Bab 13
"Penyesalan memang selalu datang terlambat."
- oOo -
Dingin. Cuaca hari ini mendung, tapi ada seorang gadis yang terlihat mondar-mandir di depan apartemen seseorang. Dia adalah Vaerina Nao. Dari pukul tujuh pagi, Valerina sudah menunggu sosok Ray. Ia ingin mengatakan permintaan maaf dan rasa bersalahnya atas hal kemarin. Namun, rupa lelaki tersebut tidak kunjung muncul. Valerina mulai habis kesabaran dan menendang pintu apartemen Ray.
"Sialan, kau mempermainkanku," umpat Valerina untuk Ray yang entah berada dimana. Gadis tersebut merosot turun, kemudian bersender pada pintu.
"Niat mau minta maaf hanya saja dia mengacaukan segalanya." Valerina mengacak rambut asal. Make up yang sudah dipoles rapi juga berantakan, mata sembab akibat menangis kemarin.
"Hah.. kemana kau Ray?" tanya Valerina dalam hatinya, seharusnya dari awal dia jujur tentang identitas. Valerina merindukan lelaki tersebut dalam hidupnya. Ini pertama kali Valerina merasa diperlakukan lembut. Akan tetapi, Ray cuman mencari Valerie, kakak pertamanya.
'Mengapa harus Valerie? Selalu saja dia. Aku benci dia.' batinnya kesal. Valerina masih mau menunggu Ray. Ia yakin Ray berada dalam apartemennya. Malangnya, Valerina.
Sedangkan dilain tempat,
"Ahahaha- Bro sini broo!" teriak Ray memanggil Elgard yang baru saja keluar dari kamar mandi hendak memakai baju.
"Ada apa?" tanya Elgard kepada Ray penasaran.
"Liat dah bro! Lucu banget, masa udah jatuh ditimpa sama gajah lagi." Ray kembali tertawa keras, di pelupuk matanya ada sedikit air mata.
"Oh," Elgard menatap datar Ray. "Dikirain apaan, malah belum pake baju lagi gegara panggilan kau." Ia menunjukkan badannya yang masih terbalut handuk.
"Idih, sono. Nanti gantengnya Ray disaingi. Biasanya cewe-cewe kan sukanya roti sobek," Ray kembali tertawa lepas. Dia memukul pundak kawannya itu untuk melanjutkan aktivitas.
Sebenarnya, Ray juga merasa acara barusan tidak lucu. Cuman karena rasa tidak ingin Elgard khawatir, makanya Ray bersikap seolah-olah sudah kembali normal. Hatinya mencelos. Prediksi Ray tidak akan meleset bahwa Valerie masih mencarinya. Ray tetap tinggal sampai keadaan cukup aman. Sepertinya satu hari untuk mendiamkan dapat membuat perempuan itu untuk menyerah sehingga Ray tidak akan merasa terganggu lagi.
"Pft," Lagi-lagi Ray tertawa. Dia berpikir bahwa itu setimpal untuk Valerina selama ini. Tidak sebanding dengan rasa sakit yang terus menggerogoti hatinya.
Ray mematikan televisi, bersandar pada sofa. Elgard datang dan menghampirinya. Ia duduk disamping Ray, kembali menyalakan televisi.
"Bro, gak ada kuliah hari ini?" tanya Ray kepada Elgard yang masih bersantai-santai menikmati acara pagi.
"Sekitar jam dua belas nanti baru masuk." jelas Elgard singkat, padat, dan jelas. Ray mengangguk, lalu menatap lagi Elgard.
"Mau cari makan gak bro?" Ray menatap sekilas Elgard. Namun, teman sebelahnya masih asik pada hal yang dilakukan.
"Ayo dah, sekalian lapar nih," Elgard mematikan televisi menggunakan remote. Pergi mengambil jaket kesukaannya.
Ray juga beranjak untuk memakai sendal. Untung dirinya sudah mandi sehingga tidak perlu repot bila penampilan berantakan. Setelah itu mengikuti Elgard.
"Mampir ke kedai ramen aja ya, tenang disekitar sini. Jadi gak bakal ketemu sama Valerie palsu itu. Juga rasanya terjamin kok." Elgard mengedipkan satu matanya jahil.
Ray mendengus jengah, temannya ini memang sangat usil dalam mengejek dirinya. Memang kemarin malam cerita mengalir saja, tapi sikap yang satu ini biasa membuat Ray kesal sendiri.
"Sudah sampai." ingat Elgard kepada Ray agar tidak terus melamun.
Dihadapannya sekarang, berdiri sebuah toko ramen dengan nuansa khas rumah zaman dulu. Masih terbuat dari kayu dan tempatnya terbuka, dipinggir jalan. Ray dan Elgard masuk mencari tempat duduk sebab jumlahnya terbatas.
Setelahnya Elgard memanggil paman tersebut, "Pamaaannn! Pesan rame dua porsi ya!"
"Siap nak! Ada tambahan seperti minuman?" sahut paman ramen.
"Hmm.. Ray, mau pesan apa?" Elgard menoleh ke arah Ray.
"Teh saja cukup." jawabnya cepat, ia sedang ingin minum yang hangat-hangat.
"Oke, pamaaaannn tehnya dua ya!" ucap Elgard lagi.
"Siap nak, akan segera datang pesanannya." Kakek itu tersenyum kecil mengetahui langganan tetap datang, yaitu Elgard Wyngale. Anak itu memang tidak berubah dari kecil, selalu saja ceria.
Tidak lama kemudian, pesanan datang. Ray dan Elgard mengucapkan selamat makan berbarengan, tapi satu hal mengusik Ray. Seorang gadis berdiri disamping mejanya yang bukan lain adalah Valerina. Ray langsung menghentikan acara makan-makannya, meletakkan sumpit kemudian meninggalkan Valerina sendiri. Sebelum sempat pergi, Valerina menarik lengannya kuat. Bibir mungilnya bergetar, ingin mengatakan sesuatu.
"Ingin menjelaskan apa lagi? Saya sudah muak dengan anda. Jadi tolong pergi lah." ujar Ray tajam, lantas ia mengayunkan tangannya untuk melepaskan genggaman Valerina. Cukup mudah bagi Ray karena tenaga gadis tersebut tidak sebanding dengannya.
Sahabat yang sedang menikmati ramennya pun menjadi kelabakan. Elgard segera membayar paman dan meninggalkan ramen sisa sedikit.
"Makananku..." ringisnya dalam hati sembari mengejar Ray.
Kini tersisa Valerina. Bahunya merosot untuk kedua kali. Sudah diduga bahwa Ray tidak akan mendengarkannya. Valerina jongkok, menangis sejadi-jadinya. Orang disekitar mereka juga tampak memperhatikan. Ada seorang lelaki muda membantu Valerina untuk menenangkannya. Bersyukur yang lain sudah melanjutkan makanannya.
- oOo -
"Ray, tunggu hoe." panggil Elgard terengah-engah. Ia kehabisan napas untuk megejar Ray disaat tidak siap.
"Sorry bro, gw cuman mau menghindar." Ray terkekeh pelan.
"Tapi gak gini juga kali!" Elgard menatap kesal 'adiknya' itu.
"Ya deh, besok gw traktir." Ray merangkul erat pundak Elgard. Bermaksud untuk menenangkan dari amarah yang siap meledak sebentar lagi.
"Huft," Elgard menghela napas berat. Kembali menjawabnya, "Jangan lupa. Nanti kunaikan jadi dua kali lipat."
"Iya-iya tenang saja."
Mereka pun berjalan santai sambil berjalan pulang, yaitu rumah mereka.
30 Desember 2017
Salam,
GL
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top