Invalidite | 7
You have to fight to get the best.
-Pelita Senja-
Setelah menguncir rambut kepangnya, Pelita meraih tongkat dan keluar dari kamar untuk berangkat kuliah. Ia terlebih dulu menata meja makan dengan sepiring nasi goreng mata sapi, lalu memasukkan bekalnya ke dalam tas.
Saat melewati ruang tamu, langkahnya terhenti. Raut khawatir dan ketidaksukaan bercampur jadi satu di wajahnya karena melihat laki-laki itu berbaring di sofa dengan tv menyala.
"Ayah," panggilnya setelah mendekat. Sosok itu masih bergeming. "Jangan sering tidur disini. Nanti ayah masuk angin,"
Tidak ada sahutan selain gerakan kecil menutupi wajah dengan tangan seolah bisikan Pelita terlalu berisik. Memang terlalu pagi untuk Burhan bangun.
"Pelita berangkat dulu, ya. Sarapannya udah siap." Ucapnya seraya menaikkan selimut. Meski ia tau Burhan tidak mendengar, tapi Pelita mengatakannya dengan sepenuh hati.
Pelita baru saja akan beranjak ketika ia teringat sesuatu. Bertumpu dengan satu tangan pada tongkat, ia perlahan menunduk, meraih tangan ayahnya dari bawah selimut dan mencium punggung tangan laki-laki itu.
"Assalamualaikum, Yah." bisiknya terkekeh geli.
Sudah menjadi kebiasaan bagi Pelita berangkat pagi. Ia harus cepat mengejar bus atau angkot yang ada. Dan ia benar-benar tidak terima jika aktifitas mengejar busnya terancam gagal hanya karena sebuah mobil sudah menunggunya di luar pagar.
"Gilvy, udah aku bilang gak perlu jemput terus." Pelita bersungut memandang cowok itu hanya mengangkat bahu seraya tersenyum.
"Aku bisa berangkat sendiri," Pelita membuka pagar dan menguncinya dari luar.
"Jangan bikin aku ngerepotin kamu terus, dong."
"Aku gak ngerasa direpotin."
"Aku yang ngerasa."
"Pelita, lebih mudah kalo kamu bareng aku. Tujuan kita sama."
Pelita sangat mengerti maksud Gilvy. "Aku tau niat kamu baik. Tapi rumah kita gak searah,"
"Tapi-"
"Kaki ini gak pernah jadi masalah," Pelita tersenyum. "Jangan khawatir aku kegencet atau kesandung bangku di bus deh,"
Gilvy tau benar hal itu. Pelita sangat mandiri dan tidak suka merepotkan orang lain dengan kondisinya. "Tapi aku terlanjur disini,"
"Aku udah bilang ini dari kemaren-kemaren tapi kamu tetep aja dateng dan ngomong hal yang sama," Pelita pura-pura cemberut. "Kamu sengaja gak mau berenti, kan?"
Gilvy kembali terkekeh. Kapan lagi ia bisa berduaan dengan cewek ini meski hanya sepanjang perjalanan ke kampus. Ia meraih lengan Pelita untuk mengakhiri protes cewek itu dan membimbingnya menuju sisi mobil.
Namun, sebuah mobil yang berhenti tepat di depan mobil Gilvy membuat keduanya menoleh. Jika pegangan Gilvy mengerat di tangannya, Pelita sendiri tidak percaya apa yang ia lihat.
"Masih pagi," ucap Dewa. "Mau jadi apa negara ini kalo anak mudanya pada pacaran mulu."
"Dewa?" Pelita membelalak. Sedang Gilvy melangkah maju berdiri di depan Pelita.
Dewa memasukkan kedua tangan ke dalam saku. Aroma musk yang segar tercium ketika cowok itu datang mendekat. Ia mendorong bahu Gilvy. "Minggir,"
"Mau apa lo kesini?" Tanya Gilvy tidak ingin bergeser dan tetap menutupi Pelita dengan tubuhnya.
"Tai kuda," Dewa mendengus. "Kepagian gak sih ngajak gue ribut?"
Karena aura permusuhan yang sangat kental diantara keduanya, Pelita mengambil langkah ke samping. Disaat itulah Dewa menatapnya.
"Udah siap?" Dewa memperhatikan penampilan kuno Pelita sesaat. "Ayo," kemudian tangannya terangkat ingin meraih bahu Pelita namun di tepis cepat oleh Gilvy.
Gilvy tidak memberikan keramahannya sedikitpun. "Pelita bareng gue."
Dewa berdecak. Maju selangkah menghadap Gilvy. Melihat itu Pelita cepat beranjak berdiri diantara keduanya. Memberikan tatapan tidak habis pikir.
"Mau ngapain?" Tanyanya pada Dewa. "Mau ngajak berantem, Gilvy? Dewa jangan nakal dong. Nanti tetangga denger ribut-ribut kamu diarak ke rumah Pak RT, mau?"
Dewa mendelik. "Apaan, dah!"
"Ini," Pelita menunjuk celana Dewa di bagian lutut. "Kenapa di robek-robek sih. Pulang dulu, deh. Ganti. Yang ini aku jaitin,"
Tentu rasa kantuk yang ia rasa ketika memaksa bangun pagi langsung menguap hilang. Pelita memilih waktu yang salah mengomentarinya ketika ada Gilvy yang memandangnya remeh.
"Diem, lo!" Dewa mencekal lengan Pelita. "Masuk gak pake bacot!"
Aksi itu tertahan karena Gilvy menepiskan tangan Dewa menjauh. Memancing kesenangannya semakin banyak.
"Bentar deh bentar," ujar Pelita menengahi. "Kalian rebutan apasih? Mending kita bertiga berangkat bareng aja," Pelita mengatakannya seperti sebuah ide brilian dengan senyum lebar.
Dewa memutar matanya. "Bego! Gue jemput lo doang, gak pake ini tai kuda ngikut segala."
"Gue yang duluan sampe," sahut Gilvy.
Dewa mengangkat bahu. "Gue gak peduli," ia beralih menatap Pelita. "Buru!"
"Jangan peduliin dia, Ta." Ujar Gilvy. "Dia gak bisa maksa kalo kamu gak mau,"
"Kata siapa dia gak mau?" Dewa memasang kacamata hitamnya dan menyisir rambut berantakannya ke belakang. Bersiap menyaksikan kemenangan melawan Gilvy.
"Permintaan pertama, berangkat bareng gue."
***
"Pelajaran yang sama, tapi materi dan soal beda," Pelita mendorong kertas kosong beserta soal ke hadapan Dewa. "Coba kerjain lagi."
Dewa menguap sembari meraih pulpen malas. Ia melihat soal lalu mulai menuliskan jawabannya di kertas.
"Jangan muncul tiba-tiba kayak tadi pagi, Wa. Aku kan jadi gak enak sama Gilvy."
"Dienakin." Sahut Dewa acuh, satu tangan bertumpu malas sedang tangan yang lain menulis.
"Mana bisa gitu. Dia udah baik banget sama aku selama ini,"
"Gue juga bisa baik," Dewa melempar pulpen ke atas meja. "Nih, beres."
"Paling enggak kamu bisa bilang dulu. Aku kan udah kasih nomor hape kemaren." Pelita menarik kertas jawaban Dewa lalu melongo.
"Dewa!"
"Minum dong, minum." Dewa menunjuk botol air mineral di sebelah siku Pelita.
"Ini kenapa kertas jawabannya malah digambarin sih!" Pelita menyerahkan botol minumnya. "Kemaren bisa jawab bener, kenapa sekarang enggak."
"Suka-suka gue lah,"
"Kemaren kamu bawa contekan ya?" Tunjuk Pelita dengan jari.
"Enak aja lo ngomong," Dewa bersandar dan mengangkat kakinya bertumpu di atas meja.
Pelita cemberut, membuka buku dan ingin menjelaskan materi yang baru saja dikerjakan Dewa. Karena begitu penasaran dia langsung memberikan soal tanpa penjelasan.
"Lo abis ini kemana?" Tanya Dewa.
Pelita menurunkan buku, tampak berpikir. "Nyari patung. Gara-gara kamu kemaren ngancurin itu,"
"Gue gak ngancurin!"
"Untung ada Gilvy yang nemenin nyari gantinya,"
Dewa mendengus. "Kenapa apa-apa sama itu cowok? Manja, bego!"
Pelita menjulurkan tangan dan mencubit lengan Dewa. Membuat cowok itu terkesiap karena keberanian Pelita.
"Ngomongnya dibenerin ih. Kalo aku tau tempatnya juga bisa nyari sendiri."
Dewa bangkit meraih ransel. "Bareng gue sini."
"Kemana?" Tanya Pelita bingung.
"Kita tadi bahas apa, tolol?!"
Pelita mengerutkan dahi. "Patung?"
"Yaudah ayo!"
"Loh-loh belum selesai kamu ngerjain soal." Tanpa sempat membereskan meja, Dewa sudah lebih dulu menariknya keluar dari ruang lukis. Pelita hanya bisa menggerutu dan sesekali menjejakkan tongkatnya ke kaki Dewa kesal.
***
Mereka sampai di sebuah pasar seni yang di dominasi kerajinan serta barang antik. Toko-toko berjejer dengan sisi jalan juga dipenuhi lapak-palak penjual. Untung saja Gilvy memberikan alamat, meski sebelumnya Pelita harus memastikan jika ia akan baik-bail saja bersama Dewa.
"Aku heran, kenapa kamu sama Gilvy keliatan gak akur,"
Dewa, yang sedari tadi berjalan di belakang Pelita memutar mata.
"Jarang aja Gilvy gak ramah sama orang. Padahal dia itu baik banget, lho."
"Mungkin aslinua dia gitu. Lo aja gak tau," sahut Dewa sekenanya.
Pelita berhenti lalu menanyakan toko yang dicarinya pada seorang penjual batu di sisi jalan.
"Dari sini, mbak lurus aja, nanti di sebelah kanan ada pohon mangga, di bawahnya ada lapak batu juga sama kaya saya, tapi lebih laku saya sih mbak. Mbak mau batu?"
Pelita menggeleng. "Mau tanya alamatnya, Pak."
"Oh iya," orang tua itu menepuk dahi. "Abis dari pohon mangga itu belok kanan. Dua toko dari sana ada belokan ke kiri, mbak masuk situ. Lurus aja sampe ada belokan lagi ke kiri, lurus lagi sampe mentok ambil kiri. Di depan lapak yang jual lukisan ada toko warna hijau, itu yang punya sodara saya mbak. Tapi jangan masuk, sodara saya galak. Mbak terus aja lagi di ujung jalan belok kanan. Deket tiang listrik yang di cat merah ada toko warna putih. Disitu mbak,"
Pelita gelagapan. "Aduh, biaa diulang gak pak? Saya belum nyatet."
Bapak-bapak itu sudah akan mengulang arahannya, Pelita menyiapkan pulpen namun Dewa menarik tangannya menjauh.
Pelita buru-buru mengucapkan terima kasih dan tergopoh-gopoh mengimbangi Dewa. Ia memprotes Dewa yang tidak menjawab pertanyaannya, sampai Pelita terdiam ketika mereka tiba di depan toko bercat putih, dengan tiang listrik dicat merah.
"Loh?" Pelita menatap Dewa. "Kok bisa?"
Dewa mendahului masuk ke dalam toko yang langsung di kejar oleh Pelita. Mereka disambut oleh deretan rak berisi patung berbagai ukuran dan rupa. Sapaan selamat datang nan ramah terdengar, Pelita mengangguk seraya tersenyum lalu mengejar Dewa.
"Kamu kok bisa gampang nemu tokonya. Udah pernah kesini?"
Dewa menyentuh dengan telunjuk sebuah patung kodok. "Tadi kan lo nanya."
"Loh, kamu inget arahan bapak itu?" Pelita kaget. Saking terpaku pada pikirannya, ia melupakan sebuah patung di rak teratas. Kaki patung itu sedikit menjorok ke luar.
Dewa bergerak cepat mendekat dan melindungi kepalanya dengan tangan. Tidak hanya itu, Dewa turut menarik pinggangnya mendekat, hampir memeluk.
"Waduh, dikit lagi kepentok." Ujar Pelita menilik ke balik bahu Dewa dengan mata terbelalak.
"Itu mata cuma buat pajangan!"
Pelita menarik kepalanya menjauh. "Kamu belum jawab pertanyaanku. Kamu inget arahan bapak itu gitu aja?"
Dewa memandang Pelita. Cewek yang tengah ia peluk pinggangnya ini tidak terpengaruh sama sekali dengan kedekatan mereka. Sepolos itukah?
Tiba-tiba saja Dewa tertantang untuk melakukan lebih. Ia menunduk mendekat dan berbisik di telinga Pelita.
"Gue punya Ingatan Fotografis."
TBC
***
Astaga lama banget yak! *sadar diri
Ini sama seperti yang aku rasain kayak dulu abis revisi SA dan lanjut ke Sin. Hahaha
Okey, pelan-pelan bangkitin feel Invldt. 😗😗
Masih nungguin kan? Masih ada yang bangun gasi?
Faradita
Penulis amatir paling kece tapi kejengkang di kasur. Masaoloh.
Memori eidetik, sering disebut sebagai ingatan fotografis atau fotographic memory adalah kemampuan untuk mengingat gambar, suara atau obyek dalam memori dengan presisi ekstrim. Kata eidetik, mengacu pada recall yang sangat detail dan jelas tidak terbatas, tetapi terutama dari, gambar visual.
APAKAH MEMORI FOTOGRAFIS ATAU PHOTOGRAPHIC MEMORY BENAR-BENAR ADA
Barry Gordon, seorang profesor neurologi dan ilmu kognitif di Johns Hopkins University School of Medicine, memberikan penjelasan: Gagasan dari "fotografi memori" adalah bahwa hal tersebut bagaikan sebuah foto yang tersimpan di otak anda, dan dapat anda akses secara terperinci, bahkan di "Zoom"(perdekat / perbesar) pada bagian yang berbeda. Akan tetapi fotografi memori yang sebenarnya belum pernah terbukti ada.
Bahkan kenangan maupun ingatan visual yang tampak bagaikan fotografi sebenarnya masih jauh dari fotografi memori yang sebenarnya, kenangan tersebut hanya lah kombinasi dari kemampuan bawaan anda maupun genetika otak anda, di kombinasikan dengan studi anda dalam mengolah proses otak anda.
7 ORANG YANG DIKLAIM MEMILIKI INGATAN FOTOGRAFIS
Berikut merupakan orang-orang dipercaya dan diklaim memiliki memori fotografi, walau hanya 2 orang yang terbukti memilikinya yaitu Kim peek dan Stephen Wiltshire :
1. KIM PEEK

Memiliki memori otak yang luar biasa, akan tetapi dia memiliki kesulitan dalam komunikasi sosial, kemungkinan hal ini berdasarkan pada kelainan bawaan otak yang di deritanya.
Ia dapat membaca 2 halaman buku secara bersamaan dengan matanya, bahkan di katakan sebelum dia meninggal dunia, dia telah membaca lebih dari 12.000 buku dan bahkan dia mengingat semua isi dari buku tersebut.
2. FERDINAND MARCOS

Merupakan seorang mantan presiden filipina pada tahun 1965 - 1986. Dia lulus di ujian Bar Examination (Ujian yang dilakukan secara berkala, apakah orang tersebut berhak untuk memenuhi syarat praktek hukum) dengan nilai skor hampir sempurna yaitu 98,01%. Akan tetapi beberapa orang menuntut keaslian skor tersebut dan dilakukan test ulang dimana dia mendapatkan nilai sempurna pada test ke dua.
3. STEPHEN WILTSHIRE

Dikenal sebagai seorang seniman arsitektur yang memiliki kelainan penyakit Autisme. Kemampuannya untuk mengambar dari memori otaknya yang menangkap gambar secara landscape (Luas / Lebar) hanya dengan sekali melihat saja. Karnya telah di kenal di dunia, Dia bahkan menggambar detail kota london hanya dengan sekali naik helikopter.
4. SOEKARNO

merupakan presiden pertama republik indonesia atau di katakan sebagai bapak kemerdekaan indonesia. Di katakan bahwa soekarno memiliki kemampuan fotografi memori dimana membantu dirinya dalam mempelajari bahasa-bahasa asing.
5. JOHN VON NEUMANN

Di katakan bahwa dia dapat dapat mengingat setiap isi dari halaman buku telepon hanya dengan sekali lihat. Salah satu kemampuannya yang luar biasa adalah dia dapat mengingat isi dari setiap halaman buku maupun artikel yang telah di bacanya sekali, dan dapat mengutip isi dari setiap halaman maupun buku tersebut, bahkan dia dapat melakukanya bertahun-tahun kemudian setelah dia membacanya.
6. SWAMI VIVEKANANDA

Merupakan Guru dan Filosofer terkenal di india, dia di katakan dapat mengingat 10 volume buku ensiklopedia hanya dengan beberapa hari membaca. Ia menjelaskan kemampuan nya sebagai "hanya dengan ketaatan yang ketat Brahmacharya (kontinensia) semua pelajaran dapat di pelajari dalam waktu singkat".
7. SAID NURSI

merupakan seorang sarjana islam turki, di katakan bahwa ia dapat membacakan berbagai macam buku dari memori otaknya. Oleh karena itu molla fethullah melakukan test kepada dirinya dengan menyalin salinan Al-Hariri of Basra (1054-1122). Molla fethullah bahkan heran dengan kemampuan dirinya yang dapat mengingat hanya dengan sekali membaca.
--
Walaupun yang terbukti benar-benar memiliki ingatan luar biasa seperti ini hanyalah Kim Peek dan Stepehen Wiltshire, tetapi tidak diketahui secara pasti apakah lainnya benar-benar memiliki memori luar biasa ini atau hanya sekedar klaim.
Nah, yang ke 8 ( ini bikinan sendiri 😂)
8. Dewa Pradipta

Cowok bengal, kasar, yang akan meluluhkan setiap wanita hanya dengan tatapannya. Kecuali Pelita. 😆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top