√14

Trus buat kalian yang nggak mau ketinggalan update seru dari cerita aku, informasi tentang novel KeylanDara, dll follow instagram @aameliars dan juga @duniamelia ya!

Happy Reading!

***

Kalo selera kamu yang, pinter, pendiam, dan nggak banyak tingkah, aku yang malu-maluin, gila, pecicilan bisa apa? Cuma bisa dengerin lagi Maher Zein ft Maudy Ayunda. Insyaallah Tahu Diri.

Thalia Novenda

***

"Lho, kok cuma ada duo curut ini? Pangeran gue yang dinginnya minta ampun kayak kutub utara mana?" Thalia berceloteh ria ketika tempat duduknya yang semula berisi Debby dan Alisa bertambah oleh makhluk tak kasat mata macam Reza dan Farell.

"Dhia dhi kelhas Tha. Adha urushan." Farell menjawab dengan siomay yang memenuhi mulutnya.

Seketika perasaan Dave menjadi tak enak. Ditatapnya piring siomay yang ada di mejanya tadi. Hilang. Matanya lantas menatap Farell dan Reza yang masih terus memakan siomaynya tanpa rasa bersalah. "Anjing! Siomay gue woy!"

Farell dan Reza berhenti makan lalu menatap Dave dengan tatapan mengejek. "Aduh, adik kelas gue yang unyu kayak ceribel, ikhlasin siomay yang top markotop ini buat kakak kelas lo yang gantengnya ngalahin Mario Maurer ini ya." Farell mengedipkan sebelah matanya genit.

Thalia, Debby, dan juga Alisa yang mendengar itu spontan ngakak seketika, namun tidak untuk Dave. Lelaki itu tambah geram. Digebraknya meja kantin itu hingga menimbulkan suara yang mampu membuat semua orang memusatkan perhatian kepadanya.

Dave memajukan tubuhnya lalu memamerkan badge warna merah menyala yang terjahit rapi di lengannya. Lalu ia tersenyum puas kala melihat Reza dan Farell yang pucat pasi. "Di—dia senior kita?" bisik Reza namun masih dapat didengar oleh Dave.

"Alah paling beli di koperasi. Mana mungkin dia senior kita, ketemu aja nggak pernah." Farell melirik Dave yang langsung mendapat pelontotan garang dari lelaki itu. "Adik kelas jaman now pada garang semua yak!" desisnya.

"APA!" Dave menarik kerah kemeja Farell ke atas. Di sana, ia dapat melihat wajah Farell yang sudah ketakutan setengah mati.

"Duh, Za... Gue baru nyadar dia beneran senior kita! Oon! Gimana gue bisa lupa sih sama postingan lambeturah tadi malem!? Dia kan anak baru pindahan Jogja itu!" rintihnya dengan takut-takut.

"Mampus lo Rell! Gue doain deh semoga biaya rumah sakit lagi turun harga kayak sembako."

"Ish! Udah deh! Dave, lo nggak usah sok jadi senior! Kita tuh seumuran kalo lo lupa. Cuma bedanya otak lo aja yang terlalu encer makanya bisa pake jalur akselerasi!" Thalia melerai aksi keduanya sebelum masalah besar terjadi.

Dave merengut kesal. "Kenapa lo kasih tau, tai!"

Reza dan Farell menatap Dave tajam, berniat untuk balas dendam ketika mereka berhasil ditipu dengan mudahnya. "Peace bro! Mau nambah siomay? Nambah aja! Gue bayarin! Free ongkir DO seluruh galaksi dan jagat raya deh!" dan langsung saja mata kedua manusia yang menajam itu melunak berganti dengan binar bahagia seolah telah melupakan kejadian yang sempat menyulut emosi keduanya karena telah dipermainkan.

"Wah, sering-sering ya bro!" Dan kesalahan terbesar seorang Dave hidup di dunia ini adalah menawarkan diri untuk menraktir kedua makluk itu karena sekali kata gratis muncul, maka kedua lelaki itu tak akan pernah bisa berhenti mengunyah. Seperti sekarang, Reza sudah memanggil Mang Ujang untuk memesan lagi siomay kesukaannya. Lima porsi jumbo sebagai makanan pembuka. Setelahnya ia akan meminta hal lain yang pasti akan menguras dompetnya dalam hitungan menit!

"Yaudah gue mau nyusul pangeran gue. Bye!" Thalia pergi dari kantin membawa sekotak susu dan juga sebungkus roti di tangannya.

"Za, perasaan gue kok nggak enak ya?"

"Alah paling siomay lo kurang pedes, nih gue tambahin sambel lagi," balas Reza sembari menuangkan sesendok sambal ke piring siomay milik Farell.

"Bukan Za! Bukan itu! Ini masalah—"

Kedua mata lelaki itu membelalak terkejut. "Astaga Thalia!" ucap mereka serempak

Thalia bersenandung ria ketika kaki kecilnya melangkah menuju koridor timur tempat di mana kelas Athan berada. Belum sempat Thalia masuk ke dalam kelas, sebuah teriakan menghentikan langkah kakinya itu.

"Thaliaaaa!" teriak Reza dan Farell dari ujung koridor.

Thalia menoleh, mendapati kedua lelaki itu tengah berlari dengan cepat menuju dirinya. "Tha! Jangan masuk!" ucap Reza dengan terengah-engah.

Thalia mengendikkan bahunya tak peduli lalu ia melanjutkan langkah kakinya memasuki kelas. Masih beberapa langkah saja gadis itu berhenti. Di belakangnya sudah ada Reza, Farell, Dave, Alisa, dan juga Debby yang menatapnya dengan perasaan bersalah.

Thalia berusaha menampilakan seulas senyum, tanpa memperdulikan hatinya yang berdenyut sakit, dirinya kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda menuju bangku Athan yang kebetulan sedang tak sendiri. Ada gadis lain di sana, duduk sebangku dengan laki-laki itu. Dengan tawa yang mengiringi keduanya.

"Ha—hai Athan!" Thalia menyapa dengan ragu, menghentikan aktivitas keduanya yang tengah sibuk tertawa—entah menertawakan apa. Bahkan Thalia bersumpah, bahwasannya Athan tak pernah tertawa selepas itu ketika bersamanya. Tidak pernah. Garis bawahi itu!

"Eh Thalia, mau nemuin Athan ya?"

Thalia mengangguk ragu. "Kak Kiren ada urusan apa sama Athan?"

Kiren tertawa sebentar. "Oh, lo cemburu gue deket sama Athan?" ucapnya dengan menggoda.

"Ahahaha. Gue? Cemburu?" Yaiyalaaaahh! Lanjut Thalia dalam hati.

"Ngapain lo?" tanya Athan dengan perubahan raut wajah yang drastis. Tadi saja lelaki itu tersenyum manis tetapi sekarang berubah jutek lagi. Huh dasar kutub utara!

"Thalia mau kasih ini buat Athan. Soalnya Thalia nggak liat Athan di kantin tadi." Thalia menyodorkan sebungkus roti dan sekotak susu kepada Athan yang segera disambar cepat oleh lelaki itu.

"Udah kan? Pergi deh!" usir Athan setelahnya.

Kiren menyentuh tangan Athan sebentar. "Athan! Kenapa sih!"

"Dia ganggu!"

"Yaudah deh Kak gue pamit dulu. Maaf kalo udah ganggu aktivitas kalian berdua." Thalia berjalan pergi dengan hati yang remuk untuk kesekian kalinya. Bibirnya ia gigit kuat-kuat untuk menahan gejolak agar ia tak menangis. Mati-matian ia berusaha tersenyum, tetapi nyatanya hal itu sangatlah tak mudah. Berat dan perih di dada semakin menyesakkan.

"Are you okay?" Debby mengusap punggung Thalia pelan.

Gadis itu mengangguk. "I'm very okay."

"Nangis aja, Tha. Jangan dipendem gitu." Alisa menggenggam tangan Thalia erat dan saat itulah tangis Thalia pecah seketika.

Usahanya selama ini hancur terbuang sia-sia. Bahkan usahanya selama ini tak berdampak apapun bagi Athan. Thalia bingung, bagaimana lagi cara yang harus ia tempuh agar lelaki itu mau memandangnya walau sedikit saja?

Thalia sudah membuang harga dirinya, egonya, gengsinya demi lelaki itu. Tapi nyatanya apa yang ia dapatkan? NOL! Tak ada apapun yang ia dapat dan tak ada lagi harapan yang dapat ia jadikan pedoman. Melihat Athan tertawa bersama gadis lain menegaskan bahwa tak pernah ada nama dirinya di dalam hati lelaki itu. Tak pernah ada dan selamanya akan begitu.

Kiren dan Thalia itu... Bagaikan seorang tuan putri dengan upik abu. Jika kalian bertanya Thalia menjadi apa... Tentu saja dia adalah upik abunya sedangkan Kiren adalah tuan putrinya yang akan hidup bahagia forever after bersama Pangeran Athan tentunya.

Thalia tau, Fransisca Kirana atau yang kerap disapa Kiren itu jauh lebih segalanya darinya. Mulai dari bentuk tubuh yang sangat ideal dengan tinggi badan yang pas dengan Athan, langsing, cantik, berperilaku baik, dan pintar pula. Gadis itu jugalah yang menjadi duta SMA Gajah Mada pada tahun lalu berkat bakatnya dan juga kecerdasannya yang tak tertandingi. Ia pernah mengikuti Olimpiade Sains tingkat Nasional dan menyabet gelar juara satu selama dua tahun berturut-turut. Selain itu, ia juga menjadi ketua dance yang sangat dipuja-puja karena kepiawaiannya yang mampu membuat koreografi yang tak diragukan lagi sekeren apapun gerakan itu.

Walaupun memiliki itu semua, Kiren sama sekali tak pernah sombong. Ia gemar sekali menyapa orang-orang yang di sekitarnya dengan senyum yang sangat manis. Oleh karena itu, tak heran jika dia menjadi most wanted girlnya SMA Gajah Mada. Bahkan kaum adam di luar sana rela melakukan apa saja demi mendapatkan gadis yang sangat sempurna yang diciptakan oleh Tuhan seperti Kiren.

Sedangkan Thalia? Tinggi badannya saja hanya seketek Athan, tukang molor di kelas, pecicilan, bodoh, ceroboh, tukang onar, dan hal-hal buruk lainnya pasti larinya pada gadis itu.

Jikapun Thalia menjadi seorang laki-laki, mungkin Kiren jugalah yang akan menjadi targetnya. Apalagi Athan? Yang seorang lelaki tulen? Thalia harus bagaimana ini?

"Udah Tha, lagian mereka kan belum pacaran. Gue yakin, lo masih ada kesempatan. Apalagi sebelum ada janur kuning melengkung." Debby menatap Thalia dengan penuh keyakinan, menghibur sahabatnya yang tentu sedang sangat terluka tersebut.

"Tapi Kak Kiren itu sempurna banget Deb. Gue nggak yakin."

"Hust... Lo nggak perlu liat Kak Kiren seperti apa. Be yourself  Tha. Tuhan menciptakan manusia itu pasti ada kurang lebihnya dan lo harus percaya diri atas apa yang Tuhan kasih ke elo. Gue yakin, lo pasti bisa naklukin Athan!" Alisa memeluk Thalia disertai Debby yang menyusulnya. Memberi dukungan penuh atas perjuangan cinta seorang Thalia.

Thalia mengusap air matanya dengan kasar. Sebuah senyuman terbit di bibir ranumnya. "Thanks ya guys!"

"Nope asal lo traktir gue odading sama es kepal milo!"

"Eh iya lagi hitz tuh! Beli yuk!"

"Yuk! Katanya odading Jalan Delima itu enak banget. Rasanya anjim banget seperti menjadi ironmen deh pokoknya.!"

"Yaudah pulang sekolah kita ke sana. Gue yang bayarin!" ujar Thalia disertai sorakan bahagia dari kedua sahabatnya. Asik, makan gratis!



Next? Or No?

Gimana kesan kalian sama cerita Irreplaceable sejauh ini? Wajib komen yak!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top