Bab 17

Hari kedua. Ray bersemangat datang sembari membawa bunga matahari kesukaan Valerie.

"Valeriiee!" panggilnya dari depan gerbang. Namun, tidak ada sahutan.

"Valerieee!" teriak Ray untuk kedua kalinya. Pintu mulai berbunyi, ada seseorang membukanya. Wajah gadis itu menyembul dari balik pintu.

"Aiden?" Valerie merasa bingung Ray datang lebih cepat dari biasanya. "Kamu baru pulang, gak kerja sambilan?" tanya gadis itu khawatir.

Ray pernah bercerita bahwa ia mempunyai kerja sampingan di sebuah cafe, tapi sekarang lelaki itu berdiri dihadapannya seraya membawa yang bisa Valerie tebak adalah bunga matahari.

Mengapa bunga matahari?

"A-Anu.. boss ku sedang ada kerjaan mendadak. Ia meliburkanku hari ini karena cafenya tidak buka." Ray berusaha menjelaskan tanpa membuat Valerie curiga.

"Apakah benar?" Valerie menyipitkan mata sebagai tanda masih penasaran dengan perkataan Ray.

"Hu'um," jawab Ray singkat. 

"Baiklah, duduk disini dulu. Aku akan mengambilkan makanan untukmu." Setelahnya, Valerie langsung berjalan masuk. Ray menunggu dari luar sembari melihat arah sekitarnya yang penuh bunga. Udara segar menerpa wajah berperawakan khas Asia Timur.

Sudah lama dia tidak merasa sesegar ini semenjak Valerie pergi. Hari-harinya suram. Ray terkekeh geli mengingat perjuangannya untuk mendapatkan Valerie.

Derap langkah seseorang mulai terdengar.

Gadis itu datang, batin Ray.

Benar saja! Valerie menghampiri Ray sambil membawa nampan berisikan biskuit dan susu coklat hangat.

"Sama seperti kesukaanmu dari dlu," kikik Ray tak bisa menahan tawanya.

"Ga-papa. Tidak ada larangan kalau orang makan makanan manis layaknya anak kecil adalah belum dewasa," ujarnya mengeluarkan pendapat. Ray hanya manggut-manggut karena ia pikir sejak kapan Valerie dewasa? Selama ini dia tetaplah little teddy bear-nya

"Cepat makan! Gak baik rezeki diabaikan," sergah Valerie sembari memutar bola matanya jengah. Menurutnya, Ray hanya kebanyakan melamun jadi coklat panas yang ia buat akan dingin tanpa disentuh.

Valerie akan marah bila memang benar Ray tidak menyentuh coklatnya. Seandainya kalau dalam dunia kartun, mungkin Valerie digambarkan sudah mengeluarkan telinga kucing ditambah ekor berbulu lebat. Tentunya imut, kemudian wajahnya menggembung lucu, sesekali menggigit Ray agar menyentuh coklat panas.

Itu hanya 'seandainya' sebab didunia nyata hal tersebut tentu saja mustahil kecuali kalau cosplay. Valerie saat ini masih menatap Ray diam, menunggunya sampai sadar bahwa Valerie memperhatikan.

1 menit... 2 menit... 3 menit... belum ada reaksi sama sekali. Valerie masih bersabar. Berlanjut lagi, 4 menit... 5 menit... Gahhh! Valerie tidak sabar.  Dia mencubit lengan Ray sampai mengaduh keras dan baru sadar dengan hal yang terjadi.

"Aw.. aw.. Valerie... stop it." pinta Ray agar gadis mungil dihadapannya menghentikan aksi mencubit.

"Gak mau!" ucap Valerie marah, masih saja melancarkan cubitan mematikan.

Ray kewalahan menanggapi Valerie. Ia juga bingung apa yang menyebabkan Valerie marah. Maka, Ray mengedarkan pandangan. Ternyata oh ternyata, makanan yang dibawah toh. Ray menghela napas, menampilkan senyum kecilnya.

"Ssh.. little teddy." Ray mendekatkan kepala Valerie kedalam dadanya. Tangan yang lain mendorong pinggul gadis tersebut agar masuk dalam dekapannya.

"Kamu sudah jadi little cat tahu? Aku tidak tahan untuk menciumimu daritadi, entah di pipi, di kening, di daun telinga, dan tempat yang terakhir ini, " bisik Ray tepat ditelinga Valerie seraya mengusap tipis bibir mungilnya. Sangat menggoda untuk disesap.

Lantas Valerie menunduk malu, wajahnya semerah kepiting rebus ssst ini. Hatinya tidak menolak bila Ray berkata lembut seperti itu, dia malah senang.

Ray mengelus puncak kepala Valerie sayang. Dikira Valerie masih marah akan hal tadi, tapi sebenarnya Valerie menikmati usapan demi usapan Ray.

"Sudah merasa lebih tenang?" tanya Ray sembari mengecup kening Valerie.

Gadis itu mengangguk kecil, lalu mengulas senyum tipis. Setipis benang.

"Baguslah kalau begitu," ucap Ray lega. Ia perlahan melepaskan pelukannya. Lengan kokohnya mengambil segelas coklat panas yang disuguhkan oleh Valerie, meminumnya karena sudah mulai mendingin.

"Enak, memang jago ya buatnya," kekeh Ray pelan memuji Valerie walau hanya dengan segelas coklat.

Valerie kembali tampak malu-malu. "Ah sudahlah," bantahnya. Ia langsung berlari kecil ketempat bunga matahari yang diberikan Ray, ingin menanam bunga pemberian tersebut.

Sedangkan Ray masih bersantai tanpa menyadari kemana Valerie pergi sampai saat bunga matahari berukuran cukup besar itu. Kepalanya terlihat dibalik bunga, tersenyum lebar saat melewati Ray.

Sama seperti waktu kecil, bedanya hanya pada masa lalu Ray yang membawa bunga dan dimasa
sekarang adalah Valerie.

"Kamu mau menaruhnya di perkarangan?" Ray memiringkan wajahnya.

"Tentu saja Aiden, memangnya mau taruh dimana? Kolam?" Valerie menggali tempat kosong, tidak berbalik badan untuk menatap Ray.

"Ya.. juga bukan dikolam sih, misalnya di taman gitu?" Ray membalas ucapan Valerie.

"Tidak, ini pemberian darimu untukku, tidak mungkin aku akan menaruhnya di taman, Aiden." Valerie tampak mengeluarkan bunga dari potnya, memasukan kedalam lubang yang sudah ia gali.

"Begitukah? Berarti bungaku spesial—"

"Tidak. Tidak sama sekali," potong Valerie langsung terhadap pernyataan  Ray.

"Ayolah, mengaku saja..., " goda Ray menaikkan alisnya jahil.

"Jawabanku tetap sama, yaitu tidak." Valerie masih bersikeras meski hal tersebut benar apa adanya.

"Ayolah, aku ingin mendengar kata itu darimu." Ray masih meminta Valerie untuk mengeluarkan isi hati nya.

"Tidak. Sekali aku bilang tidak tetap tidak. Lagi pula ini sudah sore, tidak kembali?" Valerie menyiram bunga Ray, mengusir secara halus dari ucapannya.

"Sedih.. tapi lihat saja, suatu hari kamu akan mengaku juga. Ingatlah," ucap Ray telak tak terbantahkan.

"Iya, iya. Cepat pulanglah." Valerie masih tidak berbalik.

Ray mundur perlahan, meninggalkan Valerie di waktu senja.

- oOo -

6 Januari 2017
Salam,

GL

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top