How To Get A Girlfriend
Ketika Kim Hanbin bertemu Cherry Kim untuk pertama kalinya, ia sama sekali tidak menyangka akan jatuh sedalam ini.
Ceritanya pendek. Waktu itu Hanbin flu berat, dan tetangganya yang juga bermarga Kim, menyarankan agar ia berobat ke rumah sakit.
"Ntar kalo pangeran ketularan gimana?" Begitu omel Donghyuk, sedetik sebelum Hanbin melemparnya dengan kaus kaki bekas. Donghyuk pun kalah, berlari ke luar rumah seolah menghindari kebakaran.
Tapi sarannya benar-benar sebuah berkah.
Berkat Donghyuk, ia mengenal Cherry Kim一dokter judes yang katanya punya nama terinspirasi dari bunga sakura. Dan ya, nama itu cocok untuknya. Cherry secantik bunga. Seanggun penari balet terbaik kala berjalan. Molek, manis, luar biasa, imut, pintar, lucu, menggemaskan.
Ah, rasanya semua kata pujian di dunia ini takkan cukup mendeskripsikannya.
Menurut Hanbin, Cherry sempurna.
Yah, hampir sih.
Karena dia memiliki 1 kekurangan; galak一sangat.
Awalnya sifat ini tidak tampak sebelum Hanbin mengenalnya. Cherry menyambut ia dengan ramah. Dia bertanya, "Keluhannya apa?" menggunakan suara selembut sutra, tersenyum, membuat jantung Hanbin dugeun dugeun.
Aduh, cinta!
Kekagumannya bertambah saat Hanbin menebus obat, dan memergoki Cherry nongkrong di taman rumah sakit. Makan siang bersama kucing-kucing liar, tidak mempedulikan tatapan aneh orang-orang.
Sudah cantik, pecinta hewan. Bagaimana Hanbin tidak jatuh cinta?
Sejak itu, Hanbin sudah berkali-kali ke rumah sakit, memeriksakan ulang flunya, demam khayalan, sampai jerawat yang tak kunjung hilang. Pokoknya, kalau bukan Cherry, ia tidak mau diperiksa. Titik.
Lama-kelamaan, Cherry pun curiga, dan tanpa basa-basi menodongnya dengan kalimat, "Kamu kok hobi kesini padahal sehat kayak kuli? Nggak ada kerjaan lain?"
Hanbin seketika cengengesan, malu abis! Soal kerjaan, dosennya tak pernah lupa memberi itu, tapi ia mengabaikan semuanya. Walaupun harus keluar uang demi konsultasi yang tidak berguna. "Itu ... anu..."
"Anu apa?"
"Anu, dok, hehehehehehehe..."
"Anu apa sih?!" Desak Cherry tidak sabar, melotot dari kacamata kerja yang ia pakai. Tangannya meremas pulpen, seolah akan melempari Hanbin bila ada kesempatan.
Hanbin yang menyadarinya nyengir, menggaruk bagian belakang lehernya. Lantas dalam 1 tarikan napas berujar, "Bolehmintanomorwanggak?"
Nah, terucap.
Sejujurnya, Hanbin tidak berharap Cherry akan berteriak kegirangan, melompat memeluknya dan mengajak dia menikah. Tidak, Hanbin itu realistis. Tapi respon Cherry benar-benar di luar dugaannya. Cherry merengut, mencoret-coret catatan yang ia buat berdasarkan keluhan palsu Hanbin. "Begini ya, Hyunbin一"
"Hanbin, beb."
Cherry kali ini sungguh melempar pulpen padanya. "Oke, Hanbin. Aku ini dokter. Kamu pasien一mantan pasien. Jadi jangan terlalu ngarep. Aku udah cukup stres, nggak mau nambah-nambahin soal pacaran. Paham?"
Tidak, Hanbin tidak paham.
Benaknya sulit memproses kenyataan pahit ini; bahwa ia di tolak sebelum menyatakan cinta. Memalukan. Donghyuk pasti menertawakannya kalau ia tahu. Ia menatap Cherry dengan tatapan kosong. "Tapi kan belom di coba dulu."
"Kamu kira aku sandal jepit?!" Sahut Cherry kesal, salah paham. Mencari-cari sesuatu untuk dilempar pada Hanbin lagi. Belum jadian saja dia sudah menjadi korban kekerasan. "Minggat sana, minggat! Kamu cuma bikin aku pusing, nggak penting."
Jadilah Hanbin pulang dengan tangan kosong, memohon hujan turun deras agar ia dapat bersikap dramatis dan berlari-lari di tengah hujan itu. Dia patah hati. Inginnya sih pergi ke taman, menyanyikan lagu-lagu sedih yang mengungkapkan isi hatinya一syukur-syukur kalau ada yang menyumbang uang. Lumayan buat beli yoghurt chimori.
Tapi alih-alih ke taman, ia memilih mendatangi Donghyuk, menceritakan masalahnya dengan gaya hiperbola yang justru membuat Donghyuk ingin memukulnya. Dan omong-omong, memang itulah yang Donghyuk lakukan. Dia masih dendam soal urusan kaus kaki. "Jangan lebay! Masa di tolak sekali langsung nyerah? Culun!"
"Terus?" Balas Hanbin putus asa, berlagak meminum soju padahal menggenggam susu kotak. "Mesti nunggu di tolak 10 kali?"
"Ya nggaklah, pake strategi cinta makanya!" Ujar Donghyuk bangga, menaik-turunkan alisnya yang mempesona. "Cowok kok Bego banget sih? Coba ajak kencan, ntar aku kasih tipis How To Get A Girlfriend by Kim Donghyuk."
Mata Hanbin mengerjap, menatap temannya bak orang yang datang menyelamatkannya setelah ia terombang-ambing di lautan. Benih harapan mulai tumbuh. Semangatnya kembali berkobar. "Emang bakal manjur?"
"Manjur," seru Donghyuk yakin, menepuk-nepuk dadanya sendiri. Jomblo yang terlalu percaya diri. "Kalau nggak, ya terpaksa kita bawa dia ke dukun HAHAHAHA."
Hanbin yang terlalu bingung dan polos akhirnya mendengarkan Donghyuk, menyusun rencana bersama cowok itu, dan menetapkan tanggal pelaksanaan.
Target sudah ditetapkan; dia akan mengajak Cherry berkencan, dan di akhir kencan itu, mereka setidaknya harus jadi lebih dekat. Harus!
Tapi rencana tinggal rencana.
Mengajak Cherry berkencan itu susahnya minta ampun, seumpama mencari letak bikini bottom. Percobaan pertama, kedua dan ketiga, gagal total karena Cherry punya seribu alasan.
"Kucing aku mau operasi plastik, Bin, maaf."
"Sebentar, aku ada pasien nih. Dia kena virus flu bison, kamu mau lihat?"
"Nanti aja, ya? Aku mau nonton drama, ini nyampe di episode pergelutan soalnya."
Pintar dia. Pintar berkilah.
Hanbin hampir putus asa dibuatnya, hingga ia mendapat ide yang brilian.
Di suatu sore yang cerah, ia datang ke rumah sakit, membawa karton besar berwarna pink mencolok seperti orang yang hendak demo, bertuliskan, "CHERRY KIM, KITA KENCAN KUY!"
Cherry yang terlanjur malu mau tak mau setuju, meminta Hanbin pulang secepatnya. Kalau saja tak ada orang (yang sibuk menyoraki) dan profesinya bukan dokter, Hanbin 100℅ yakin Cherry sudah mencincang dan memberi dagingnya pada para kucing.
Minggu, tanggal 20 Januari, mereka kencan.
Hanbin menjemputnya dengan motor yang sudah ia cuci pakai kembang 7 rupa, di rumah Cherry. Tapi dia tidak di undang masuk. Katanya, ayahnya galak. Mungkin dari sang ayahlah sikap Cherry berasal. Maka Hanbin hanya melambai pada 2 adik gadis pujaannya yang mengintip dari jendela.
"Dadah, adik ipar! Doain selamat sampai pelaminan, ya!"
Cherry menampar helmnya, keras.
Mereka berangkat.
Rasa senang Hanbin tak terkira waktu itu. Ia merasa tak ada bedanya dengan orang yang memenangkan lotere! Ini seperti mimpi, membonceng Cherry yang hari ini berpenampilan biasa一tanpa jas putih pudar dokter yang melekat di tubuhnya. Dia cantik. Dan pasti akan lebih cantik jika tersenyum, memperlihatkan lesung pipinya yang manis.
Sayang, Cherry yang berangkat karena terpaksa, cemberut terus. Dia ogah berpegangan pada Hanbin, lebih suka memegang besi di bagian belakang motor.
Hmm ... Hanbin berpikir, apa ini saatnya menjalankan strategi cinta Donghyuk?
Boleh dicoba.
1. Strategi pertama : gombalin dia!
"Cherry..."
"APA?!"
Buset. Hanbin mengelus dadanya, kaget dibentak tiba-tiba. Dia berdeham, tersenyum menyerupai bintang iklan pasta gigi lewat kaca spion. "Bapak kamu itu ... tukang tambal ban, ya?"
Wajah Cherry langsung berubah datar, tidak terkesan sama sekali. "Jelas nggak! Papa aku dokter juga!"
"Bukan gitu, maksudnya一"
"Kamu jangan sembarangan nebak deh! Aneh-aneh aja!"
Alamak, percobaan pertama dan ia gagal? Hanbin menepuk dahinya sendiri, mendadak ingin pergi ke jembatan dan membuang otaknya yang error. Payah, payah. Ia menggeleng lesu, tidak bicara lagi, takut-takut menyinggung Cherry yang papanya bukan tukang tambal ban.
Haduh.
Tak lama, mereka tiba di tempat tujuan, yang menjadi strategi cinta nomor 2.
2. Ajak dia ke tempat romantis!
Hanbin memilih ini. Tada! Kebun binatang! Memang kesannya kekanak-kanakan, tapi taman hiburan menurut Hanbin terlalu ramai. Restoran candle light dinner terlalu biasa. Sedangkan bioskop tidak asik.
Kebun binatang, sebaliknya, sangat pas. Suasananya tenang, ada cafe enak, dan atraksi hewan. Lengkap!
Tapi Cherry tampaknya tidak berpikir demikian. Jauh dari kata antusias, bahunya malah terkulai lemas. Dia menatap loket kebun bintang itu dengan hidung berkerut.
"Kamu demen ke tempat ginian, ya? Apa enaknya lihat binatang di kurung? Kamu nggak kasian?"
Hanbin melongo. Terkejut. Tercengang. Terperanjat! Padahal ia mengira gadis itu akan senang karena ada banyak binatang di sini, namun ternyata dia salah langkah一untuk kesekian kalinya.
"Mau pindah tempat?"
"Udahlah, males!" Cherry ngambek, berjalan menyalip Hanbin sambil menghentakkan kaki. Bibirnya mengerucut imut.
Punggung Hanbin membungkuk tanpa daya, merasa ada yang meletakkan batu besar di sana. Dalam kurun waktu setengah jam, ia sudah mengacaukan banyak hal.
Untungnya, masih ada strategi lain. Hanbin tidak boleh kehilangan harapan. Dia harus maju一karena memang loketnya di depan. Pantang menyerah! Yeah! Ia mengangguk, mengepalkan tangannya dan menyusul Cherry yang sedang mengantre tiket.
Menjalankan strategi nomor 3, dia mengamati ujung kepala Cherry sampai ujung kakinya, memberi sepasang jempol sebagai bentuk apresiasi. "Kamu hari ini cantik banget, kayak artis Taiwan. Namanya Sun Yihan, tapi tetep ... kamu yang paling cantik!"
"Makasih," respon Cherry singkat, bahkan enggan menoleh. Kekesalan yang tergambar di wajahnya belum luruh, tidak sedikitpun. "Tapi aku nggak suka dibanding-bandingin sama orang lain."
Strategi cinta nomor 3 : memuji dia.
Status : G A G A L.
Duh, Donghyuk, bagaimana ini?
Kebun binatang bukanlah bisnis yang bagus di bulan Januari.
Karena musim dingin, orang-orang malas keluar rumah. Mereka lebih memilih pergi ke tempat liburan yang ada di dalam ruangan, seperti bioskop dan mall.
Itulah kenapa kebun binatang tersebut tidak ramai. Sebagian besar pengunjungnya merupakan pasangan-pasangan muda yang mengenalkan hewan pada anak mereka yang masih kecil. Sisanya adalah pemuda-pemudi yang bergandengan tangan, saling merapat berbagi kehangatan.
Hanbin melirik tangan Cherry, menimbang-nimbang apakah ia perlu meraihnya. Tapi kalau itu membuat Cherry makin kesal, bisa gawat nanti.
Ah, sepertinya tidak perlu.
Tapi...
Mendadak, di tengah kebingungannya, Hanbin bagai mendengar suara Donghyuk yang dibisikkan angin, lembut dan halus, tak ubahnya gemerisik burung yang mengepakkan sayapnya; "Strategi cinta nomor 4, pakek jaket trus kasih jaketnya ke dia. Pasti ntar si Cherry banana sweety bakal meleleh, terus mikir kamu ini orangnya romantis. Oke?"
Oke, Donghyuk.
Hanbin, si rookie dalam percintaan, perlahan melepas jaket, membiarkan tubuhnya menjadi korban. Tidak apa-apa, bukan masalah.
Kalau sudah cinta, apa sih yang tidak akan ia lakukan?
"Cherry一"
Ia memanggil, bersiap-siap berakting seperti aktor drama Korea yang sering Cherry tonton. Ini adegan yang tidak mungkin gagal. Kalau iya, lempar saja Hanbin ke kandang buaya. Dia akan membuat Cherry tidak menyesal jalan-jalan dengannya.
Hanbin terkekeh, bergeser mendekat, berniat menyampirkan jaketnya ke bahu Cherry yang tertutup mantel. "Nih一"
Tapi Cherry lebih dulu bergerak, memekik menunjuk 1 titik. Kemudian berlari, tidak memperhatikan tangan Hanbin yang tergantung kaku di udara. "EH MIMIN! Hanbin lihat deh, singanya mirip kucingku Mimin! Lucu bangeeeet!"
Nggak, Cherry, mestinya kamu yang ngelihat aku, batin Hanbin gemas, memandang si gadis dengan tampang nelangsa.
Hanbin menghela napas, menghitung berapa strategi yang tersisa. Gombal, romantis, puji, jaket, selanjutnya apa? Kalau kehabisan strategi, haruskah ia menelpon Donghyuk? Mungkin orang yang menyebut dirinya "dewa cinta" itu punya banyak strategi lain.
Walaupun faktanya, mereka sama-sama tidak punya pacar.
Jomblo sejak lahir.
Tik, tik, tik.
Hanbin berusaha mengingat petuah Donghyuk, menyangga dagunya di besi yang membatasi dengan kandang sang raja hutan. Hatinya mengumpat, dasar singa kampret! Menyalahkan binatang itu atas 1 dari 4 kegagalannya.
Namun sebelum ia memperpanjang gerutuan, tiba-tiba Cherry, yang mood-nya membaik usai bertemu kerabat Mimin si kucing, mundur. Celingukan ke kanan dan ke kiri, mencari sesuatu. "Bentar ya, Hanbin. Aku mau ke toilet."
"Mau di anterin?"
Cherry mendelik, menghadiahinya 1 pukulan menggunakan tas tangan yang mungkin berisi dosa-dosanya. Ia berkacak pinggang, tak kalah garang dengan singa betina. "Mesum! Nyebur selokan sana!"
Setelah itu, ia melenggang pergi sembari mengibaskan rambut, meninggalkan Hanbin yang terheran-heran. Dimana salahnya? Ia kan berniat mengantar saja, bukan mengintip atau ikut masuk.
Nasib, nasib.
Hanbin memejamkan mata, mengumpulkan segenap ketenangan dan ketabahannya.
Ia sabar kok, sabar.
Detik berikutnya, mata Hanbin terbuka lagi. Bukan karena ingin, tapi karena sebuah jeritan panjang yang di susul jeritan-jeritan lain. Takut dan teror terangkum dalam jeritan itu, mengagetkan Hanbin.
Ia menoleh. Ia bergerak. Di mana?
Lalu ia melihatnya.
Di kandang buaya.
Seorang wanita paruh baya menangis, menunjuk-nunjuk kandang itu dengan air mata yang mengalir di pipinya. Dia berusaha masuk ke kandang. Orang-orang menghalangi. Dia berontak. "Anakku jatuh! Anakku jatuh!"
Ada anak yang terjatuh rupanya.
Hanbin tahu hanya ada 1 hal yang harus dilakukan.
Ia berlari dengan langkah-langkah panjang, menjatuhkan jaket dan一sebelum sempat memikirkan akibatnya一memanjat pagar pembatas, melontarkan tubuhnya ke tempat tinggal buaya-buaya itu.
Jeritan bertambah keras.
Cherry Kim keasyikan di toilet.
Niat semula buang air, dia malah bertahan selama seperempat jam, sibuk mengecek sosial medianya.
Balas 1 pesan aja, begitu hatinya merayu. Tapi ia berakhir cekikikan membaca komentar kocak yang ditulis teman-teman dunia mayanya.
Bila tidak ada yang mengetuk pintu biliknya dan bertanya, "Halo? Udah selesai apa lagi renang?" Mungkin ia baru akan mengingat Hanbin kala baterai ponselnya habis.
Cherry cepat-cepat keluar, kembali ke kandang singa dan terkejut karena tidak melihat Hanbin.
Mana cowok rese itu?
Apa jangan-jangan aku ditinggal?
Cherry mengerutkan kening, mulai menyusun rencana pembunuhan jika itu sampai terjadi. Tapi mustahil. Hanbin memang mengganggu, berisik dan kadang-kadang bertingkat bodoh, tapi ia bukan pengecut yang akan menelantarkannya.
Ia mengeluarkan ponsel, menekan icon telepon pada kontak bernama "Pasien sinting" dan meneleponnya.
Panggilan tersambung.
Namun sebuah tepukan pelan di bahunya membuat Cherry menoleh, menunda semburan amarah yang telah ia persiapkan. Seorang gadis yang lebih muda darinya menatapnya, mengunyah dan meniup permen karet. "Nyari pacarnya, ya?"
"Eh?" Cherry tertawa canggung. Pipinya sedikit merona, tapi ia meyakinkan diri sendiri kalau itu disebabkan oleh cuaca. Dia menggeleng. "Bukan pacar, kamu tahu dia di mana?"
"Nggak sih," jawab si gadis permen karet, dengan santai menyandarkan tubuhnya yang sekurus lidi. "Tapi tadi dia lompat ke kandang buaya, Mbak. Nolongin anak kecil yang jatoh."
Canggung berpindah ke cemas, Cherry merasakan punggungnya berkeringat, hasil kerja jantung yang tidak teratur. "Bercanda, ya?"
Dia berharap. Berharap.
Dan harapannya patah saat gadis itu mengeluarkan jaket Hanbin, menyodorkan benda berwarna gelap itu padanya. "Nggak, Mbak. Kayaknya pacar Mbak luka deh, terus di obatin sama pekerja sini. Abis itu一"
"Stop, stop, stop dulu!" Potong Cherry panik, memijat dahinya yang serta-merta memucat. Jadi seputih salju, seakan semua darahnya tersedot habis. Padahal tentu tidak begitu. Darahnya masih ada, mengalir cepat dalam nadi, tidak terkontrol, menggila. "Tunggu..."
Ia menarik napas. Ia harus tenang. Panik tidak akan menghasilkan apa-apa. Tenang, tenang...
Dengan jari-jemari gemetar, Cherry mendekatkan ponsel ke telinganya, menghubungi Hanbin lagi.
Angkat, bego!
Di bawah guyuran salju, Cherry berdoa. Ia berdoa untuk pria yang memperumit hidupnya belakangan ini. Bayangan mengerikan luka gigitan buaya hadir di benaknya, menyumbat pernapasannya. Cherry belum pernah mendapat pasien dengan luka semacam itu, tapi ia tahu bahwa luka tersebut berpotensi membuat seseorang kehabisan darah.
Mereka harus dijahit dan rasanya sangat menyakitkan.
Air mata Cherry jatuh.
Hanbin bego, goblok, tolol dan ... dan apalagi?
Cherry kesulitan memikirkan umpatan lain. Senyum Hanbin terbayang jelas, memicu lebih banyak air mata.
Hanbin...
"Halo?"
Tersambung? Cherry terkejut setengah mati, sekilas menduga ia berhalusinasi. Tapi tidak. Ini Hanbin. Ini suaranya! "Hanbin, kamu di mana?"
"Cherry..." Hanbin memelankan suara, batuk-batuk, sama seperti saat mereka pertama kali berjumpa. "Kayaknya aku sekarat deh..."
"Jangan ngomong gitu!" Cherry memarahinya, entah yang ke berapa kali selama kurun waktu keduanya saling mengenal. "Bilang cepet, kamu di mana!"
"Di surga..."
Secara resmi menangis, Cherry gagal menyembunyikan isak. Dia mencengkeram jaket Hanbin erat-erat, yang masih menyisakan aroma maskulin pria itu. "Hanbin ih..."
"Kenapa?" Hanbin balik bertanya, dengan nada aneh yang terkesan seperti ... tawa? "Kamu kan nggak suka aku. Harusnya seneng dong aku di makan buaya."
"Emang buayanya doyan sama kamu?!" Balas Cherry sebal, tidak melupakan sikap galaknya. "Dari luar aja kamu kelihatan pahit!"
"Oh gitu. Ya udah aku nyemplung lagi deh."
"Tapi..." Kata-kata Cherry tersendat. Gengsi menghalanginya melanjutkan. Ia ragu, menggigit bagian bawah bibirnya. "Tapi..."
"Tapi apa?"
"Tapi kamu lucu, Bin. Kamu sering bikin aku ketawa," Cherry mengakui, menghapus air matanya. Merasa menjadi tokoh wanita di manga Jepang yang kelewat berani menyatakan cinta. "Kamu penghiburan tersendiri buat aku, pas aku capek. Kamu bego, ngerti? Di tolak berkali-kali tapi masih ngintilin aku kemana-mana. Punya otak cuma setengah, ya?"
"Iya nih, setengahnya udah di sumbangin." Kali ini Hanbin sungguh tertawa, terdengar dekat. Amat dekat. Seolah mereka berdiri...
Cherry menoleh ke kanan.
Mendapati orang yang ia khawatirkan berdiri tegak, dengan lengan di tempeli plester luka bermotif bunga-bunga.
"Hai dokter Cherry yang tsundere."
Apa maksudnya ini?
Cherry tidak tahu. Ia kebingungan. Yang ia tahu, kakinya melesat menuju si bodoh itu, lengannya terentang lebar, memeluk Hanbin yang ia kira telah di kunyah buaya.
Ia memeluknya erat, mengalungkan tangan ke lehernya, tidak peduli itu mencekik atau menyakitinya. Ia nyaris membuat mereka jatuh. Kakinya terangkat. Tubuhnya berputar sejenak dalam kungkungan lengan Hanbin yang kokoh dan kuat一seperti semen Holcim.
Hanbin tertawa. "Cie ... yang nangis gara-gara aku."
Cherry menendangnya一satu, dua, tiga, berkali-kali, tidak berhenti sampai Hanbin berteriak minta ampun. "Monyet! Katanya kamu nyelametin anak-anak, kok sehat gini? Bohong, ya?"
"Eh eh, nggak Cher, beneran!" Sanggah Hanbin, memamerkan luka di lengannya, dan mengerang. "Lihat nih, sakit banget. Kegores batu. Untung anak yang jatoh itu nggak apa-apa. Buayanya juga nggak ngejar, diem aja. Jadi aku keluar lewat pintu khusus pegawai."
"Terus kamu ngerjain aku kan, hm?" Cherry tersenyum horor, menjatuhkan tas sekaligus jaket Hanbin dan melakukan pemanasan; seumpama petinju yang akan menghajar lawannya. "Sini kamu, sini!"
Hanbin segera mundur, tersenyum-senyum tidak jelas. "Maaf, Cher, maaf. Jangan kasar sama pacar dong."
"HANBIN!"
"MAMA, TOLONG!"
Di saksikan ras manusia serta hewan, Hanbin dan Cherry kejar-kejaran bak sepasang anak-anak yang kurang nutrisi susu Dancow. Berlari, menyelinap di antara orang-orang, tertawa.
Dalam hati Hanbin berkata, "Strategi nomor 5 : masuk kandang buaya!"
Lucu kagak lucu ketawa aja ya, biar gua seneng. Tahu kok ini emang gak jelas banget 😭
STARTED & FINISHED : 20 Jan 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top