Bab 7

Senin ini, Ray masuk sekolah seperti biasa. Teman sekolah Ray masih membicarakan tentangnya. Namun, Ray tidak peduli. Yang penting sekarang dia sudah menemukan Valerie. Dia sudah menemukan cahayanya yang redup.

Ray meletakkan tasnya di atas meja, pandangannya menerawang sekitar. Kemudian jatuh pada keindahan pemandangan diluar jendela.

Ia melamun juga, bagaimana nanti reaksi Valerie saat dijemput. Wangi gadis itu, senyumnya yang meluluhkan.

Ray tidak sabar sampai saat itu datang. Tiba-tiba bel sekolah berbunyi. Itu adalah tanda bahwa pelajaran akan dimulai. Ray bersiap untuk mata pelajaran pertama.

- oOo -

Sepulangnya, Ray berjalan kaki menuju sekolah Valerie. Ia tidak memakai kendaraan. Mengapa? Karena budaya di Jepang, jarang orang untuk menaiki kendaraan. Lebih banyak untuk berjalan kaki dari pada naik motor. Untuk sepeda, Ray tidak mempunyainya— terpaksa ia harus ke sekolah Valerie yang cukup jauh itu— dengan mengandalkan kedua kakinya.

Cukup rindang disini, banyak pepohonan walau udara terasa panas. Jadi, Ray bisa menunggu Valerie keluar gerbang tanpa harus 'berjemur' oleh teriknya matahari.

"Halo Ray." ujar Valerie dihadapan Ray. Gadis itu menenteng tas dengan kedua tangan.

Ray tersenyum. "Ayo," Ray menarik pergelangan tangan Valerie, melangkah untuk pulang. "Bagaimana harimu?"

"Baik. " Valerie memasang senyum kecil.

"Oh ya? Oke. Rumahmu dimana Valerie?" tanya Ray seraya menatap mata gadis tersebut. Genggaman di pergelangan tangan masih belum terlepas.

"Ah.. tidak perlu mengantarkanku sampai kerumah." ucap Valerie menyuarakan pemikirannya.

"Ayolah. Aku tidak keberatan sama sekali." ujar Ray lagi.

"Tidak. Aku ingin kamu mengantar hanya sampai taman kota." jawab Valerie final dengan nada sulit dibantah.

"Namun, apakah tidak apa-apa untukmu?" Ray takut dan cemas bila suatu hal terjadi pada Valerie.

"Tentu saja, aku tidak apa-apa. Aku anak yang kuat, jadi jangan meremehkanku. " Valerie mengangkat tangan, menunjukkan otot kecilnya.

"Iya deh percaya, Valerie kuat." Ray terkekeh pelan sembari menepuk rambut Valerie.

"Nah gitu. " Valerie membuang napas lega setelah mendengar keputusan Ray.

"Oh ya, mau mampir sejenak tidak ke toko itu?" Ray menunjuk toko es krim. 

Valerie hanya mengangguk, lantas Ray menarik tangan gadis itu dengan cepat dan membawanya ke toko es krim.

"Mau rasa apa?" Ray membuka suara setelah mereka sampai.

"Aku? Uuuh.. Vanilla." Valerie menjawab sedikit ragu.

"Apa kamu yakin?" tanya Ray kembali kepada gadis tersebut.

"Iya, yakin."

Ray segera masuk ke dalam toko. "Permisi mbak, saya mau beli eskrim rasa coklat dan vanillanya."

"Oh ya mas? Ambil saja yang cup di sana." Mbaknya menunjuk arah kulkas freezer besar di pinggir ruangan.

Ray mengikuti apa yang dikatakan mbak tersebut, dan mengambil eskrim sesuai rasa yang diinginkan.

"Jadi, totalnya semua berapa mbak?" Ray mulai membuka sedikit dompet kecilnya.

"Totalnya 84 ¥ mas." ujar sang wanita kasir tanpa menengok.

Ray segera mengambil koin 100 ¥ dan memberikan kepada mbak itu. "Kembaliannya mbak ambil saja."

Lelaki itu langsung keluar toko dan memberikan es krim kepada Valerie.

"Ini, punyamu." Ray menyodorkan es krim yang ada dalam genggamannya.

"Terima kasih." Valerie menerima, kemudian membuka bungkus es krim. Ia menyesap pelan rasa dari es krim.

"Gimana, enak?" Ray mendekatkan wajahnya kepada Valerie.

Valerie mengangguk. Ray tersenyum puas akan hasil yang didapatnya. Seketika, Ray melihat sesuatu.

"Valerie! Ada es krim di pipimu." Ray menunjuk pipi Valerie sebelah kanan.

"Dimana?" Valerie kembali menatap Ray.

"Disini, panda.... " Jemari Ray mengusap pelan pipi Valerie yang terkena es krim.

Sesudahnya, Ray mencicip pelan eskrim yang ada di tangannya.

"Enak. Kapan-kapan aku akan membeli rasa ini juga." tambah Ray seraya tersenyum.

"Nah, dan kamu mau mencoba rasa es krimku?" Ray memberikan es krim coklat.

"Tidak. Tidak mau." jawab Valerie tegas.

"Benar nih?" goda Ray sambil mengerlingkan matanya.

"Iya, gak mau."

"Kalau begitu..., " Ray mencolek sedikit eskrim miliknya. "kau harus mendapatkan hukuman, panda."

Sekali gerakan, Ray menyentuh hidung mungil gadis tersebut. Terdapat bekas dari sentuhan Ray. Valerie sedikit kaget.

"Awas kau Ray!" Ia menyentuh es krimnya dan berniat untuk mencoret wajah Ray.

"Yah tidak sampai, dasar pendek." ejek Ray, ia membandingkan tinggi Valerie yang hanya sampai sebatas dadanya.

"Gapapa pendek, daripada tinggi  kayak tiang." sindir Valerie. Kemudian ia cepat-cepat mengoles es krim dyang terdapat pada jemarinya ke lengan Ray. Tidak hanya sekali, namun berkali-kali.

"Hey, hey. Hentikan. Bila aku nanti dikerubungi semut, kamu harus bertanggung jawab!" timpal Ray kembali.

"Biarkan saja, itu ganjaran yang pantas kamu dapat." Valerie melipat tangan di depan dada penuh kekesalan sampai wajahnya memerah.

"Eh iya, tadi katamu mau pulang?" Ray mencari topik lain.

"Iya aku mau pulang saja daripada bersama orang sepertimu!" dengus Valerie.

"Jangan gitu dong!" Ray mencubit gemas pipi Valerie.

"Kenapa? Kamu kan sangat menyebalkan!"

"Nanti aku sama siapa, kalau kamu gak ada?" Ray memasang wajah memelasnya.

"Sama tembok!"

Ray tertawa, menurutnya ini sangat menyenangkan. Menggoda Valerie adalah hal terbaik sepanjang hidupnya.

"Yaudah, ayo lanjut jalan." Ray mendorong Valerie.

Valerie terdengar sedikit mengumpat. Ray tersenyum sampai mereka tiba di taman.

"Udah di taman noh. " Ray menunjuk pancuran yang berada di tengah-tengah pepohonan.

" Yaudah, aku pulang dulu. "

"Dah.. besok ketemu lagi ya." Ray pun berjalan pergi meninggalkan Valerie.

Tidak lama kemudian suara tawa muncul.

"P-Pfft."

22 Desember 2017
Salam,

GL

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top