Bab 18

Hari ketiga, Ray datang membawa coklat. Dia teringat membawa ini karena menu kemarin yang disuguhkan oleh Valerie untuknya.

"Valerieeee, aku datang lagi!" teriak Ray dari luar. Tidak ada sahutan terdengar.

"Valerieee," seru Ray untuk kedua kalinya. Tidak ada respon juga.

Valerie kira-kira kemana ya. ucap Ray dalam hati.

Tak lama kemudian, seorang gadis datang dari arah Timur menuju rumahnya. Ia menenteng beberapa kantong plastik. Terlihat kaget saat memandang jauh kedepan, sebab seorang pria menunduk di samping gerbang rumah. Valerie segera menghampiri Ray.

"Oh ya ampun, kamu sudah menunggu lama?" tanyanya tanpa berbasa-basi lagi. Padahal udara hari ini cukup dingin, tapi Ray memakai kaos tipis saja.

"Tidak lama kok, aku menunggumu." Ray mengadahkan kepala memperhatikan Valerie.

"Aku baru pulang dari belanja kebutuhan, ayo cepat masuk. Aku tidak ingin kamu sakit, Aiden." Valerie langsung menggiring Ray ke dalam rumah dan membiarkannya menunggu di ruang tamu.

"Aku tadinya ingin makan, jadi aku beli bahan. Sebentar aku masakan terlebih dahulu." tambah Valerie, lantas pergi ke dapur.

Namun, Ray sungguh keras kepala. Perlahan ia mengintip dari balik pintu dapur hendak melihat diam-diam dari jauh. Gadis itu lihai dalam memasak.

Awalnya Ray bingung apa yang sedang dibuat Valerie. Akan tetapi, lama kelamaan semakin jelas. Ia sedang memasak menu untuk musim dingin, sukiyaki.

Aroma mulai menguar masuk dalam indra penciuman Ray. Dengan tidak sabaran, dia masuk tanpa meminta izin terlebih dahulu, memeluk Valerie dari belakang. Kemudian menenggelamkan kepalanya dibahu gadis itu.

"Aromanya enak sekali," bisik Ray tepat di daun telinga Valerie. Lantas menggigit daun telinga gadis itu lembut. Ia terkekeh pelan saat tubuh Valerie menegang begitu saja.

"Bercanda bwek...," ejek Ray terhadap wajah merona Valerie yang terlihat jelas sampai telinganya ikut memerah.

Makanan jadi, Valerie berbalik dan memukul dada Ray pelan.

"Bodoh, bodoh, bodoh. Kamu sangat menyebalkan!!!" Valerie menyembunyikan wajah dibalik dada Ray.

"Ehehe. Ayo makan, aku sudah lapar...," Ray menangkup pipi Valerie, mencium pinggir bibir gadisnya lembut.

Lord, selamatkanlah hati hamba untuk kedua kali. Saat ini Valerie manis banget. Debatnya dalam hati ingin melakukan yang lebih atau tidak.

Akhirnya gadis itu menggangguk, ia menyuruh Ray untuk menjauh agar dapat leluasa mengangkat makanan ke meja dan mereka dapat cepat makan.

Asap mengepul, menguar aroma sedap. Sukiyaki disajikan dengan telur kocok, cara makannya adalah irisan daging yang didalamnya harus dicelup telur. Baru dimakan deh.

Saat makanan itu masuk ke dalam perasa Ray, tubuhnya langsung segar. Sangat hangat, juga enak.

"Whoaa, enak banget." ucap Ray memandang Valerie.

"Hu'um. Ini spesial aku buatkan untukmu ehehe." Valerie mengatakan jujur. Sejujur hatinya karena memendam itu tidak enak.

"Kapan-kapan kamu buatkan untukku lagi ya? Aku bakal kecanduan makan makanan kamu," bujuk Ray merayu Valerie.

"Iya, nanti aku coba masak bermacam-macam makanan untukmu." Valerie ikut memakan sukiyaki-nya.

"Asik," ujar Ray senang. Kini hanya terdengar dentingan sumpit.

Berselang beberapa menit, "Hah... kenyangnya." Ray mengusap perutnya.

"Aku kebelakang untuk cuci cuci dulu ya?" Valerie langsung pergi guna membersihkan alat yang mereka gunakan untuk makan.

Makin hari, hubungan Valerie dengannya memiliki kemajuan. Ray tidak sabar ingatan Valerie kembali. Oh iya, ingatan. Ray lupa untuk menanyakan kepada Valerie.

Apakah dia harus menunggu saja ya?

Ray menatap langit-langit rumah. Sebaiknya dia menunggu saja.

"Sudah menunggu lama?" Tiba-tiba Valerie berdiri di depan Ray.

"Gak kok. Ayo sini," panggil Ray sambil menepuk-nepuk pahanya, memberi kode pada Valerie.

Valerie memiringkan kepalanya bingung. Ray terkekeh pelan kemudian membuka suaranya.

"Maksudnya duduk disini," ucap Ray masih tertawa. Valerie yang akhirnya menangkap maksud Ray pun datang.

Dia duduk membelakangi Ray, tangannya asik memainkan boneka teddy pemberian Ray kemarin. Sedangkan Ray kembali memeluknya dari belakang, menghirup wangi dari surai gadisnya.

"Valerie, ada serpihan memori yang masuk ke kamu gak?" Ray mengeratkan pelukan di perut Valerie.

Valerie menggeleng pelan. "Belum ada yang masuk, sama sekali." Gadis itu mengatakan sejujurnya yang ada dalam hati.

Ray menghela napas berat. Tidak apa masih ada kesempatan buat terus mencoba. Mendadak, sikap isengnya muncul. Ray memainkan rambut Valerie. Dia mengikat bagian belakang dengan pita yang kebetulan ada dalam saku Ray ketika ia memeriksanya.

Seperti yang dia lakukan waktu pergi bersama Valerina. Bedanya tanda yang Ray kenali ada persis dalam Valerie, yaitu tahi lalat dibelakang leher.

Hanya satu satunya itu pengingat ciri khas Valerie dimata Ray. Setelahnya ia meminta Valerie untuk menghadap dirinya. Valerie menuruti apa yang dikatakan Ray.

Ray mencium pipi Valerie, lalu mengecup lembut kepalanya.

"Aku menyayangimu," ucap Ray.

Wajah Valerie merona. "U-Uh.. diamlah... aku bisa meninggal akibat diabetes kalau setiap hari kayak begini." Dia menundukkan wajah malu.

"Ehehe, lucunya. " Ray mencubit pipi Valerie. "Aku senang liat kamu kayak gini tiap hari," ujarnya senang walau Valerie sudah malu setengah mati.

"U-Uh...," Valerie semakin memerah.

"Aku senang loh tiap hari bisa kayak gini." Ray menyandarkan kepalanya pada pundak Valerie.

Mereka menghabiskan waktu bersama sampai sampai Ray tertidur. Sore menjelang malam mamanya pulang. Mamanya hanya tertawa kecil, Valerie menjelaskan dengan malu apa hubungan mereka. Mamanya terus menggoda bahkan Valerie mulai kelabakan.

- oOo -

7 Januari 2018
Salam,

GL

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top