11. Dia Lagi (DL)


Kita loncati beberapa tahun ya gaess.. kasihan anak orang disiksa batin.. wkwkwk ketawa jahat untuk Zidan.

Kamu itu bukan matematika
Tapi kenapa aku nggak pernah ngerti rumus ngadepin kamu ya😱

Happy reading
.
.
.

Sudah 4 tahun keluarga Arsa kembali ke Jakarta. Mereka kini tinggal di rumah pribadinya yang berdekatan dengan rumah pribadi Azlan. Melvi sudah masuk Akmil, dan ini tahun keempatnya berada di sana. Billal masih SMA, sekolah yang sama saat Rena masih SMA dulu.

Azalea kembali bekerja di rymah sakit yang sama bersama Alexa dan Janet.

Rena telah bekerja sebagai staff HRD di perusahaan milik Akbar selama 4 tahun ini.

Rena masih betah menjomblo diusianya yang menginjak 26 tahun itu. Azalea sudah mulai bertanya, tapi dasarnya Rena bebal, jadi masih betah menjomblo.

"Mama tunggu sampai umur kakak 27, kalau sampai umur 27 tidak dapat jodoh juga. Terpaksa Mama yang jodohkan kamu" Rena meringis ngeri, usia 27 adalah saat dia berulang tahun 5 bulan lagi.

"5 bulan lagi Ma? Kelonggaran waktu dong Ma" Azalea menggeleng, lalu mengecup kening Rena dan menyusul Arsa yang menunggu di mobil.

Rena memijit pelipisnya. Dia saja bingung, Akbar sendiri sebentar lagi akan menikah dengan teman SMA nya Alice.

"Kak, ayo berangkat, ini udah jam setengah 7" Rena mengangguk dan segera menyambar jaket dan tasnya di kursi, lalu mengikuti Billal naik motor.

"Mama ngomong apaan kak?" Tanya Billal saat mereka sudah berhenti di lampu merah.

"Suruh cari calon suami 5 bulan lagi. Bayangin dek, 5 bulan itu bukan waktu yang lama" Billal mengangguk.

"Kasihan deh kakak" kelakarnya. Rena mencubit pinggang Billal yang kotak-kotak seperti roti sobek.

"Gak bisa move on dari pelatih kakak?"

Skakmat

Rena tidak bisa membalas perkataan Billal yang sangat tepat mengenai sasaran.

Di kantor pun Rena memilih diam, mengerjakan laporan yang akan dia berikan pada Akbar.

Tut

"Rena, laporannya saya tunggu sekarang"

Rena berdiri membawa laporan yang diminta Akbar. Berjalan dengan gontai menuju ruangan Akbar. Setelah mengetuk pintu, Rena masuk membawa laporan dengan wajah cemberut.

"Napa lo?" Tanya Akbar sambil mengamati laporan dari Rena. Rena mendengus kesal lalu duduk di depan Akbar.

"Gue disuruh nyokap cari calon suami" Akbara memandangnya tak percaya, lalu tawanya meledak. "Terus aja lo ketawa"

"Sorry. Terus?"

"Gue dikasih waktu 5 bulan buat kenalin calon suami ke nyokap" Akbara makin terbahak mendengarnya.

Rena memilih keluar daripada dia emosi dan menelan Akbar mentah-mentah atau memutilasi Akbar biar dia dimakan hiu ganas.

"Rena" Rena berhenti dan menoleh ke Akbar. "Gue tunggu lo 6 bulan lagi di pernikahan gue membawa gandengan"

"Gue mutilasi lo sekarang juga" Akbar makin tertawa terbahak.

🔫🔫🔫

Rena masih menunggu kedatangan Billal yang katanya akan menjemputnya sore ini. Tapi tak ada tanda-tanda Billal akan datang.

Drrt.. drrrrtt...

Panggilan masuk dari nomor tidak dikenal menelpon dirinya. Rena mengangkat panggilan segera.

"Halo"

"Selamat sore, kami dari rumah sakit Harap Sembuh, memberitahukan bahwa saudara Billal mengalami kecelakaan motor"

Nafas Rena tercekat, bagaimana bisa Billal yang biasanya tidak pernah mengebut kalau bersama dengannya itu bisa celaka sekarang.

"B baik terimakasih"

Rena langsung memasukkan hapenya kembali ke tas, dia melihat Akbar yang baru saja turun dari lift dan berjalan menuju lobby. Rena menghampirinya.

"Bar, please tolongin gue" Akbar yang sedang menelepon tunangannya itu terhenti dan menatap Rena yang menangis.

"Bentar yang. Kenapa lo Ren?"

"Billal kecelakaan. Please anterin gue ke rumah sakit ya. Gue yang akan minta ijin Tari" Akbar menyerahkan hapenya ke Rena.

"Noh ngomong sendiri" Akbar berjalan lebih dulu di parkiran mobil milik petinggi perusahaan dimana mobilnya berada.

"Tari, maaf ya, gue minta tolong Akbar dulu ya kali ini" Tari tertawa kecil mendengarnya.

"Gak papa Ren, lo kayak sama siapa aja. Maaf gue gak bisa kesana ya. Semoga adek lo cepat sembuh"

"Makasih Tari sayang. Assalamualaikum" Tari terkekeh dan menjawab salam Rena lalu mematikannya.

Tari adalah teman dekat Rena di rumah dinas. Ayah Tari juga seorang tentara. Akbar dan Tari bisa sampai bertunangan berkat Rena yang memperkenalkan mereka.

Akbar mengantarkan Rena menuju rumah sakit tempat Billal dirawat.

Renata berlari di lorong rumah sakit saat mendapat telepon dari rumah sakit dan mengatakan bahwa adik keduanya mengalami kecelakaan motor.

Azalea sudah mempunyai dua anak lelaki. Melvi kini sedang menjalani Akmil, dan Billal anak keduanya masih bersekolah SMA kelas 2.

Renata menuju ruangan Kantil II tempat Billal dirawat. Renata mengatur nafasnya agar bisa bersiap memarahi Billal.

Ceklek

Pintu ruangan dia buka, dia sedikit terkejut kala melihat Billal tidak sendirian, dia sedang duduk dengan tangan di gips bersama seorang lelaki yang dia kenal.

"Kakak, itu kakak saya bang" Billal menunjuk Renata yang kini berjalan mendekat.

Renata menahan nafasnya kala lelaki itu berjalan mendekat kearahnya. Renata sangat hafal bau parfum lelaki didepannya ini. Lelaki yang pernah membuatnya patah hati saat dia masih SMA dulu.

Memang kejadian itu sudah 10 tahun yang lalu, tapi tetap saja, rasanya masih nyut-nyutan saat bertatapan langsung dengannya sekarang ini.

Lelaki itu mengulurkan tangannya untuk menjabat Renata yang hanya diam tak bergerak.

"Apa kabar Rena? Masih ingat saya?" Tanyanya dengan senyum khasnya yang mampu membuat jantung Renata berdegup kencang.

Jelas ingat. Teriak Renata dalam hatinya.

Ingin sekali Renata meneriaki lelaki itu dan mengumpatinya, tapi itu hanya akan membuang energinya saja.

"Kak, itu ngajakin salaman lho, kenapa gak dijabat?" Teriak Billal.

Adek lucknut. Batin Renata.

"Maaf, bukan muhrim" Renata menangkup kedua tangannya di dada, lalu berjalan kearah Billal.

Masih marah ternyata. Batin Zidan.

Ya laki-laki itu Zidan Malik, pelatih taekwondonya di SMA dulu. Anak pertama dari Rania, sahabat Azalea.

"Kak, bang Zidan itu yang bantuin aku" Renata mengangguk tanpa minat.

Renata melirik Zidan yang berdiri disampingnya, mengenakan seragam warna coklat khas seorang polisi.

Oh jadi si coklat toh sekarang. Batin Renata.

"Saya pulang dulu ya, besok saya kemari lagi untuk meminta keterangan kamu" Billal mengangguk.

"Siap bang. Hati-hati dijalan" sapa Billal dengan lambaian tangannya.

Zidan melihat kearah Renata sebentar sesaat sebelum dia kekuar dari ruangan itu.

Bunyi pintu ditutup membuat Renata menghembuskan nafas panjang. Jantungnya berdegup kencang tak beraturan saat di dekat Zidan.

"Billal Athaila Alfarizel" geram Renata. Billal menegakkan tubuhnya dan nyengir kuda kala nama lengkapnya disebut oleh sang kakak.

Kebiasaan Renata dan Melvi jika memarahinya adalah menyebutkan nama lengkapnya dengan nada tegas dan satu lagi yang tak terelakkan, jeweran penuh kasih sayang di telinganya, membuat Billal pasrah dan ingin menangis saja.

"Sakit kak, ampun kak, ini merah" Renata melepaskan jewerannya pada telinga Billal.

"Kamu tahu kan, kalau Mama sedang diluar kota ikut Papa, dan Melvi sedang Akmil, hm?" Billal mengangguk.

"Tahu dong kak"

"Kenapa kamu buat ulah, hah?" Bentak Renata.

"Siap salah" jawab Billal tegas. Renata menghembuskan nafas sejenak, lalu memeluk adik kecilnya yang sudah beranjak dewasa itu.

Selisih umur 10 tahun dengan Billal, tak membuat hubungan antar saudara itu renggang. Setiap weekend, mereka selalu pergi bersama, karena Melvi masih Akmil, jadi mereka hanya pergi berdua.

Renata kerja di kantor sebagai staf HRD. Dia sering memberi uang jajan pada Billal, karena Billal selalu mengantar jemputnya ke kantor.

"Kamu gak papa kan dek?" Billal mengangguk. "Maaf ya, kakak sayang kamu"

Billal memeluk erat Renata. Billal tahu bahwa Renata bukanlah kakak kandungnya, tapi antara Billal dan Melvi tak pernah mempermasalahkan itu. Karena bagi mereka, Renata adalah kakak yang harus mereka jaga, sama seperti sang Mama Azalea.

🔫🔫🔫

🔫🔫🔫

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top