✧ ۪۪ F O U R ⸙͎۪۫
"Mungkin akan lebih baik lagi jika kau tiada dari dunia ini."
"Aku tahu."
Interaksi menyedihkan terlintas kembali dalam benak Atsushi. Pemuda itu berbaring di atas tempat tidurnya setelah mencari beberapa informasi tentang Kyouka. Menghasilkan sebuah kesimpulan yang berasal dari berbagai sumber.
"Jadi begitu...," gumamnya sambil menganggukkan kepala beberapa kali. "Padahal, dia tidak bersalah," lanjutnya kemudian.
Sudah 4 hari semenjak kejadian tersebut. Sudah 4 hari pula gadis itu berusaha menjauhi sang Pemuda.
Atsushi berguling diatas kasurnya. Udara malam yang dingin seolah menambah rasa kantuk yang sejak tadi ditahan. Bola mata berwarna campur itu kini tertutup, mengantarkan sang empu menuju alam mimpi.
*
Ada kalanya seseorang memang harus menjalani kehidupannya dengan warna abu-abu. Ada kalanya, hidup jadi lebih baik dengan warna suram itu. Setidaknya, begitulah pandangan Kyouka terhadap dirinya sendiri.
Dunia fana ini menyebalkan dan menyedihkan. Ia sendiri tidak tahu mengapa orang seperti dirinya masih diizinkan untuk hidup. Seolah memberikan hukuman dengan menghantuinya oleh rasa bersalah.
Kelereng samudra yang diisi kekosongan menatap jauh ke depan. Mengingat saat-saat menyenangkan bersama sang Ibu juga sang Kakak. Masa-masa dimana Kyouka memiliki sesuatu yang berharga, dimana dia pernah memiliki tempat nyaman bernama rumah, dimana dirinya merasakan kenyamanan dan kehangatan yang dinamakan keluarga.
Tapi itu dulu.
Karena sekarang, bangunan yang disebut rumah oleh banyak orang hanyalah tempat asing nan suram tanpa hangatnya senyum dan tawa.
Ditemani warna senja dari kanvas raksasa, kaki kecil itu melangkah memasuki pemakaman umum. Berjalan menuju dua kuburan dengan nisan bertuliskan nama sang Kakak dan sang Ibu.
Gadis bersurai malam itu terduduk di samping makam. Tangan kurusnya membelai lembut batu nisan secara bergiliran. Rasa sesak mulai menyusup ke dalam dadanya. Menghasilkan air mata yang turun secara perlahan, melambangkan kesedihan yang sudah terlalu lama ditahan.
3 tahun. 3 tahun lamanya Ia ditinggal pendukung hidupnya. Sudah lama Kyouka mengalami saat-saat paling terpuruk dalam kehidupannya. Tepat disaat dia benar-benar membutuhkan dukungan dari keluarga, Kouyou dan juga sang Ibu harus meninggal akibat kecelakaan. Dunia ini memberikan penderitaan dan keterpurukan di waktu yang sangat tepat.
Dan disaat yang sama, sang Ayah lebih memilih bermesraan bersama pekerjaannya. Tanpa dukungan kepada putrinya, tanpa motivasi untuk tetap semangat dalam menjalani hidup kepada darah dagingnya.
Pandangan perempuan itu semakin menunduk, "Kapan...? Kapan aku bisa bertemu dengan kalian? Kenapa ... Kalian harus meninggalkanku?" Suara dengan isakan tangis menyedihkan semakin menjadi. Kyouka mengacak-acak rambutnya sendiri, merasa frustasi. Ia lelah, Ia ingin hidupnya segera berakhir sekarang juga. Namun malaikat maut seolah ingin melihatnya lebih menderita lagi, sebelum nyawanya dicabut dari sang raga.
Tanpa disadarinya, dibalik tangis dalam sepi tersebut, terdapat saksi yang ikut merasakan sesak yang dikeluarkan Kyouka. Atsushi tahu benar bagaimana rasanya kehilangan keluarga. Sosok yang menjadi rumah bagi setiap insan.
Sebuah kebetulan dimana dia juga sedang mengunjungi keluarganya.
Gadis Izumi itu tampak lebih rapuh di depan orang yang disayanginya. Bagaikan gelembung, yang bersembunyi dibalik boneka kayu berjiwa, lalu berharap dirinya akan segera terbakar oleh dunia dan berubah menjadi butiran abu.
Izumi Kyouka tampak lemah, dan hampa saat ini. Begitu rapuh, sampai pemuda bermarga Nakajima menerbitkan perasaan ingin melindungi yang semakin kuat.
*
Lagi.
Hari ini juga sama.
Perempuan bersurai hitam kebiruan itu kembali menjadi seperti boneka yang terus dipaksa bergerak oleh benang tak kasat mata. Dunia seolah sedang mempermainkannya. Di saat Ia akan menorehkan warna lagi dalam kanvas hidupnya, sesuatu yang lebih suram mengisi benaknya lagi.
Pemuda ceria yang hampir menjadi pengisi harinya kini tidak berkomunikasi dengannya lagi. Syukurlah, Kyouka tidak perlu menaruh harapan kepada manusia kembali.
Suara keran air yang diputar menjadi satu-satunya yang mengisi ruangan ini. Mungkin setelah perpustakaan, tempat kesukaan Kyouka kali ini adalah toilet perempuan. Tempat sepi dimana dia bisa bernafas bebas dan melihat pantulan menyedihkan dari dirinya.
Bolehkah Ia mati saja sekarang?
Sebuah tarikan di pundaknya menyadarkan Kyouka. Belum sempat menatap si pelaku, benturan keras ke dinding toilet menghantam kepalanya. Gadis itu sedikit meringis, pandangan dari bola biru itu menajam, menatap si pelaku dan komplotannya yang tak kalah akan tatapan kebenciannya. Tubuh kurus milik Kyouka ditahan dengan satu tangan dari si pelaku.
Kyouka sepertinya tahu akan orang ini. Sosok perempuan yang menaruh perhatian pada Atsushi sejak lama, mungkin. Namun sayangnya, pria itu tak menyadarinya sama sekali. Dan sekarang, apakah dia marah karena berkemungkinan tidak sengaja melihatnya berjalan-jalan bersama pemuda itu?
Bodoh. Satu kata dari Kyouka untuk orang ini adalah bodoh.
'Dasar laki-laki tidak peka,' batin gadis itu yang malah menyalahkan Atsushi saat ini.
"Sepertinya kau tahu tentangku, Kelinci Kecil," ucap sang Pelaku dengan nada mengejek.
Kyouka membuang nafasnya, "Tentu saja. Seseorang yang selama ini menaruh perhatian pada satu laki-laki, namun tidak pernah ter-notice sama sekali."
Perempuan dengan surai coklat terurai semakin menunjukkan api kebencian dalam matanya. Namun, hal tersebut segera berubah menjadi senyum remeh yang membuat Kyouka menaikkan sebelah alisnya.
Tawa hambar mengisi ruangan sekarang. Perempuan yang diketahui bermarga Nagasawa sedikit mundur, "Baiklah... Baiklah... Mungkin aku sedikit berlebihan."
"Tapi aku penasaran, hal apakah yang Atsushi-kun lihat darimu?" lanjutnya kemudian. Senyum miring tipis yang Ia tunjukkan kini semakin melebar. Perempuan tersebut mengeluarkan ponselnya dan menunjukkannya kepada gadis di hadapannya, "Apa karena...."
Seketika, mata Kyouka membulat. Tubuhnya bergetar kala melihat artikel dengan tulisan besar yang ada dalam benda persegi panjang itu. Tatapan penuh rasa bersalah dan juga air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
"Apa karena ... Kau seorang pembunuh?"
Tbc~
Fyi, Nagasawa itu marga OC-ku.
Jangan salham, dia bukan Nagasawa Aika yang merupakan aku sendiri:').
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top