Bab 22
"Maafkan aku yang seenaknya datang kehidupmu."
- oOo -
Hari ini Ray tidak datang seperti waktu sebelumnya. Valerie sudah menunggu daritadi, di teras rumah dan mengintip apakah lelaki tersebut kembali dengan cara yang sama.
Dia menyanyikan beberapa lagu dengan suara pelan yang nyaris tidak terdengar sembari mengayunkan kakinya senang. Kadang jemari lentik gadis tersebut memukul papan teras, mengikuti alunan musik.
Sudah berapa lama ya, sekarang? Ray bahkan belum terlihat. Valerie usil melirik arah jam.
Kamu belum datang... Batinnya. Valerie lalu menggembungkan pipinya serta wajah mengkerut masam yang menandakan bahwa ia tidak suka terlalu lama.
"Ray, kamu kok belum datang juga. Padahal udah lewat jam sekolahmu." Valerie menerawang jauh ke langit angkasa. Senja mulai muncul dan berganti pada malam khari yang dingin.
Valerie menghela napas, Ray belum juga datang. Bahkan mamanya sampai bertanya apa yang Valerie lakukan di teras. Valerie hanya tersenyum kecil menanggapi mamanya.
"Ya sudah, mama bikin makanan dulu. Nanti masuk ya, tidak boleh diluar terus. Dingin udaranya," jelas mamanya.
Valerie kembali menanggapi dengan anggukan kepala. Ia menatap tembok penghalang antar satu rumah dengan rumah yang lain itu sampai saat mama memanggilnya untuk makan. Valerie menyahut lalu beranjak untuk menutup pintu teras.
Sesaat, dia memandangi teras itu lekat-lekat. Namun, teriakan mamanya kembali terdengar. Valerie langsung bergegas menuju ruang makan, meninggalkan perasaan yang berkecamuk sedari tadi.
Dilain sisi,
Ray terduduk di luar tembok penghalang seraya mendengarkan Valerie mengoceh tentangnya sejak sore. Oh, ia sungguh pengecut. Akibat kemarin perasaannya ditolak secara tidak langsung, Ray menjadi tidak berani bertatap mata dengan gadis itu. Hatinya akan terasa nyeri saat kejadian itu berlangsung.
Lelaki tersebut masih terdiam ditempatnya, menjadi patung selama beberapa menit dan hanyut dalam pemikirannya sendiri tentang ia akan masuk atau kembali saja kerumah?
Rahangnya mengatup keras. Dia kacau, sulit untuk berpikir hal mana yang lebih logis. Ia mengacak kasar rambutnya sambil mengerang pelan. Akhirnya dia beranjak untuk pergi meninggalkan rumah Valerie dan menuju ke suatu tempat, yaitu rumah Elgard.
- oOo -
"Tumben datang jam segini, bro?" tanya Elgard sesudah membukakan pintu bagi orang yang mengetuk rumahnya malam-malam. Ray menampilkan wajah frustasinya.
"Gw lagi pengin berkunjung aja," ujar Ray tanpa menunjukkan senyum sama sekali di wajahnya.
Elgard tahu Ray pasti sedang ada masalah. Mungkin dengan gadis idamannya. Siapa tuh namanya? Valerie ya?
"Dah, gapapa. Masuk, bro." Elgard mempersilakan Ray untuk masuk. Dia juga menyunggingkan senyum ramah. Tentuna harus sopan karena kita teman lama walau umur terpaut jauh dan si Ray kusut mukanya kayak baju jemuran yang belum disetrika.
Ray masuk kemudian duduk di sofa. "Bro, kalau misalnya gw menginap sekitar tiga hari disini, keberatan?" tanya Ray cuek, matanya melihat kemana-mana.
Elgard mengelus dada, meminta pertolongan agar dikuatkan punya kawan yang cueknya seperti ini kalau lagi marah. Sedangkan, pas senang-senangnya bisa senyum seharian atau kadang terlalu asik dengan dunia sendiri lalu lupa dengan babang ganteng ini. Minta digampar emang. Bahkan dia gak sadar juga disekitarnya ada orang yang siap menjatuhkan.
Elgard segera menyuguhkan teh hangat yang baru diseduh.
"Untung kemarin sudah beli stok, ini satu orang susah ditebak. Datang tiba-tiba, pergi tiba-tiba," keluh Elgard dalam hatinya.
Ray menyeruput pelan teh yang diberikan karena masih panas. Kakinya disilangkan begitu santai, padahal rumah orang huh. Setidaknya dia butuh pelampiasan dan hanya satu brother-nya ini yang mengerti dirinya sedang membutuhkan apa.
"Jadi, bro. Ada apa? Tumben kesini, biasanya juga sama si ciwi ciwi itu, siapa ya?" cibir Elgard sengaja menyindir Ray.
"Valerie. Dia bukan ciwi-ciwi yang kamu pikirkan." Ray terkekeh mendengar penuturan Elgard dan kembali menyeruput teh hangat.
"Lantas, kenapa kesini?" Elgard menatap tajam Ray dengan penuh selidik.
"Gapapa, bro. Cuman butuh hiburan semata. Jadinya kesini karena..." Ray merangkul pundak Elgard erat. "hanya lu bro yang bisa mengerti gw dari sikap." Ray kembali terkekeh namun lebih ke nada yang menyedihkan.
"Bilangnya sih gapapa, tapi dalemnya beda lagi," sindir Elgard lagi seraya menyeringai kecil.
Ray menatap datar Elgard dan kembali menyeruput tehnya. Dia sedang berpikir untuk menceritakan masalah ini atau tidak. Bisa saja Elgard menertawakannya karena terjebak dihubungan yang rumit.
"Gw bakal cerita, tapi lu jangan ketawa," ujar Ray mempertegas suaranya.
"Bro, ketawa itu refleks. Bakal dicoba dah biar gak ketawa." Elgard mencoba menyakinkan Ray untuk bercerita tentang masalahnya.
"Bro, hubungan mesra tanpa status itu apa?" Ray berpura-pura melempar sebuah pertanyaan mengenai dirinya.
"Ya TTM lah. Harusnya laki-laki itu nembak bukan cuman diemin hubungan." Elgard kembali menatap Ray, mungkin tahu arah pembicaraan ini.
"Kalau laki-laki udah kode dikit, tapi perempuannya gak peka lalu di friendzone-in gimana?" Ray menghela napas panjang.
"Itu sih nasib. Berarti laki-lakinya harus berusaha lagi." Elgard mencoba sok bijak.
Ray langsung menepuk punggung brothernya itu keras. Elgard mengaduh kesakitan.
"Bukannya kasih saran malah meledek gitu." Tatapan mata Ray sinis kepada Elgard. Dia tahu itu tidak sopan kepada yang lebih tua. Namun, 'abang'nya ini susah buat diajak kerjasama.
"Siapa yang meledek!" Elgard mencoba membela dirinya sendiri. Jujur, dia gak punya pengalaman soal difriendzone. Jadi bingung mau kasih saran apa yang bagus.
"Kata-kata lu kayak meledek," tuding Ray lagi.
Waduh macam pms. Batin Elgard dalam hati.
"Selow bro, selow. Tarik napas lalu buang." Elgard mencoba menenangkan Ray.
"Gw bukan ibu ibu hamil yang mau melahirkan, Elgard." Ray menjitak kepala Elgard tanpa ampun.
"Maaf, mba. Daripada tambah pusing, mba tidur aja ya. Siapa tahu pas bangun bisa enak keadaannya. Udah malam juga," saran Elgard kepada Ray.
Ray membuang muka. Dia menaiki sofa dan tidur diatasnya.
Mungkin memang benar kata Elgard. Dia butuh istirahat, dia harus menenangkan pikiran, dia harus beristirahat. Maka, Ray pun menutup kedua kelopak matanya kemudian terbang ke dunia fantasi dengan bebas. Elgard secara diam-diam memberikan sarung kecil dan melapisinya ke atas tubuh Ray.
"Dasar kids jaman now," gumamnya.
13 Januari 2018
Salam,
GL
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top