. Makannya ya antara nasi dan lauk itu dicampur jadi satu.
4. Teok
Teok itu kue beras gitu. Belum pernah coba sih
5. Kimbap
Mirip sushi ya? Kimbap ini sushinya orang Korea
6. Tteokbokki
Kalo kata orang Indonesia sih, Tteobokki itu kayak seblak. Kenyal-kenyal gimana gitu
7. Bungeoppang
Dan ini kayak roti ikan gitu. Biasanya dijual di pinggir jalan di Korea
Wah enak enak kannn. Jadi mauuu huhuhu :((
Kalian udah coba makanan apa aja yang ada di atas?
Dan juga ini visual baju hanbok yang dipakai pelayan di restoran tadi
Okay deh! See you next chapter!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top