Bab 16

Hari pertama pun tiba. Sesuai janjinya Ray akan datang kerumah Valerie.

"Hai, teddy bear," panggil Ray sembari tertawa mengejek kepada Valerie.

"U-Uh.. kebiasaan!" Valerie menggembungkan pipinya. "Oh ya, itu apa?" ujarnya. Namun kaki Valerie mendekati punggung Ray sebab tangan pria tersebut ada dibelakang, seperti menyembunyikan sesuatu.

Ray membalikkan diri, menghalangi Valerie agar tidak melihat yang ia bawa saat ini.

"Come on! Perlihatkan yang kamu bawa," ujar Valerie segarang singa betina. Kini matanya menajam bagaikan elang yang siap memangsa.

"O-ow- tenang dong," ucap Ray memintanya untuk bersabar. Ray perlahan mengeluarkan apa yang dibawanya kepada Valerie. Sebuah boneka teddy bear coklat berukuran sedang dalam genggamannya.

"Kamu tahu kenapa aku selalu memanggilmu teddy bear? Itu karena kamu mirip sekali dengannya." Ray terkekeh seraya mencolek hidung Valerie gemas.

"Jangan samakan aku dengan teddy bear u-uh.." Valerie mencubit tangan Ray.

Ray tersenyum. "Aku tidak bisa berhenti menyamakanmu dengannya."

"Dasar menyebalkan!" Valerie memukul-mukul dada Ray pelan. Sedangkan Ray hanya menggaruk pipi yang tidak gatal.

Perhatian Ray mendadak tertuju kepada hal dibelakang Valerie. "Oh ya, kamu tadi lagi ngapain?" tanyanya penasaran.

"Ah itu...," ujar Valerie sebelum mengambil secarik kertas. "aku hanya menumpahkan imajinasi tentang bunga di atas media ini." Valerie memperlihatkan gambar bunga lily, tulip, serta mawar lengkap sudah diarsir tipis dengan pensil warna.

"Whoa... bagus banget." puji Ray untuk Valerie karena terkesima.

Perpaduan warna menyampur jadi satu. Menciptakan pesona baru bagi pandangan sang penikmat, tidak bisa lepas dari keunikannya.

"Tidak mencoba untuk menjualnya?" Ray menunjuk gambar Valerie.

"Aku minder. Gambar orang orang jauh lebih baik dariku. Gambar yang seperti ini tidak ada apa-apanya dari mereka, hanya secuil debu." jelas Valerie sambil menundukkan kepala sedih.

"Siapa bilang? Gambarmu bagus. Setiap orang punya selera masing-masing. Ada yang suka detail, ada yang suka simple. Pandangan orang terhadap gambarmu jugalah berbeda! Be confident!" Ray memegang pundak Valerie. "Kamu.harus.percaya.pada.dirimu. Do you understand?"

"U-Um.. ok." Valerie mengangguk pelan.

"Baguslah," ujar Ray senang.

"Mau mencoba untuk membuka commission? Kamu buka jualan gambar, mereka request. Nanti kamu gambarin. Oh ya, kamu ada akun ig kan? Tentunya biar mempermudah." ucap Ray menambahkan.

"U-Uhm, aku gak punya. Bahkan benda yang kamu sebut handphone itu, aku tidak memilikinya." Valerie menampilkan cengiran lebar kepada Ray tanpa rasa bersalah.

Ray menepuk dahi sembari menghela napas, memang teddy bear pikirnya. Namun, ada ide terlintas dibenaknya. "Ah, bagaimana kalau menggunakan igku?" tawar Ray.

Valerie mendongak. "Igmu? Ah... tidak. Nanti akan merepotkan." ujar gadis itu menolak halus ide yang baru diberikan oleh Ray.

"Ayolah, aku memaksa." Ray memberikan senyuman terbaiknya kepada Valerie,

"U-Uh.. baiklah." jawab Valerie akhirnya setelah memikirkan matang-matang.

Ray mengambil potret dari hasil karya Valerie lalu memberi caption 'open commission'. Dicantumkan juga harganya (setelah pertimbangan) agar pelanggan bisa menimng apa yang akan dipesan.

Baru di post beberapa menit, sekitar tiga DM masuk dalam pesan ig milik Ray. "Valerie liat deh, ada yang mau nih." tunjuk Ray setelah menepuk punggung Valerie.

"Mereka ada yang pesan bunga tulip, anggrek, dan daisy. Trus kedua pesan bunga mawar sekitar tiga tangkai untuk digambar dan terakhir sebuket bunga dengan berbagai jenis didalamnnya." Ray menyebutkan satu persatu apa yang diminta.

"Whoa.. cukup sulit, tapi akan aku coba!" ucap Valerie berbinar-binar. "Terima kasih Aiden." Refleks Valerie memeluk Ray erat.

Aiden, panggilan itu.. adalah panggilan masa kecilku. Batin Ray.

"Sama-sama." Ray mendekatkan pinggang Valerie dengannya kemudian memeluk posesif. Namun, matanya tertuju pada gadis yang baru saja datang di pintu gerbang. Wajah Ray menyeringai tipis.

Ia mempertontonkan ini kepada Valerina Nao tanpa Valerie sadari. Gadis itu mundur perlahan, lalu berlari meninggalkan mereka berdua. Setelahnya pelukan Ray terlepas. Valerie melihat kebelakang bingung.

"Apakah tadi ada orang?" tanyanya polos kepada Ray. Ray berpura-pura menggeleng tidak tahu seraya mengendikan bahu.

"Ah... oke? Selanjutnya, aku akan menggambar pesanan mereka." Valerie dengan tangkas mengambil buku gambarnya serta kotak pensil, berisi berbagai macam alat yang akan digunakan. Valerie juga mulai membuat kerangka awal sebelum menggambar bunga.

"Valerie, sejak kapan kamu belajar menggambar?" tanya Ray penasaran akan asal usul Valerie awal melakukan hobbynya.

"Aku belajar 2 tahun setelah kecelakaan. Tekanan selalu saja menghantuiku, jadi aku melampiaskan dengan hobby ini." Valerie menjelaskan, namun maniknya masih fokus terhadap sketsa.

"Begitukah..? Maafkan aku terlambat menemukanmu." Ray membelai lembut helaian rambut Valerie.

"Gapapa, aku sudah ada jalannya, begitu pula kamu ada jalan sendiri. Kita bertemu mungkin hanya kebetulan." Valerie kembali menjelaskan dengan saksama.

Ray membantah pemikiran Valerie. Pertemuan mereka bukan sebuah kebetulan. Bukan. Ini adalah takdir yang telah ditentukan. Ray yakin itu walau orang sering mengatainya sebagai obsesi atau apa itu, tapi bagi dia inilah cintanya.

"Tidak, ini tidak kebetulan Valerie." Ada terselip nada tak bisa dibantah. "Bagaimana kalau pertemuan kita bukan hanya kebetulan?" tanya Ray kepada Valerie.

"Ini hanya kebetulan, Aiden." Valerie ikut menegaskan apa yang diucapkannya.

"Berani taruhan denganku?" Ray mengulurkan tangannya sebagai tanda deal memulai pertarungan. Tidak disangka, Valerie menyambut senang, ia menerima uluran tangan Ray.

"Berani, dan deal." Valerie begitu yakin atas pilihannya.

"Oke mari kita lihat nanti." Ray menopang dagu kembali memandang Valerie lekat, tidak ingin lepas.

Akan kubuktikan kamu, pertemuan kita bukan hanya kebetulan. Tunggu saja.

- oOo -

4 Januari 2018
Salam,

GL

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top