Bab 11

Hari kedua telah tiba. Ray kembali melanjutkan misi untuk menguntit Valerie dan lokasinya sekarang adalah di trotoar jalan. Entah akan kemana si Valerie, Ray ikut saja demi keberhasilan. Valerie berjalan cepat menuju tangga lorong bawah khusus stasiun. Ray ikut berlari karena mengejar gadis itu. Akan tetapi, Dewi Fortuna tidak memihak Ray lagi.

Dia menabrak seorang gadis berambut hitam, mirip dengan Valerie. Sayang, wajahnya tertutup poni, dan ia memakai syal sehingga sulit dikenali.

Ray lantas membantu gadis itu untuk berdiri kemudian membungkuk sebagai tanda permintaan maaf telah menabraknya. Gadis tersebut mengangguk. Ray langsung saja pergi menyusul Valerie, tapi sebelum pergi, Ray sempat melirik kebelakang.

'Terasa familiar' batinnya.

Oh tidak! Pengumuman mengatakan bahwa kereta yang Ray lihat tadi berangkat. Pasti ada Valerie didalamnya. Gagal sudah untuk hari ini. Ray mengacak rambut frustasi. Kapan dia bisa mengetahui jati diri Valerie sebenarnya? Apakah dua tahun atau tiga tahun? Itu terlalu lama! Batin dan pikirannya terus saja berdebat. Kepala Ray seketika pening. Lelaki tersebut memijat pelipis. Jika seandainya dia bukan Valerie yang Ray cari, Ray pasti akan kecewa dan menanyakan perihal, mengapa menyamar sebagai Valerie?

Tentunya Ray tidak akan menemui kembali seorang yang tidak jujur dan pengkhianat bila hal itu terjadi nanti.

- oOo -

Ray tidak fokus saat berada di apartemennya. Saat dia akan memasak makanan, Ray lupa untuk membeli bahan, waktu memasak juga makanannya gosong. Ray sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ck, ia tertawa pelan. Bagaimana bisa Dia seberantakan ini gara-gara satu perempuan yang bahkan identitasnya mulai Ray ragukan?

Ray duduk di sofa rumahnya, mengadah ke jendela. Ia merasa aneh pada diri sendiri, dari sikap, kelakuan, sampai tutur kata. Ray tidak pernah berbicara terlalu halus.

"What happened to me?" Dia seakan bertanya kepada langit. "Apa besok langsung ke Valerienya saja kali ya? Meminta penjelasan perihal itu."

Ray membaringkan diri, kedua tangannya membentuk V dan menjadi bantalan kepalanya. Dia mencoba untuk memejamkan mata, berharap dirinya dapat tidur setelah kebingungan yang melanda.


Nyatanya, tidak bisa. Ray terus terbayang rupa Valerie. Lelaki tersebut mengerang kecil. Haruskah Valerie yang muncul? Ray berantakan. Sekarang ia sedang tidak ingin mengingat gadis tersebut, dan dia merasa khianati sedikit demi sedikit. Ray harus tidur guna mempersiapkan hari esok secara lahir juga batin.

Ray mengubah posisinya, berjalan menuju dapur untuk membuat teh hangat. Mungkin saja sesudah meminumnya dapat melegakan pikiran. Lantas ia mencoba lagi untuk memejamkan mata setelah berbaring untuk kedua kali, sepertinya berhasil. Napas lelaki tersebut sudah teratur dan tenang.

- oOo -


Saat ini Ray sedang berada di taman kota, dimana dia sudah mengirim pesan kepada Valerie untuk bertemu. Memang mendadak, tapi semoga saja gadis itu datang. Sambil menunggu, Ray berkeliling disekitar taman. Entah melihat air pancur, memetik bunga atau menyapa pengunjung.

"Ray!" panggil seseorang dari kejauhan. Dapat terdengar dari nadanya bahwa itu sedikit berteriak. Yang dipanggil pun segera melirik karena Ray tahu siapa dia.

"Um, hai Valerie," sapa Ray kepada Valerie disertai oleh senyuman kecil.

Valerie mengangguk. "Jadi, ada perihal apa sampai Ray memanggilku kesini."

Ray mendelik sejenak kepada Valerie, dia menggenggam tangan gadis itu dan membawanya ke ayunan dimana lokasi mereka berkenalan. "Kita kesini dulu ya, cari posisi yang pas."

Ray menghela napas, membuka suara. "Jadi gini, aku nanya sesuatu yang penting banget untuk aku. Apakah kamu bersedia untuk menjawabnya?" tanya Ray. Sorotan matanya penuh harap.

"Iya, tanyakan saja Ray." Valerie memberikan alarm bahwa dia akan menjawab pertanyaan yang Ray lontarkan.

"Apakah kamu benar Valerie?" Ray menajamkan pandangannya.

"Tentu saja aku benar Valerie." jawab gadis itu tenang.

"Lalu, dimanakah tahi lalat yang berada di belakang lehermu?" Ray menyampingkan rambut belakang Valerie, mengelus pelan lehernya.

"Waktu itu aku menggaruknya sampai terluka, kemudian mulai sembuh perlahan. Namun naas, milikku hilang." jelas Valerie cukup masuk akal.

"Hm... kalau misalnya benar. Bukankah harusnya meninggalkan luka walau hanya sedikit?" Ray melanjutkan ucapannya. Banyak sekali pertanyaan muncul.

"Um, aku sering perawatan jadi bekasnya menghilang." Valerie mulai tampak tidak nyaman dengan berbagai macam pertanyaan Ray.

"Bagaimana dengan boneka teddy bearmu? dan coklat? Bukankah itu kesukaanmu. Kemudian kamu memakai baju dengan warna yang kamu tidak suka sebab saat kecil kamu mengatakan tidak suka warna putih. Lihatlah! Kamu bahkan memakai dress putih saat pertemuan kita?" Ray memojokkan Valerie, tersirat dalam pernyataan barusan.

"U-Um.." Valerie mulai tidak bisa menjawab. Ada perasaan takut dan juga bersalah. Banyak perubahan pada Valerie seperti wajahnya jadi masam, jemari tidak bisa diam. Keringat tampak mengucur di beberapa tempat.

"Cepat jawab Valerie." Ray semakin tidak sabaran. Kakinya tidak bisa diam, menghentakkan seperti ritme jam. Valerie terdengar menghela napas terlebih dahulu sebelum membuka suara.

"Aku.. sebenarnya..."

Mata Ray langsung membulat mendengar jawaban Valerie. Ck, dia tidak menyangka akan serumit ini. Rahang Ray mengatup keras menandakan bahwa ia marah. Tangan Ray memegang pundak Valerie keras. Mulutnya ingin melontarkan pertanyaan dan berbagai perasaan yang campur aduk. Gadis itu meringis kecil, tapi Ray tidak peduli. Matanya sudah berkelibat memperlihatkan rasa kecewa yang amat mendalam.

Hatinya sangat sakit mendengar itu.

- oOo -

28 Desember 2017
Salam,

GL

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top