Epilog?


Rusia, 31 Desember 2020

"Bunda, ayah berangkat kerja lebih dulu ya?" Ray mengusap lembut pelipis istrinya, kemudian dia bergerak untuk mengelus perut wanita itu yang sudah tampak mulai membesar.

"Iya, Ayah. Hati-hati di jalan. Buah hati kita menunggu ayah datang nanti di rumah sakit," pesan Valerie kepada Ray penuh dengan nada bahagia. Tidak main-main kali ini adalah kelahiran pertama putra kandung mereka.

"Pasti, Bunda. Ayah bakal berhati-hati demi calon buah hati kita." Ray menundukkan kepalanya sedikit, mengecup perut Valerie. Sedikit pergerakan terasa disana. Ray terkekeh pelan.

"Ayah berangkat... sampai jumpa lagi nanti, sayang." Ray menggenggam tangan Valerie kemudian memberikan kecupan singkat di bibir mungil wanita tersebut. Valerie terlihat merona, Ray tersenyum. Dia pun bergegas menaiki mobil dari hasil kerjanya.

Valerie lagi-lagi memegang perutnya pelan. "Ibu beruntung mendapatkan ayahmu yang satu itu nak. Cepatlah keluar. Kami menunggumu," ucap Valerie. Dia pun masuk untuk mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan dalam persalinan nanti.

Sedangkan Ray, pria itu mengemudi dengan penuh rasa membuncah didalam hatinya. Ia begitu senang karena hal yang sudah ditunggunya selama beberapa bulan ini akan datang.

Ray berpikir, nanti dia akan membuatkan sesuatu yang spesialkah untuk istrinya atau memberikan kado? Sebab hadiah terindah yang diberikan kepadanya adalah putra mereka yang akan lahir di dunia. Ray tidak tahu pasti, namun perasaan seorang ayah akan menjadi akurat bila itu darah dagingnya sendiri.

Valerie juga sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Tentu saja ingin berkonsultasi kepada dokter tentang bagaimana keadaan janin yang dikandungnya. Dia menghela napas pelan. Semoga tidak terjadi apapun selama pengecekan.

11.30 p.m.

"Ibu, tolong beristirahat sebentar disana. Ibu juga bisa mengambil makanan seperti roti, yogurt atau buah buahan agar mudah dicerna, sebelum akhirnya ibu akan bersalin. Selama proses itu berlangsung, ibu bahkan akan sulit untuk makan dan minum karena sakit luar biasa di perut ibu. Tidak lupa, ibu harus beristirahat juga di ruang sebelah," jelas seorang dokter kandungan kepada Valerie. Wanita itu mengangguk pelan.

Dia mulai berjalan menuju ruang sebelah untuk beristirahat. Valerie sudah cukup lelah dengan semua saat dia berjalan kesini cukup menguras tenaga. Lagi pula juga tekanan pada bawah perutnya mulai sedikit terasa.

Perlahan-lahan, Valerie membaringkan tubuhnya diatas ranjang yang lumayan empuk. Dia melihat sekeliling, banyak sekali wanita yang juga beristirahat disini. Namun, hal berbeda benar-benar terasa.

Suami mereka menemani disampingnya dan Valerie tidak bersama Ray untuk saat ini. Dia tahu suaminya bekerja demi putra pertama, tapi kadang keinginan naif Valerie memenuhi ruang di hatinya.

Tiba-tiba ada seorang yang seumuran dengannya menyapa. Wanita itu rupanya juga sendirian. Mereka bercanda bersama. Valerie banyak bercerita, begitu pula dengan wanita yang diketahui bernama Aldercy. Nama yang unik menurut Valerie juga sedikit terdengar berkelas.

Ah, tentu dia sudah memikirkan nama buah hatinya nanti. Mereka, Ray dan Valerie memilah nama dari jauh-jauh hari. Mereka pun menjatuhkan pilihan pada nama Gabriel Duke Wylie.

Valerie ingin anaknya kelak dapat menjadi pemimpin yang tangguh serta berhati mulia menolong sesamanya. Ah, kapan-kapan juga Valerie ingin bertemu dengan wanita yang bernama Aldercy tadi.

Soalnya, baru saja dia beranjak dan pergi bersama suaminya memasuki ruang dokter agar mendapat instruksi yang akan dilakukan selanjutnya. Seorang ibu harus sangat berhati-hati. Sekali saja benturan, maka dapat membahayakan keselamatan si janin. Valerie memejamkan mata sejenak, bermimpi ke alam lainnya.

23.45 p.m.

Ray saat ini masih lembur dikantornya. Dia tidak tahu bila akhirnya akan menjadi begini. Tadi siang bossnya memberikan tugas banyak kepada dia sehingga tidak bisa menemani Valerie pada pukul 23.45 malam.

Pria itu mendesah gelisah. Dia tidak ingin terjadi suatu apapun mengacaukan malam yang indah ini. Sesekali, Ray menoleh arah jam. Dia menghitung kapan pekerjaannya akan selesai.

Masih sekitar tigaa tumpuk bila Ray lihat dari sebelah meja. Dia harus menghitung pengeluaran dan pemasukan kantor untuk beberapa tahun belakangan juga membagi bila bidang ini bisa ditambahkan furniture apa.

Bahkan Ray sendiri sampai pusing memikirkannya. Jemarinya memijat kening yang sudah runyem akibat tugas dari atasannya sendiri. Perusahaan yang ditempati Ray memang mempunyai karyawan yang benar-benar serius bekerja sehingga bila ingin izin mesti membuat pernyataan yang jelas dan komplit menceritakan masalah.

Pria itu kemudian berdiri, ia berjalan menuju ruangan guna mengambil secangkir kopi karena matanya sudah mengantuk. Mendadak, handphone disakunya bergetar. Terdengar erangan seorang wanita disana.

"Permisi, apakah benar ini adalah bapak Ray Aiden Wylie?" tanya orang tersebut.

Ray memegang ponselnya kuat-kuat. Dia menahan napas sejenak sebelum membalas perkataan yang dapat ditebaknya adalah suster pada sebuah rumah sakit.

"Iya benar. Saya adalah bapak Ray Aiden Wylie." Jemari Ray gelisah bukan main. Dia menggenggam erat kemejanya.

"Tolong segera datang bapak. Istri anda sedang membutuhkan bantuan anda untuk menemaninya."

Setelah ucapan suster itu berakhir, Ray segera mematikan handphone nya kemudian berlari keluar dari kantor. Pria itu tidak peduli bila besok atasannya akan memarahinya akibat tugas tidak diselesaikan. Valerie adalah hal utama. Ray harus menemani wanita itu kapanpun.

Naas, keberuntungan sedang tidak berada di pihaknya.

Suara nyaring tersebut memekang telinga. Kesunyian malam terganggu akibat decitan ban yang diberhentikan mendadak. Suara orang orang sekitar juga berteriak histeris.

Ray menatap jalanan yang kini dipenuhi orang-orang. Pandangan matanya mulai buram. Dia ingin bangkit, tapi tidak bisa. Tubuhnya terasa lemas, banyak cairan kental berbau amis. Ray mengepalkan kuat-kuat jarinya lalu bergumam, "Valerie, I'll be with you."

Kesadaran pria itu akhirnya menurun drastis hingga semua berwarna menjadi hitam.

15 Januari 2018

Salam,

GL

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top