Invalidite | 27
"Karena kalo sayang, gak mungkin pergi meninggalkan."
- Pelita Senja -
Sudah semacam kebiasaan, atau bisa jadi tradisi. Setiap sebuah projek selesai dikerjakan, sebuah Pesta kecil-kecilan dirancang oleh Gerka dan Rendi. Dalih dangkal sebenarnya.
Seperti hari ini. Mereka menyewa seorang DJ, mengundang semua model, memesan banyak makanan. Sepertinya Gerka dan Rendi memang hanya membutuhkan alasan saja untuk mengadakan pesta.
"Makasih," ucap Pelita ketika menerima sodoran minum dari Gerka. "Ini apa?"
"Itu jus jeruk. Tenang aja. Lo gak bakal sakit perut. Gue juga gak mau diamuk Dewa."
Pelit tertawa. "Segitunya. Dewa gak galak lagi kok sekarang,"
"Ke elu enggak. Ke kita kumaha?" sahut Rendi yang baru datang dengan banyak makanan di tangannya.
Ketiganya tengah duduk di sebuah gazebo, di pinggir kolam renang besar rumah Gerka. Semua tamu sepertinya sudah datang. Mengisi kursi atau gazebo yang berada di pinggir kolam. Musik pun sudah mengisi. Karena pesta tidak terlalu formal, jadi semuanya hanya bertegur sapa ringan ala kadarnya lalu berlalu mengambil makanan.
"Cobain deh, Pel. Enak banget anjir," Rendi mengangsurkan sepiring kue untuk Pelita, yang kemudian di cicipi cewek itu dalam satu gigitan.
"Iya, ih enak banget. Boleh bawa pulang gak? Buat ayah. Pasti ayah suka,"
"Boleh dong. Mau berapa banyak? Ger, bungkusin."
"Kok nyuruh gue sih, tai?"
"Lo kan tuan rumah. Layanin, lah."
Gerka mendengus. "Bagi gue juga kalo gitu,"
"Yee... Ambil sendiri. Kaki lo busuk kalo gak dipake,"
"Anjing, lo."
"Gue mah kuda," sahut Rendi enteng, lalu memberikan cengiran untuk Pelita. Cewek itu selalu terhibur jika sudah menyangkut pertengkaran kecil antaran kedua sahabat Dewa ini.
"Si bos mana, Ger?" Tanya rendi kemudian.
"Tau tuh tadi ke dalam nerima telpon. Karena musiknya kekencengan. Gue disuruh jagain Pelita disini,"
Melihat ada kesempatan, Rendi menarik kursinya mendekati Pelita. "Pel, gue mau nanya," Melihat itu, Gerka turut mendekat untuk mencuri dengar.
"Lo udah resmi pacaran kan nih sama Dewa?"
Pelita yang sedang mengigit kue, membelalak. Ia mengerjap beberapa saat sebelum tersenyum malu.
"Udah?" Tanya Rendi lagi. "Oke , udah fix Ger. Kita gak salah sebar berita." Sambung Rendi menyimpulkan hal itu sendiri.
"Anjasss... " Seru Gerka menggebrak meja. "Akhirnya bos kita tobat."
"Tobat kenapa?" Tanya Pelita. Tertarik.
"Lo tau kan kalo Dewa dulu itu badung banget? Maksud gue, dia deket sama cewek kadang cuma buat mainin doang."
"Si tai ," tegur Gerka melempar tisu ke wajah Rendi. "Bacot lo awas. Salah ngomong mampus,"
"Ini makanya dengerin dulu ampe selesai," Rendi menatap Pelita. "Tapi itu dulu. Sekarang Dewa udah berubah banget. Dia beda. Beda yang gue omongin ini bukan omong kosong. Kita, gue sama Gerka, kenal Dewa dari SMP. Udah tau banget bangsatnya itu anak. Gak pernah serius kalo nyangkut cewek. Baru sekarang kita ngeliat Dewa kayak gini. Dan demi nenek gue yang lagi meni pedi, dia beneran sayang sama lo."
"Kalo itu gue setuju!" timpal Gerka.
Pelita tidak bisa menahan senyumannya. Mengetahui jika perubahan Dewa disebabkan olehnya membuat Pelita merasa penting.
"Kalo kalian temenan dari SMP, berarti kalian juga tau dong kenapa Dewa tinggal sendiri?"
"Dulu dia tinggal di rumah kakeknya kok. Pas udah punya duit dari hasil moto, dia beli rumah." Gerka yang menyahut.
"Orang tuanya?"
"Orang tuanya udah meninggal. Karena kecelakaan gitu. Gue gak jelas juga sih. Dewa gak pernah mau ngomongin itu soalnya. "
Pelita terpaku. Ia memang sering menyimpan tanya akan kehidupan Dewa. Ia sangat ingin mengetahui. Mungkin nanti ia akan menanyakannya langsung pada Dewa.
"Eh-eh lo mau kita kasih foto-foto memalukannya Dewa gak?" tawar Rendi. Gerka tertawa karena sebentar lagi sahabatnya itu terancam tidak digaji.
"Apa-apa?" sahut Pelita berubah antusias.
"Ini gue kasih karena lo pacarnya," Rendi mulai membuka galeri foto. "Nih foto limited banget pokoknya- anjing!!!"
Dari arah belakang, kerah baju Rendi ditarik seseorang hingga menjepit tenggorokan cowok itu.
"Si kuda, " Dewa menarik Rendi berdiri dari kursi menjauhi Pelita. "Kepengen banget nyari ribut sama gue."
Rendi yang tergopoh menjadi alasan Gerka tertawa. "Rasain, tai. Buang aja bos. Gak guna. Ceburin ke kolam renang noh,"
Rendi melepaskan bajunya dari Dewa. "Bos datengnya gak kedengaran. Jalannya melayang nih jangan-jangan,"
"Lo keasikan berkhianat, Ren. Makanya budeg," timpal Gerka.
Dewa tidak menanggapi keduanya dan duduk di sebelah Pelita. Gadisnya tersenyum. "Dapet minum dari siapa?"
"Tadi dikasih sama Gerka."
Dewa segera mengambil tangan Pelita yang memegang gelas dan mengendus cairan di dalamnya.
"Ya elah, Wa. Gak mungkin juga gue kasih alkohol. Gue masih sayang nyawa, btw."
Dewa mengendikkan bahu lalu meminum isinya, masih dengan posisi gelas di tangan Pelita. Hal itu membuat Pelita terkekeh. Yang disambut senyuman kecil juga oleh Dewa setelahnya.
"Anjas gue merinding," seru Rendi di seberang meja. Cowok itu mengangkat kedua tangannya. "Ger-Ger gue merinding liat bos pacaran. Astaga-astaga mata gue!!!"
"Lebay banget sih lo, tai." Gerka menggelengkan kepala. "Kelamaan jomblo. Kebanyakan ONS. Gitu tuh akibatnya."
"Kayak lo gak gitu aja!" balas Rendi. "Dewa juga pernah ONS sebelum sama Pelita. Jangan gue aja dong ditumbalin."
"ONS itu apa?" Tanya Pelita kemudian.
Tiba-tiba semuanya diam. Gerka mengigit bibirnya menahan tawa. Rendi melongo. Sedangkan Dewa memijit dahinya. Ketiga cowok itu diam, membuat Pelita semakin penasaran.
"Sumpah lo gak tau? Kepanjangannya juga gak tau?" Rendi makin terbelalak.
Pelita menggeleng, kemudian menatap Dewa. Merasa jika Pelita menunggu jawaban, ia mengulurkan tangan ke belakang lalu mengusap punggung gadisnya. "Bukan apa-apa,"
"Jangan gitu dong, bos. Biar pelita berpengetahuan luas." Rendi mulai ingin mengerjai Dewa lagi. "Jadi, Pel. ONS itu sejenis hubungan-"
"Lo mau mati?" potong Dewa.
"- yang biasanya terjadi diantara cowok sama cewek-"
"Ren!"
"Tapi cuma-"
Dewa mengambil kotak tisu di atas meja dan melemparkannya ke arah Rendi. Membuat cowok itu tergelak.
"Dih. Takut nih takut," Gerka yang melihat itu kemudian ikut tertawa melihat ekspresi Dewa yang penuh peringatan.
Pelita yang tidak mengerti hanya diam tidak menanggapi, sampai seorang model menghampiri gazebo mereka.
"Hai," sapanya.
Semuanya membalas sapaan, kecuali Dewa.
"Kenapa, Mon?" Tanya Rendi. " Minuman abis?"
"Enggak, santai aja, Ren. Gue cuma mau ngajakin Pelita duduk bareng model yang lain disana." Tunjuknya pada sebuah gazebo lain.
"Ngobrol apa?" Kali ini barulah Dewa menyahut.
"Ya biasalah. Obrolan cewek gitu doang. Lagian lebih enak kalo ngumpulnya sesama cewek juga." Mona beralih ke Pelita. "Lo mau, kan?"
"Mau," sahut Pelita dengan senyuman lebar. Kemudian menghadap Dewa. Meminta ijin. "Boleh ya aku kesana."
Dewa menatap Mona beberapa saat, lalu beralih ke Pelita. Mungkin ini pertama kalinya ada yang berniat mengobrol dengan Pelita. Jadi demi melindungi gadisnya tetap aman, ia mengusap puncak kepala Pelita mesra, menyampirkan rambut yang lolos ke belakang telinga dan berakhir mengusap pipi Pelita.
"Boleh, kok."
Mendengar itu Pelita tersenyum senang. Seraya meraih tongkat ia mengikuti Mona menuju gazebo di seberang kolam renang. Di sana berkumpul semua model yang pernah ia lihat di studio Dewa.
"Hai... " Pelita kira sapaannya akan berakhir kosong. Tapi ternyata semua model disana membalas dan menyambutnya hangat. Dia diberikan tempat duduk. Diberi minum dan semuanya mulai memperkenalkan diri.
"Jadi bener lo pacarnya, Dewa?" Tanya Mona. "Kita pikir cuma becandaannya Rendi sama Gerka."
"Iya," sahut yang lain. "Rendi nyebarin itu tadi pagi. Makanya mau nanya langsung ke lo,"
"Agak aneh sebenernya ya Dewa mau sama cewek kayak lo," ucap seseorang. "Jangan tersinggung."
Pelita menggelengkan kepala. "Enggak kok." Jangankan mereka. Pelita saja masih belum bisa mempercayainya.
Dari arah pintu masuk, terlihat Kris datang bersama pengawalnya. Cowok itu melambai ke arah gazebo para model lalu kemudian mendekati gazebo yang ditempati Dewa dan yang lain. Terlihat mereka bicara sesaat lalu kemudian Dewa menatap ke arahnya. Disaat itulah ponsel Pelita bergetar.
Dewa : Gue mau ke dalam sebentar. Ikut?
Ia mendongak, melihat Dewa masih menatapnya. Menunggu balasan.
Pelita : Aku disini aja, ya.
Setelah menekan tombol kirim, barulah ia melihat Dewa bersama dengan Kris meninggalkan area kolam renang.
Pelita jarang sekali berkumpul dengan sesam perempuan sepertinya. Terlebih karena dia tidak memiliki banyak teman. Jadi kesempatan seperti ini bisa jadi hal yang ia tunggu. Apalagi tidak ada yang memandang kecacatannya sebagai penghalang. Pelita merasa seperti mendapat teman baru.
Siapa sangka itu hanya berlangsung beberapa saat saja.
"Hai, Pelita.."
Sapaan dari seseorang yang baru datang itu sungguh berbeda dari yang lain. Namun Pelita tidak pernah mempermasalahkan bagaimana itu terdengar.
"Hai, Siska." Sahutnya tersenyum.
"Enak, gak? Jadi model kesayangan, terus punya banyak teman juga..."
Semua yang duduk di samping Pelita mulai berbisik.
"Kamu baru dateng? Sini gabung. Mau minum apa?" tawar Pelita.
Tentu saja Siska tidak diundang. Bahkan ia berani mengambil resiko diusir oleh Dewa dengan mencoba datang ke sini. Tapi kebenciannya yang semakin banyak mendorong akal sehatnya lenyap. Benar-benar lenyap sehingga ia menjawab tawaran itu dengan meludahi rok Pelita.
Semua orang terkesiap.
"Lo apa-apaan sih, Sis?" sergah Mona. Ia memberikan tisu pada Pelita. "Gak gitu juga cara lo kalo marah,"
Siska tertawa. "Liat. Bahkan semua orang udah belain lo sekarang. Jangan seneng dulu, semua orang disini," Siska menunjuk. "Mereka semua ngejilat lo. Beda sama gue. Gue itu bukan munafik. Jadi daripada ngejilat, gue lebih suka ngeludahin lo langsung."
"Mending kamu duduk dulu, Sis." Pelita meraih tongkatnya lalu berdiri. "Biar aku ambilin minum, ya."
Siska tersentak, namun ia tutupi sebisa mungkin. Ia tidak habis pikir, apa alasan Pelita tidak marah dan masih terlihat tenang. Berbanding terbalik dengan dirinya yang justru semakin terbakar emosi karena itu.
"Lo sadar gak sih lo tuh gak pantes buat Dewa?" ujar Siska mengikuti Pelita ke arah meja saji di tepi kolam.
"Awalnya aku juga mikir gitu," Pelita menyangga tubuhnya. Kemudian mengambil sepotong kue ke atas piring dan mengangsurkannya untuk Siska. "Mau gak? Ini enak banget."
Emosi yang membumbung tinggi, membuat Siska menampar tangan Pelita sehingga piring itu jatuh lalu pecah berserakan. "Gue jijik tau gak sama lo. Stop pasang muka lugu lo itu. Kalo lo udah tau, kenapa gak pergi aja sekarang dari Dewa. Kenapa lo masih disini?"
"Karena aku dan Dewa saling sayang," sahut Pelita. "Orang yang sayang gak mungkin pergi meninggalkan. Lagipula perasaan gak bisa dipaksakan. Kamu mungkin suka, tapi bukan berarti bisa memaksa."
Siska mengeram. Ia mengepalkan kedua tangannya. Apalagi ketika ia tidak memiliki kalimat balasan untuk Pelita.
"Aku tau rasanya diacuhkan, Sis." Pelita mengambil segelas minuman dan menyodorkannya untuk Siska. "Dan cara mengatasinya bukan dengan kebencian, tapi merelakan. Siapa tau ada yang lebih baik lagi di depan?"
Pelita kira gelasnya akan diterima oleh Siska. Tidak terduga, Siska justru maju dan mendorongnya begitu keras.
Pelita terkesiap ketika pijakan tongkatnya hilang. Berganti dengan tubuhnya yang oleng ke belakang lalu. Sangat cepat. Tidak terhindarkan, bahkan bagi Pelita, saat punggungnya menghempas jatuh ke dalam air.
***
Tbc
W
uah! (Keluar dari air)
Kok pada mikir part kemaren ending sih? Hahaha
Anw, kalian tau kan kalo invldt ini aku masukin genre romance?
Karena itu loh. Konfliknya lebih rumit. Sama adegannya. BEHAHAHAHAHAHA 😅
Btw, makasih ya buat semua yang udah vote dan komen. Percaya deh. Aku baca semua komennya. Itu bikin aku senang seharian. Muach! 😚
Faradita
Penulis amatir baru bangun tidur. Eh, kelaperan. Tidur lagi.
🐋🐋🐋
My baby ❤❤
Follow instagram mereka ya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top